tag:blogger.com,1999:blog-12312567983317768892024-03-12T23:56:44.471-07:00ASUHAN KEPERAWATAN | ASKEPZaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.comBlogger32125tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-68896627419914953072011-06-03T14:34:00.000-07:002011-06-03T14:34:41.095-07:00ASKEP ENDOKARDITIS<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiPyna1ePO3k5tZwQwqbFm5T7Nansc-_lhq-cPO_2cnRphmaqATaZDu1uk8rckd6B2muSJhE8lCp2Mwjb3JrGcEvJEin5lNBPcjif9YNOl2SmnVldK7YYEWsZGqtw9wE2pYRGiTiaNMusr/s1600/images2.jpeg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="113" width="124" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiPyna1ePO3k5tZwQwqbFm5T7Nansc-_lhq-cPO_2cnRphmaqATaZDu1uk8rckd6B2muSJhE8lCp2Mwjb3JrGcEvJEin5lNBPcjif9YNOl2SmnVldK7YYEWsZGqtw9wE2pYRGiTiaNMusr/s320/images2.jpeg" /></a></div><br />
Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada endokard atau katub jantung. Infeksi endokarditid biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit ini didahului dengan endokarditis, biasanya berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung yang didapat. Dahulu Infeksi pada endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga disebut endokariditis bakterial. Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh bakteri saja, tetapi bisa disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur, virus, dan lain-lain.<br />
Endokarditis tidak hanya terjadi pada endokard dan katub yang telah mengalami kerusakan, tetapi juga pada endokar dan katub yang sehat, misalnya penyalahgunaan narkotik perintravena atau penyakit kronik. Perjalanan penyakit ini bisa; akut, sub akut, dan kronik, tergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan penderita. Infeksi subakut hampir selalu berakibat fatal, sedangkan hiperakut/akut secara klinis tidak pernah ada, karena penderita meninggal terlebih dahulu yang disebabkan karena sepsis. <br />
<span class="fullpost"><br />
Endokarditis kronik hampir tidak dapat dibuat diagnosanya, karena gejalanya tidak khas.<br />
<br />
Etiologi<br />
Endokarditis paling banyak disebabkan oleh streptokokus viridans yaitu mikroorganisme yang hidup dalam saluran napas bagian atas. Sebelum ditemuklan antibiotik, maka 90 - 95 % endokarditis infeksi disebabkan oleh strptokokus viridans, tetapi sejak adanya antibiotik streptokokus viridans 50 % penyebab infeksi endokarditis yang merupakan 1/3 dari sumber infeksi. Penyebab lain dari infeksi endokarditis yang lebih patogen yaitu stapilokokus aureus yang menyebabkan infeksi endokarditis subakut. Penyebab lainnya adalah stertokokus fekalis, stapilokokus, bakteri gram negatif aerob/anaerob, jamur, virus, ragi, dan kandida.<br />
<br />
Faktor-faktor predisposisi dan faktor pencetus.<br />
Faktor predisposisi diawali dengan penyakit-penyakit kelainan jantung dapat berupa penyakit jantung rematik, penyakit jantung bawaan, katub jantung prostetik, penyakit jantung sklerotik, prolaps katub mitral, post operasi jantung, miokardiopati hipertrof obstruksi.<br />
Endokarditi infeksi sering timbul pada penyakit jantung rematik dengan fibrilasi dan gagal jantung. Infeksi sering pada katub mitral dan katub aorta. Penyakit jantung bawaan yang terkena endokarditis adalah penyakit jantung bawaan tanpa ciyanosis, dengan deformitas katub dan tetralogi fallop. Bila ada kelainan organik pada jantung, maka sebagai faktor predisposisi endokarditis infeksi adalah akibat pemakaian obat imunosupresif atau sitostatik, hemodialisis atau peritonial dialisis, serosis hepatis, diabetis militus, penyakit paru obstruktif menahun, penyakit ginjal, lupus eritematosus, penyakit gout, dan penyalahan narkotik intravena.<br />
Faktor pencetus endokarditis infeksi adalah ekstrasi gigi atau tindakan lain pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstretrik ginekologik dan radang saluran pernapasan.<br />
<br />
Patofisiologi<br />
Kuman paling sering masuk melalui saluran napas bagian atas selain itu juga melalui alat genital dan saluran pencernaan, serta pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak dengan permukaannya tidak rata mudah sekali terinfeksi dan menimbulakan vegetasi yang terdiri atas trombosis dan fibrin. Vaskularisasi jaringan tersebut biasanya tidak baik, sehingga memudahkan mikroorganisme berkembang biak dan akibatnya akan menambah kerusakan katub dan endokard, kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan robeknya katub hingga terjadi kebocoran. Infeksi dengan mudah meluas ke jaringan sekitarnya, menimbulkan abses miokard atau aneurisme nekrotik. Bila infeksi mengenai korda tendinae maka dapat terjadi ruptur yang mengakibatkan terjadinya kebocoran katub. <br />
Pembentukan trombus yang mengandung kuman dan kemudian lepas dari endokard merupakan gambaran yang khas pada endokarditis infeksi. Besarnya emboli bermacam-macam. Emboli yang disebabkan jamur biasanya lebih besar, umumnya menyumbat pembuluh darah yang besar pula. Tromboemboli yang terinfeksi dapat teranggkut sampai di otak, limpa, ginjal, saluran cerna, jantung, anggota gerak, kulit, dan paru. Bila emboli menyangkut di ginjal. akan meyebabkan infark ginjal, glomerulonepritis. Bila emboli pada kulit akan menimbulkan rasa sakit dan nyeri tekan.<br />
<br />
Gejala-gejala<br />
Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai timbul , misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan sakit pada kulit.<br />
<br />
1. Gejala umum<br />
Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha.<br />
2. Gejala Emboli dan Vaskuler<br />
Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi kecoklatan dan kemudian hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic).<br />
3. Gejala Jantung<br />
Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub mitral. Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular .<br />
<br />
Endokarditis infeksi akut<br />
Infeksi akut lebih sering timbul pada jantung yang normal, berbeda dengan infeksi sub akut, penyakitnya timbul mendadak, tanda-tanda infeksi lebih menonjol, panas tinggi dan menggigil, jarang ditemukan pembesaran limfa, jari tabuh, anemia dan ptekia . Emboli biasanya sering terjadi pada arteri yang besar sehingga menimbulkan infark atau abses pada organ bersangkutan. Timbulnya murmur menunjukkan kerusakan katub yang sering terkena adalah katub trikuspid berupa kebocoran, tampak jelas pada saat inspirasi yang menunjukkan gagal jantung kanan, vena jugularis meningkat, hati membesar, nyeri tekan, dan berpulsasi serta udema. Bila infeksi mengenai aorta akan terdengar murmur diastolik yang panjang dan lemah. Infeksi pada aorta dapat menjalar ke septum inter ventricular dan menimbulkan abses. Abses pada septum dapat pecah dan menimbulkan blok AV . Oleh karena itu bila terjadi blok AV penderita panas tinggi, kemungkinan ruptur katub aorta merupakan komplikasi yang serius yang menyebabkan gagal jantung progresif. Infeksi katub mitral dapat menjalar ke otot papilaris dan menyebabkan ruptur hingga terjadi flail katub mitral.<br />
<br />
Laboratorium<br />
Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat, immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin sedikit meningkat.<br />
Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara mikroskopik. Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan harus diperhatikan darah diambil tiap hari berturut-turut dua / lima hari diambil sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu agak lama (1 - 3 minggu) untuk mencari mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat. biakkan bakteri harus dalam media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi antibiotik . Biakan yang positif uji resistansi terhadap antibiotik.<br />
<br />
Echocardiografi<br />
Diperlukan untuk:<br />
• melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm)<br />
• melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif<br />
• mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis ( prolap mitral, fibrosis, dan calcifikasi katub mitral )<br />
• penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif katub aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub<br />
<br />
Diagnosis<br />
Diagnosis endokarditis infeksi dapat ditegakkan dengan sempurna bila ditemukan kelainan katub, kelainan jantung bawaan, dengan murmur , fenomena emboli, demam dan pembiakan darah yang positif. Diagnosis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria diatas.<br />
Endokarditis paska bedah dapat diduga bilamana terjadi panas, leukositosis dan anemia sesudah operasi kardiovaskuler atau operasi pemasangan katub jantung prostetik.<br />
<br />
Pengobatan<br />
Pemberian obat yang sesuai dengan uji resistensi dipakai obat yang diperkirakan sensitif terhadap mikroorganisme yang diduga. Bila penyebabnya streptokokus viridan yang sensitif terhadpa penicillin G , diberikan dosis 2,4 - 6 juta unit per hari selama 4 minggu, parenteral untuk dua minggu, kemudian dapat diberikan parenteral / peroral penicillin V karena efek sirnegis dengan streptomicin, dapat ditambah 0,5 gram tiap 12 jam untuk dua minggu . Kuman streptokokous fecalis (post operasi obs-gin) relatif resisten terhadap penisilin sering kambuh dan resiko emboli lebih besar oleh karena itu digunakan penisilin bersama dengan gentamisin yang merupakan obat pilihan. Dengan dosis penisilin G 12 - 24 juta unit/hari,dan gentamisin 3 - 5 mg/kgBB dibagi dalam 2 - 3 dosis. Ampisilin dapat dipakai untuk pengganti penisilin G dengan dosis 6 - 12 gr/hari . Lama pengobatan 4 minggu dan dianjurkan sampai 6 minggu. Bila kuman resisten dapat dipakai sefalotin 1,5 gr tiap jam (IV) atau nafcilin 1,5 gr tiap 4 jam atau oksasilin 12 gr/hari atau vankomisin 0,5 gram/6 jam, eritromisin 0,5 gr/8 jam lama pemberian obat adalah 4 minggu. Untuk kuman gram negatif diberikan obat golongan aminoglikosid : gentamisin 5 - 7 mg/kgBB per hari, gentamisin sering dikombinsaikan dengan sefalotin, sefazolia 2 - 4 gr/hari , ampisilin dan karbenisilin. Untuk penyebab jamur dipakai amfoterisin B 0,5 - 1,2 mg/kgB per hari (IV) dan flucitosin 150 mg/Kg BB per hari peroral dapat dipakai sendiri atua kombinasi. Infeksi yang terjadi katub prostetik tidak dapat diatasi oleh obat biasa, biasanya memerlukan tindakan bedah. Selain pengobatan dengan antibiotik penting sekali mengobati penyakit lain yang menyertai seperti : gagal Jantung . Juga keseimbangan elektrolit, dan intake yang cukup .<br />
<br />
Pencegahan<br />
Faktor predisposisi sebaiknya diobati (gigi yang rusak, karies,selulitis dan abses).<br />
</span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-49843246548176913242011-05-11T01:25:00.000-07:002011-05-11T01:36:22.298-07:00ASUHAN KEPERAWATAN/ASKEP PADA LUKA BAKAR (COMBUSTIO)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjS7o2hPUFwJT-7tXo6-pqkthwxKdQmzlsKn9x5WMaVYP98BKHgzrxznjRlWggfRvIDUHYx147qZ5RAnUcbM74tecuMdDAZjvFglxyhXOgwkdUtWFUBn8CWuZzRec3mog1vECw5o9xFyE4a/s1600/images7.jpeg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="119" width="80" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjS7o2hPUFwJT-7tXo6-pqkthwxKdQmzlsKn9x5WMaVYP98BKHgzrxznjRlWggfRvIDUHYx147qZ5RAnUcbM74tecuMdDAZjvFglxyhXOgwkdUtWFUBn8CWuZzRec3mog1vECw5o9xFyE4a/s320/images7.jpeg" /></a></div>A. Definisi<br />
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).<br />
<br />
B. Etiologi<br />
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) <br />
a. Gas<br />
b. Cairan<br />
c. Bahan padat (Solid)<br />
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn) <br />
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn) <br />
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)<br />
<br />
C. Fase Luka Bakar<br />
1. Fase akut. <br />
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.<br />
<span class="fullpost"> <br />
2. Fase sub akut.<br />
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:<br />
a. Proses inflamasi dan infeksi.<br />
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.<br />
c. Keadaan hipermetabolisme.<br />
3. Fase lanjut.<br />
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.<br />
<br />
D. Klasifikasi Luka Bakar<br />
1. Dalamnya luka bakar.<br />
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan<br />
Ketebalan partial superfisial<br />
(tingkat I) Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Kering tidak ada gelembung.<br />
Oedem minimal atau tidak ada.<br />
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Bertambah merah. Nyeri<br />
Lebih dalam dari ketebalan partial<br />
(tingkat II)<br />
- Superfisial<br />
- Dalam Kontak dengan bahan air atau bahan padat.<br />
Jilatan api kepada pakaian.<br />
Jilatan langsung kimiawi.<br />
Sinar ultra violet. Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.<br />
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri<br />
Ketebalan sepenuhnya<br />
(tingkat III) Kontak dengan bahan cair atau padat.<br />
Nyala api.<br />
Kimia.<br />
Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas.<br />
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.<br />
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.<br />
Tidak pucat bila ditekan. Putih, kering, hitam, coklat tua.<br />
Hitam.<br />
Merah. Tidak sakit, sedikit sakit.<br />
Rambut mudah lepas bila dicabut.<br />
<br />
2. Luas luka bakar<br />
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:<br />
a. Kepala dan leher : 9%<br />
b. Lengan masing-masing 9% : 18%<br />
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%<br />
d. Tungkai maisng-masing 18% : 36%<br />
e. Genetalia/perineum : 1%<br />
f. Total : 100%<br />
<br />
3. Berat ringannya luka bakar<br />
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain<br />
b. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.<br />
c. Kedalaman luka bakar.<br />
d. Anatomi lokasi luka bakar.<br />
e. Umur klien.<br />
f. Riwayat pengobatan yang lalu.<br />
g. Trauma yang menyertai atau bersamaan.<br />
American college of surgeon membagi dalam:<br />
a. Ringan – minor:<br />
a. Tingkat II : kurang 15%<br />
b. Tingkat III : kurang 1%<br />
b. Sedang – moderate:<br />
a. Tingkat II : 15 – 30%<br />
b. Tingkat III : 1 – 10%<br />
c. Berat – critical:<br />
a. Tingkat II : 30% atau lebih.<br />
b. Tingkat III : 10% atau lebih.<br />
c. Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.<br />
d. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractur, soft tissue yang luas.<br />
<br />
E. Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)<br />
<br />
Bahan kimia Termis Radiasi Listrik<br />
<br />
<br />
<br />
Biologis Psikologis<br />
<br />
<br />
Pada Wajah Ruang tertutup Kerusakan Kulit Gangguan sirkulasi seluler<br />
<br />
Kerusaka keracunan gas penguapan gangguan perfusi<br />
Mukosa CO meningkat<br />
<br />
Oedema CO mengikat peningkatan P.D laju metabolisme meningkat<br />
Laring Hb kapiler<br />
<br />
Obstruksi Hb tidak extravasasi cairan Glukoneogenesis<br />
Jl nafas mampu (H2O, Elektrolit, Glukogenolisis<br />
Mengikat O2 protein)<br />
<br />
hipoxi otak tekanan onkotok perubahan nutrisi<br />
Menurun<br />
<br />
Cairan intravaskuler<br />
Menurun<br />
<br />
<br />
Hipovolemi dan <br />
Hemokonsentrasi<br />
<br />
<br />
Gangguan sirkulasi <br />
Makro<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Otak Kardio Ginjal Hepar GI Trak Neurologi Imun <br />
<br />
Hipoxia Kebocoran Hipoxia Pelepasan Dilatasi Gangguan Daya tahan<br />
Kapiler ginjal katekolamin lambung neurology tubuh<br />
Sel otak menurun <br />
mati Penurunan Fungsi Hipoxia<br />
curah ginjal hepatik <br />
Gagal jantung<br />
Fungsi Gagal Gagal<br />
sentral Gagal ginjal hepar<br />
jantung<br />
<br />
<br />
F. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar<br />
Perubahan Mekanisme Dampak dari Mekanime Dampak dari<br />
Pergeseran cairan ekstraseluler. Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar. Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi.<br />
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang. Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis.<br />
Kadar sodium/natrium. Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem. Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu). Defisit sodium.<br />
Kadar potassium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang. Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar). Hipokalemi.<br />
Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas. Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Hipoproteinemia.<br />
Keseimbangan nitrogen. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan. Keseimbangan nitrogen negatif. Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas. Keseimbangan nitrogen negatif.<br />
Keseimbnagan asam basa. Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum. Asidosis metabolik. Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme. Asidosis metabolik.<br />
Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison. Aliran darah renal berkurang. Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi. Stres karena luka.<br />
Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil. Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-hari pertama. Hemokonsentrasi.<br />
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison. Akut dilatasi dan paralise usus. Peningkatan jumlah cortison.<br />
Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic. CO menurun.<br />
G. Indiksi Rawat Inap Luka Bakar<br />
1. Luka bakar grade II:<br />
a. Dewasa > 20%<br />
b. Anak/orang tua > 15%<br />
2. Luka bakar grade III.<br />
Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.<br />
<br />
H. Penatalaksanaan<br />
1. Resusitasi A, B, C.<br />
a. Pernafasan:<br />
Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.<br />
Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.<br />
b. Sirkulasi: gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.<br />
2. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.<br />
3. Resusitasi cairan Baxter.<br />
Dewasa : Baxter.<br />
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.<br />
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:<br />
RL : Dextran = 17 : 3<br />
2 cc x BB x % LB.<br />
Kebutuhan faal:<br />
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
4. Monitor urine dan CVP.
5. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
b. Tulle.
c. Silver sulfa diazin tebal.
d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
6. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat: Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c. Integritas ego: Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi:Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g. Nyeri/kenyamanan:Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan: Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j. Pemeriksaan diagnostik: LED: mengkaji hemokonsentrasi. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
c. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
e. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
f. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.
g. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
h. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
j. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
k. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi
Daftar pustaka
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
</span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-13188272128932826342011-05-10T11:07:00.000-07:002011-05-10T11:07:42.368-07:00Pengukuran Glasgow Coma Skale (GCS)Pengertan :<br />
Glasgow Coma Skale (GCS)<br />
Adalah suatu metode scoring untuk menilai tingkat kesadaran pasien yang mengalami gangguan kesadaran.<br />
<br />
Aspek yang dinilai dalam GCS meliputi:<br />
<br />
A. Buka mata (EYE)<br />
a. Spontan………………………… 4<br />
b. Terhadap panggilan………3<br />
c. Terhadap nyeri…………………2<br />
d. Nil……………………………… 1<br />
<br />
<br />
<span class="fullpost"> <br />
B Respon motorik<br />
a Sesuai perintah……6<br />
b. Lokalizir……………………5<br />
c. Menghindar…………………4<br />
d. Fleksi abnormal……3<br />
e. Extensi…………………………2<br />
f. Nil……………………………… 1<br />
<br />
B. Respon verbal<br />
a. Orientasi baik………5<br />
b. Bingung…………………………4<br />
c. Bicara kacau……………3<br />
d. Suara tak jelas……2<br />
e. Nil……………………………… 1<br />
<br />
Cara penilaian<br />
E.. M... V…<br />
Dari ketiga aspek tersebut diatas (respon buka mata, respon motorik, respon verbal dijumlahkan nilai totalnya<br />
<br />
Tingkat kesadaran <br />
GCS dapat dikelompokan menjadi 5 tingkat kesadaran<br />
A. Compos mentis GCS…15<br />
B. Apatis GCS……………………13-14<br />
C. Somnolen GCS………………9-12<br />
D. Sopor GCS…………………… 6-8<br />
E. Coma GCS…………………………3-5<br />
<br />
</span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-5101379268287563812011-05-04T22:56:00.000-07:002011-05-04T22:56:09.507-07:00ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><br />
</b></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; mso-list: l1 level1 lfo1; tab-stops: list .25in; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">A.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Pengertian<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmX4oilpglEYZnXLlL-F8azXrZF-9djgXnYZhSM06C7HgdSiSe9aN2_OMnYyzCIRKdfTutdgmqWN8OgXedEUWMlQzm-BgWh0SO11EdJ3E-9s9B850iVK1VNn03KVoeCRIIXfzKJKsrfy65/s1600/imagess.jpeg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmX4oilpglEYZnXLlL-F8azXrZF-9djgXnYZhSM06C7HgdSiSe9aN2_OMnYyzCIRKdfTutdgmqWN8OgXedEUWMlQzm-BgWh0SO11EdJ3E-9s9B850iVK1VNn03KVoeCRIIXfzKJKsrfy65/s1600/imagess.jpeg" /></a><span lang="IN"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).</span></div><ol start="2" style="margin-top: 0in;" type="A"><li class="MsoNormal" style="mso-list: l1 level1 lfo1; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Etiologi/penyebab<o:p></o:p></span></b></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in;"><span lang="IN" style="color: black;">Penyebab dari gagal ginjal kronis adalah: <br />
- Tekanan darah tinggi (<i>hipertensi</i>) <br />
- Penyumbatan saluran kemih <br />
- <i>Glomerulonefritis</i> <br />
- Kelainan ginjal, misalnya <i>penyakit ginjal polikista</i> <br />
- <i>Diabetes melitus</i> (kencing manis) <br />
- Kelainan autoimun, misalnya <i>lupus eritematosus sistemik</i>. </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN"><o:p></o:p></span></b></div><ol start="3" style="margin-top: 0in;" type="A"><li class="MsoNormal" style="mso-list: l1 level1 lfo1; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Fatofisiologi<o:p></o:p></span></b></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="IN">1. Stadium I<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>: Penurunan cadangan ginjal</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="IN"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">- Kreatinin serum dan kadar BUN normal<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>- Asimptomatik<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>- Tes bebab kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="IN">2. Stadium II<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>: Insufisiensi ginjal</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="IN"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">- Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>- Kadar kreatinin serum meningkat<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>- Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="IN">Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 66.0pt; mso-list: l2 level1 lfo2; tab-stops: list 66.0pt; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">a.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Ringan , 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 66.0pt; mso-list: l2 level1 lfo2; tab-stops: list 66.0pt; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">b.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Sedang, 15% - 40% fungsi ginjal normal</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 66.0pt; mso-list: l2 level1 lfo2; tab-stops: list 66.0pt; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">c.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Kondisi berat, 2% - 20% fungsi ginjal normal</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>- kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>- ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>- air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 27.0pt;"><span lang="IN" style="color: black;">Interpretasi hasil tes klirens kreatinin<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 66.0pt; mso-list: l0 level1 lfo3; tab-stops: list 66.0pt; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: Wingdings; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">§<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="color: black;">100 - 76 ml/menit: insufisiensi ginjal berkurang<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 66.0pt; mso-list: l0 level1 lfo3; tab-stops: list 66.0pt; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: Wingdings; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">§<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="color: black;">75 - 26 ml/menit:<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>insufisiensi ginjal kronik<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 66.0pt; mso-list: l0 level1 lfo3; tab-stops: list 66.0pt; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: Wingdings; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">§<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="color: black;">25 - 5<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ml/menit:<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>gagal ginjal kronik<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 66.0pt; mso-list: l0 level1 lfo3; tab-stops: list 66.0pt; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN" style="color: black; font-family: Wingdings; mso-bidi-font-family: Wingdings; mso-fareast-font-family: Wingdings;"><span style="mso-list: Ignore;">§<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="color: black;">Kurang dari 5 ml/menit: gagal ginjal terminal<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Patofisiologi umum GGK<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: .25in; text-align: center;"><span lang="IN">Jumlah nefron turun secara progresif</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 63.0pt; text-align: center; text-indent: -27.0pt;"><span lang="IN">↓</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 135.0pt; text-indent: 9.0pt;"><span lang="IN">Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span lang="IN">- sisa nefron mengalami hipertropi</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span lang="IN">- peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="IN">↓</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">↓<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Jk 75% massa nefron hancur<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Kecepatan filtrasi dan bebab solute bagi tiap nefron meningkat<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">↓<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">↓<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute &air ↓<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="IN">↓</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="IN">Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="IN">↓</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="IN">poliuri, nokturia</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="IN">nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 153.0pt; text-align: center; text-indent: -117.0pt;"><span lang="IN">terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air</span></div><ol start="4" style="margin-top: 0in;" type="A"><li class="MsoNormal" style="mso-list: l1 level1 lfo1; tab-stops: list .5in; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Tanda dan Gejala<o:p></o:p></span></b></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="margin-left: .75in; mso-list: l1 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Kelainan Hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 63.0pt; text-align: justify; text-indent: -27.0pt;"><span lang="IN"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>b. Defisiensi hormone eritropoetin</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 63.0pt; text-align: justify;"><span lang="IN">Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .75in; mso-list: l1 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Kelainan mata</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .75in; mso-list: l1 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Kelainan kulit</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 48.0pt; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>a. Gatal<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.25in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Terutama pada klien dgn dialiss rutin karena:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.25in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">-toksik uremia yang kurang terdialisis<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.25in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">-peningkatan kadar kalium phosphor<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.25in; text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">-alergi bahan-bahan dalam proses HD<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="IN">b. Kering bersisik</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;"><span lang="IN"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;">Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="DE" style="mso-ansi-language: DE;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>c.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kulit mudah memar<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .75in; mso-list: l1 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">4.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Neuropsikiatri</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .75in; mso-list: l1 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">5.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Kelainan selaput serosa</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .75in; mso-list: l1 level2 lfo1; text-align: justify; text-indent: -.25in;"><span lang="IN"><span style="mso-list: Ignore;">6.<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN">Neurologi → kejang otot</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: .5in; text-align: justify;"><br />
</div><ol start="5" style="margin-top: 0in;" type="A"><li class="MsoNormal" style="mso-list: l1 level1 lfo1; tab-stops: list .5in left .75in; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="IN">Komplikasi<o:p></o:p></span></b></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="tab-stops: .75in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span lang="IN">-<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Hipertensi</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: .75in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span lang="IN">-<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>hiperkalemia</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: .75in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span lang="IN">-<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>anemia</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: .75in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span lang="IN">-<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>asidosis metabolic</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: .75in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span lang="IN">-<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>osteodistropi ginjal</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: .75in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span lang="IN">-<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sepsis</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: .75in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span lang="IN">-<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>neuropati perifer</span></div><div class="MsoNormal" style="tab-stops: .75in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span lang="IN">-<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>hiperuremia</span></div><span class="fullpost"> </span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-48241796255193089312011-04-18T08:46:00.000-07:002011-04-18T08:46:45.666-07:00ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GLUKOMAA. DEFINISI<br />
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).<br />
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)<br />
B. ETIOLOGI <br />
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh : <br />
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary <br />
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil <br />
C. KLASIFIKASI<br />
1. Glaukoma primer <br />
- Glaukoma sudut terbuka<br />
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul. <br />
<span class="fullpost"> <br />
- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)<br />
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat. <br />
2. Glaukoma sekunder <br />
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.<br />
- Perubahan lensa <br />
- Kelainan uvea<br />
- Trauma<br />
- bedah<br />
3. Glaukoma kongenital<br />
- Primer atau infantil<br />
- Menyertai kelainan kongenital lainnya <br />
4. Glaukoma absolut<br />
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. <br />
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.<br />
Berdasarkan lamanya :<br />
1. GLAUKOMA AKUT<br />
a. Definisi<br />
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.<br />
b. Etiologi<br />
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.<br />
c. Faktor Predisposisi<br />
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.<br />
d. Manifestasi klinik<br />
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .<br />
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.<br />
3). Tajam penglihatan sangat menurun.<br />
4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.<br />
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.<br />
6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.<br />
7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.<br />
8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.<br />
9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.<br />
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.<br />
11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.<br />
e. Pemeriksaan Penunjang<br />
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.<br />
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.<br />
f. Penatalaksanaan<br />
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.<br />
2. GLAUKOMA KRONIK<br />
a. Definisi<br />
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.<br />
b. Etiologi<br />
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.<br />
c. Manifestasi klinik<br />
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.<br />
d. Pemeriksaan Penunjang<br />
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.<br />
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.<br />
e. Penatalaksanaan<br />
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.<br />
D. PATHWAY GLAUKOMA<br />
Usia > 40 th<br />
DM<br />
Kortikosteroid jangka panjang<br />
Miopia<br />
Trauma mata<br />
<br />
<br />
<br />
Obstruksi jaringan peningkatan tekanan <br />
Trabekuler Vitreus<br />
<br />
<br />
<br />
Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan<br />
Cairan humor aqueous<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Gangguan saraf optik tindakan operasi<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Perubahan penglihatan <br />
Perifer<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Kebutaan<br />
<br />
E. ASUHAN KEPERAWATAN<br />
1). Pengkajian<br />
a) Aktivitas / Istirahat : Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.<br />
b) Makanan / Cairan : Mual, muntah (glaukoma akut)<br />
c) Neurosensori : Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).<br />
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).<br />
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.<br />
Tanda :<br />
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.<br />
Peningkatan air mata.<br />
d) Nyeri / Kenyamanan :<br />
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)<br />
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).<br />
e) Penyuluhan / Pembelajaran<br />
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.<br />
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.<br />
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.<br />
2). Pemeriksaan Diagnostik<br />
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.<br />
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.<br />
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)<br />
(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.<br />
(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.<br />
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma. <br />
(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.<br />
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.<br />
(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.<br />
F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi<br />
a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.<br />
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang<br />
Kriteria hasil :<br />
- pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri <br />
- pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang<br />
- ekspresi wajah rileks<br />
Intervensi :<br />
- kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri <br />
- kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik<br />
- anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang<br />
- atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.<br />
- Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO<br />
- Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan<br />
- Berikan analgesik sesuai anjuran<br />
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.<br />
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal<br />
Kriteria Hasil:<br />
- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan<br />
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.<br />
Intervensi :<br />
- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan<br />
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan<br />
- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis<br />
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.<br />
- Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi<br />
c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.<br />
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang<br />
Kriteria Hasil:<br />
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.<br />
- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah<br />
- Pasien menggunakan sumber secara efektif<br />
Intervensi : <br />
- Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.<br />
- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.<br />
- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.<br />
- Identifikasi sumber/orang yang menolong.<br />
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.<br />
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.<br />
Kriteria Hasil:<br />
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.<br />
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit<br />
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.<br />
Intervensi : <br />
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi, <br />
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.<br />
- Izinkan pasien mengulang tindakan.<br />
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.<br />
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, <br />
jantung tak teratur dll.<br />
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup<br />
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong, menggunakan baju ketat dan sempit.<br />
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.<br />
- Tekankan pemeriksaan rutin.<br />
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982<br />
2. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.<br />
3. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992<br />
4. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000<br />
5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998<br />
6. Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah EGC. Jakarta 2002<br />
</span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-36531795943966238202011-04-10T17:46:00.000-07:002011-04-10T17:46:26.850-07:00TEHNIK MENGATASI NYERI “DISTRAKSI”PENGERTIAN<br />
Suatu metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain , sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami.<br />
MACAM-MACAM TEHNIK DISTRAKSI<br />
1. Bernafas pelan-pelan<br />
2. Masase sambil menarik nafas pelan<br />
3. Mendengarkan lagu sambil menepuk-nepukan jari/kaki<br />
<span class="fullpost"> <br />
4. Membayangkan hal-hal yang indah sambil menutup mata<br />
5. Menonton TV (acara kegemaran)<br />
<br />
BIMBINGAN IMAJINASI (GUIDED IMAGERY)<br />
1. Bina Hubungan saling percaya<br />
2. Jelaskan prosedur : tujuan, posisi, waktu, dan peran perawat sebagai pembimbing.<br />
3. Anjurkan klien mencari posisi yang nyaman menurut klien<br />
4. Duduk dengan klien tetapi tidak mengganggu.<br />
5. Lakukan pembimbingan dengan baik terhadap klien.<br />
6. Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah atau tidak nyaman, perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien siap.<br />
Minta klien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indra dengan suara yang lembut.<br />
Ketika klien rileks, klien berfokus pada bayangannya dan saat itu perawat tidak perlu bicara lagi.<br />
Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah atau tidak nyaman, perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien telah siap.<br />
Relaksasi akan mengenai seluruh tubuh. Setelah 15 menit, klien harus memperhatikan tubuhnya, lalu catat daerah yang tagang dan daerah ini akan digantikan dengan relaksasi. Biasanya klien rileks setelah menutup mata atau mendengarkan musik yang lembut sebagai background yang membantu.<br />
Catat hal-hal yang digambarkan klien dalam pikiran untuk digunakan informasi spesifik yang diberikan klien dan tidak membuat perubahan pernyataan klien.<br />
</span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-83258023315081255942011-01-31T22:51:00.000-08:002011-01-31T22:58:23.359-08:00ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SECTIO CAESERA PRESENTASI BOKONGA. Pengertian <br />Sectio sesarea atau persalinan caesarea didefinisikan sebagai melahirkan janin melalui incisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histereotami) obstetri wiliam. <br />Bayi dengan presentasi bokong lebih sering dilakukan dengan Sectio caesaria sebagai contoh tahun 1985 79 % dari semua bayi dengan presentasi bokong disectio (Taffel dkk, 1987) <br />Presentasi bokong adalah letak memenjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah. Sacrum kanan adalah presentasi bokong dengan sacrum janin ada di kuadran kanan depan panggul ibu dan diameter bitrochanterica janin berada pada diameter abligua dexra panggul ibu. Dari ketiga definisi diatas disimpulkan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat incisi pada dinding abdomen dan uterus. <br /><br />Insidensi <br />Presentasi bokong dalam persalinan terdapat 3 sampai 4 persen kehamilan. Insidensinya berkurang mendekati cukup bulan dan bertambah pada persalinan prematur. <br /><span class="fullpost"><br />Etiologi presentasi bokong adalah : <br />- Phematoritas <br />- Air ketuban yang berlebihan <br />- Kehamilan ganda <br />- Placenta sempit <br />- Fibromyoma <br />- Hydrocephalus <br />- Janin besar <br /><br />Ada empat macam presentasi bokong <br />1. Sempurna : Flexi pada paha dan lutut <br />2. Murni : Flexi pada paha , oxtensi pada lutut <br />3. Kaki : Satu atau dua kaki, dengan extensi pada paha dan lutut. <br /> Kaki merupakan bagian terendah <br />4. Lutut : Satu atau dua lutut dengan extensi pada paha flexi pada <br /> lutut bagian terendahnya adalah lutut <br />Mekanisme persalinan presentasi bokong : <br />1. Bokong dan tungkai bawah <br />2. Bahu dan lengan <br />3. Kepala <br />Indikasi Sectio Caesarea adalah terdiri dari <br />a. Indikasi absolut antara lain <br />Panggul sempit dan destrucia mekanis terdiri dari <br />- Dispcoporsi fetopelvik yaitu fetus tumbuhnya terlampau besar ada ketidak seimbangan relatif antara ukuran bayi dan ukuran pelvis <br />- Malposisi dan malpresentasi adalah bagian terbesar dari peningkatan insidensi Sectio Caesarea dalam kelompok ini berkaitan dengan presentasi bokong <br />- Disfungsi uterus adalah mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasi, inertia, cincin kontraksi dan ketidakmampuan dilatasi servix. Partus menjadi lama dan kemajuannya mungkin terhenti sama sekali sering disertai disproporsi dan mal presentasi <br />- Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal tidak mungkin terlaksana <br />- Persalinan tidak dapat maju karena kontraksi uterus yang tidak efektif. Pelvis yang jelek, bayi yang besar atau defleksi kepala bayi <br /><br />b. Indikasi relatif adalah kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa, sehingga kelahiran lewat sectio caesaria akan lebih aman bagi ibu dan bayi <br />B. Patofisiologi <br />Sectio caesaria pada sebagian besar negara ada kebiasaan yang dipraktekkan akhir-akhir ini yaitu setelah prosedur pembedahan caesaria dikerjakan maka semua kehamilan mendatang harus diakhiri dengan cara yang sama. Akan tetapi pada kondisi tertentu ternyata bisa dilakukan dial of labor dengan persalinan lewat vagina. <br />Histerutumi adalah kehamilan dalam uterus akan disertai bahaya ruptura uteri bila kehamilan sebelumnya diakhiri dengan histerotomi. <br />Indikasi fetal : <br />1. Gawat janin <br />2. Cacat atau kematian janin selanjutnya <br />3. Infusiensi placenta <br />4. Diabetes maternal <br />5. In kompabilitas rhesus <br />6. Post mortem caesarea <br />7. Infeksi virus herpes pada traktur genital <br /><br />Kontraindikasi <br />Sectio caesaria tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut :<br />1. Kalau janin sudah mati atau benda dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan hidup kecil <br />2. Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi luas dan fasilitas caesaria extrapert tidak tersedia <br />3. Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya tidak menguntungkan bagi pembedahan atau kalau tidak ada tenaga asisten yang memadai <br />Type-type Sectio caesaria <br />a. Segmen bawah : Incisi Melintang <br />b. Segmen bawah ; Membujur <br />c. Sectio Caeserea Klasik <br />d. Sectio Caeserea Extraparituneal <br />Faktor yang menambah resiko mortalitas matertial adalah <br />1. Umur diatas 30 tahun <br />2. Grandemultiparitas <br />3. Obesitas, BB melebihi 200 pound <br />4. Partus lama <br />5. Ketuban pecah dini <br />6. Pemeriksaan vaginal yang sering <br />7. Status sosial ekonomi yang rendah <br /><br />Sebab-sebab kelemahan ibu <br />1. Perdarahan <br />2. Infeksi <br />3. Anastesia <br />4. Emboli paru-paru <br />5. Kegagalan ginjal akibat hipotensi yang lama <br />6. Obstruksi intenstinal dan ileus Paralitik <br />7. Decompensasi Cardis <br />8. Toxemia Gravidarum <br />9. Ruptura jaringan acatrix uterus <br />10. Sebab-sebab lain yang tidak ada hubungannya dengan operasi <br /><br />Pencegahan infeksi <br />Insiden infeksi dapat dikurangi dengan penggunaan antibiotik sebagai tindakan profilaktik <br /> Faktor- faktor Resiko tinggi <br />1. Sebelum sectio caesare sudah terdapat proses persalan – khususnya kalau terdapat partus lama, ketuban pecah dini dan sudah dilakukan bebeapa kali pemeriksaan pelvix <br />2. Anemia, haematokrit dibawah 30 %<br />3. Obesitas <br /><br />C. Penatalaksanaan <br />1. Perawatan perioperatif <br />2. Pemberian cairan infus, termasuk transfusi darah selama dan sesudah sectio caesare<br />3. Penyuntikkan preparat analgetik <br />4. Mengobservasi tekanan darah <br />5. Mengobservasi urin yang keluar <br />6. Ambulasi <br />7. Perawatan luka <br />8. Laboratorium <br /><br />D. Pengkajian <br />Pengkajian pada klien dengan presentasi bahaya <br />a. Sirkulasi, hipertensi dan perdarahan pervagina <br />b. Integritas ego, dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan atau infeksi n negatif pada kemampuan sebagai wanita <br />c. Eliminasi terpasang kateter usin <br />d. Makanan / Cairan <br />Abdomen lunak, tidak ada distensi awal<br />e. Neurosensori, keterbatasan gera dan sensorik dibawah spinal anastesi. <br />f. Nyeri / ketidaknyamanan, mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya trauma bedah / incisi, nyeri tekan penyert, distensi kandung kemih / abdomen efek anastesi)<br />g. Pernafasan , bunyi paru jelas dan vesikuler <br />h. Keamanan, balutan abdomen dapat sedikit noda atau kering dan utuh <br />i. Seksualitas, fundus <br />E. Diagnosa keperawatan <br />1. Kurang pengetahuan . kebutuhan belajar mengenai prosedur pembedahan b/d berkurangnya informasi <br />2. Nyeri b/d trauma pembedahan, efek anastesi, distensi kandung kemih, abdomen<br />3. Resiko terhadap cedera b/d efek-efek anastesi trauma jaringan <br />4. Resiko terhadap infeksi. b/d trauma jaringan <br />5. Perubahan eliminasi urine b/.d trauma mekanisme normal <br />6. Kurang perawatan dini b/d ketidaknyamanan fisik <br /></span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-66993904572218662232010-12-31T00:14:00.000-08:002010-12-31T00:29:14.753-08:00ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIAA. KONSEP DASAR<br />1. Anatomi dan Fisiologi Darah <br />”Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid yang mengandung elektrolit”.(Sylvia,1997:223)<br />“Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian.” (Evelyn.C,2004.133)<br />Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa darah adalah suatu jaringan cair yang terdiri atas dua bagian dan di bentuk dari suspensi partikel dalam larutan koloid cair.<br />Fungsi darah terdiri atas :<br />a. Sebagai alat pengangkut, yaitu :<br />1) Mengambil oksigen atau zat pembakar dari paru-paru utuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.<br />2) Mengangkat karbon dioksida dari jaringan untukk dikeluarkan melalui paru-paru.<br />3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan atau alat tubuh.<br />4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit atau ginjal<br /><br /><span class="fullpost"><br /><br />b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun di dalam tubuh dengan perantara leukosit dan antibodi.<br />c. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.<br /> Jika dilihat begitu saja maka darah merupakan zat cair yang warnanya merah, tetapi apabila dilihat di bawah miskroskop maka nyatalah bahwa di dalam darah merah terdapat benda-benda kecil bundar yang disebut sel-sel darah merah, sedangkan cairan berwarna kekuning-kuningan di sebut plasma, jadi sel darah merah tersusun atas dua bagian, yaitu:<br />a. Plasma darah terdiri atas :<br />1) Air : 91,0 %<br />2) Protein : 8,0 % ( albumin, globulin, protombin, fibrinogen)<br />3) Mineral : 0,9 % (natrium khlorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium, fosfot, magnesium dan besi )<br />4) Bahan organik : 0,1 % (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin,kolesterol dan asam amino)<br />b. Sel darah, terdiri dari :<br />1) Eritrosit (sel darah merah)<br /> Bentuknya seperti cakram atau bikonkaf, cekung pada kedua sisinya dan tidak mempunya inti, ukuran diameternya kira-kira 7,7 unit(0,0007 mililiter), tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira lima juta dalam 1 mm3, warnanya kuning kemerah-merahan, karena di dalamnya mengandung suatu zat yag di sebut hemoglobin, warna ini akan bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk di keluarkan melelu paru-paru<br /> Pengikatan oksigen dan karbon dioksida ini dikerjakan oleh hemoglobin yang bersenyawa dengan oksigen yang disebut oksihemoglobin, jadi oksigen diangkat dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang nantinya setelah tiba di jaringan, akan dilepaskan dan seterusnya Hb tadi akan mengikat dan bersenyawa dengan karbon- dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin , yang mana karbon- dioksida tersebut aka di lepaskan di paru-paru.<br /> Sel darah merah di buat di dalam tubuh, yaitu di dalam sumsum tulang merah, limpa dan hati , yang kemudian akan beredar di dalam tubuh selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar Dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat, yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat di dalam eritrosit yang berguna untuk mengikat oksigen dan karbon dioksida. Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100cc darah. Normal Hb wanita 11,5% dan Hb laki-laki 13% mg .<br /> Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah bisa berkurang, demikian juga hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila kedua-duanya berkurang maka keadaan ini disebut anemia yang biasanya di sebabkan oleh perdarahan yang hebat, penyakit melisis eritrosit dan pembuatan eritrosit sendiri terganggu.<br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2.1<br />Sel darah merah<br /><br />2) Leukosit (sel darah putih)<br /> Bentuk dan sifat leukosit berlainan dengan eritrosit, bila kita lihat di bawah miskroskop maka akan terlihat bentuknya yang berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu(pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening( tidak berwarna), banyaknya dalam 1mm3 darah kira 6000-9000.<br /> Fungsi dari leukosit sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES<br />(system retikuloendotel, tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe.sel leukosit di samping berada did lam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia..Jika terdapat penyakit yang di sebabkan oleh masuknya kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya,hal ini di sebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah kurang dalam darah melebihi 10000/mm3 disebut leukositosis dan kurang dari 6000/mm3 di sebut leukopenia.<br />Tabel 2.1<br />Macam -macam leukosit<br />Tipe Gambar Diagram % dalam tubuh manusia Keterangan<br />Neutrofil<br /> <br /> <br />65% Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.<br />Eosinofil<br /> <br /> <br />4% Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.<br />Basofil<br /> <br /> <br /><1% Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.<br /><br />Limfosit<br /> <br /> <br />25% Limfosit lebih umum dalam sistem limfa. Darah mempunyai tiga jenis limfosit: <br />Sel B: Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu menghancurkannya. (Sel B tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat patogen, tapi setelah adanya serangan, beberapa sel B akan mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan antibodi sebagai layanan sistem 'memori'.) <br />Sel T: CD4+ (pembantu) Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam infeksi HIV) sarta penting untuk menahan bakteri intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat membunuh sel yang terinfeksi virus. <br />Sel natural killer: Sel pembunuh alami (natural killer, NK) dapat membunuh sel tubuh yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah terinfeksi virus atau telah menjadi kanker. <br /><br />Monosit<br /> <br /> <br />6% Monosit membagi fungsi "pembersih vakum" (fagositosis) dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan: memberikan potongan patogen kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat membuat tanggapan antibodi untuk menjaga.<br />Makrofag<br /> <br /> <br />(lihat di atas) Monosit dikenal juga sebagai makrofag setelah dia meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan.<br />(sumber: www.google.com,04 agustus 2007)<br /><br /><br /><br /><br />3) Trombosit ( sel pembeku darah)<br />Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat, ada yang lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm3<br /> Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan yangterus-menerus. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis, trombosit kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan darh , yaitu kalsium dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapatkan luka..<br /> Kalau kita luka maka darah akan keluar, trombosit pecah dan mengeluarkan zat yang di sebut trombokinase. Trombokinase ini akan bertemu dengan protombin dengan pertolongan kalsium akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu pula dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protombin dibuat di hati dan untuk pembuatannya di perlukan vitamin K , dengan demikian vitamin K penting untuk pembekuan darah.<br /><br />2. Konsep Dasar Anemia <br />a. Pengertian <br />“Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat”.(Nelson ,2000:1680)<br />“Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan dalam 100 ml darah”.(Ngastiyah,1997:358)<br />“Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) perseratus milliliterdarahkurangdarinormal”.(ummusalma(2007), wordpress.com ,2 Agustus 2007).<br />Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa anemia adalah penurunan sel darah merah, kuantitas Hb dan hematokrit perseratus milliliter darah di bawah rentang nilai yamg berlaku untuk orang normal.<br />b. Etiologi<br />1) Defisiensi besi <br />2) Kegagalan sumsum tulang <br />3) Kehilangan darah akut/kronis<br />4) Bahan kimia dan obat<br />5) Defesiensi vitamin B12 dan asam folat<br />6) Idiopatik merupakan penyebab utama<br />c. Patofisiologi <br />Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah berlebihan atau keduannya. Kegagalan sumsum (misalnya eritropoesis) dapat terjadi karena kekurangan nutrisi, pajanan toksis, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis(destruksi). Pada hemolisis masalah dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.<br />Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutam dalam hati dan limpa. Sebagai hasil proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah akan segera direfleksiskan dengan peningkatan bilirubin plasma. Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang. Kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikhterik pada sklera.<br />Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam airkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma( protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan terdifusi ke dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Jadi tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien hemolisis<br />d. Klasifikasi <br />Anemia di klasifikasikan menjadi dua bagian besar, yakni:<br />1) Berdasarkan etiopatogenesis( etiologi dan patogenesis), yaitu :<br />a) Anemia kehilangan darah (anemia perdarahan)<br />b) Anemia karena gangguan pembentukkan sel darah merah<br />c) Anemia karena peningkatan destruksi sel darah merah<br />2) Berdasarkan morfologi darah tepi ada dua gambaran yang penting untuk menentukan jenis anemia yang terjadi, yaitu: volume sel darah merah dan konsentrasi Hb. Dengan menghitung kedua nilai di atas dapat ditentukan 3 jenis morfologi sel darah tepi, yaitu:<br />a) Anemia normositik nornokrom, dimana sel-sel darah merah berukuran dan berbentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisi, penyakit kronik termasuk infeksi .<br />b) Anemia makrositik normokrom , dimana makrositik berarti bahwa sel-sel darah merah lebih besar dari normal (sel darah merah meningkat dan hemoglobin normal) ini di akibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintensis asam nukleat DNA, seperti yang di temukan pada defisiensi vitamin B 12 dan asam folat, ini juga dapat terjadi pada kemoterapi kanker , sebab agen-agen yang di gunakan mengganggu metabolisme sel.<br />c) Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin yang kurang dari normal ( sel darah merah berkurang dan hemoglobin berkurang). Ini umunnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem(besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan dimana kehilangan darah kronik atau gangguan sintesis globin, seperti thalasemia .<br />e. Manifestasi klinis<br />Selain beratnya anemia, berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya gejala:<br />1) Kecepatan kejadian anemia<br />2) Durasinya<br />3) Kebutuhan metabolisme pasien yang bersangkutan<br />4) Adanya kelainan atau kecacatan.<br />5) Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabakan anemia.<br />Tanda dan gejala lainnya adalah lemas, pusing , mata berkunang-kunang , terlihat pucat , palpitasi , sesak napas, nyeri dada.<br />f. Pemeriksaan diagnostik <br />Berbagai uji hematologist di lakukan untuk menentukan jenis dan penyebab anemia.uji tersebut meliputi:<br />1) Jumlah darah lengkap : hemoglobin dan hematokrit menurun<br />2) Jumlah eritrosit : menurun <br />3) Jumlah retikulosit : menurun <br />4) Perwarnaan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk <br />5) Masa hidup SDM : berguna dalam membedakan diagnosa anemia<br />6) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM,mungkin<br />meningkat atau mungkin menurun<br />7) Trombosit : menurun(aplastik) ,normal atau tinggi<br />(hemolitik)<br />8) Pemeriksaan endoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan <br />9) Aspirasi sumsum tulang atau pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah ,ukuran dan bentuk ; membedakan tipe anemia<br />g. Manajeman medis<br /> Dengan memberikan supleman nutrisi (vitamin B12, asam folat dan besi), memberikan transfusi darah ,dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus yang tersedia, dan pembedahan untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan .<br />h. Dampak anemia terhadap kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk holistik <br />1) Aktivitas<br />Pada klien dengan anemia biasanya di temukan keletihan, kelemahan, penurunan semangat untuk bermain dan lebih benyak tidur. Hal ini disebabkan oleh suplai darah dan oksigen ke jaringan perifer menurun menjadikan metabolisme anaerob pada otot sehingga terjadi peningkatan asam laktat yang menjadikan kelemahan.<br />2) Sirkulasi <br />Dengan adanya kekurangan oksihemoglobin yang berlangsung lama jantung menjadi kurang mampu menyuplai darah ke jaringan yang mengalami hipoksia. Jantung kemudian mengalami pembesaran. Hal ini menyebabkan peningkatan frekuensi jantung , kemudian akan menimbulkan peningkatan nadi, perubahan warna kulit dan membran mukosa,bunyi jantung tidak teratur .<br />3) Nyeri<br />Pada umunya pasien dengan anemia nafsu makannya buruk, anoreksia, pasien malas mengunyah makanan , hal ini disebabkan pula karena adanya nyeri mulut atau lidah. Dari hal tersebut akan menimbulkan membran mukosa kering, turgor kulit buruk yang akhirnya terjadi penurunan berat badan<br /><br />4) Keamanan dan kenyamanan <br />Pada pasien dengan anemia gangguan rasa nyaman mungkin dirasakan karena pasien sering dilakukan pemeriksaan darah atau diberikan suntikan, sering setelah diberikan suntikan atau transfusi atau pengambilan darah timbul perdarahan dan jika pasien diberikan transfusi darah kemungkinan akan timbul reaksi alergi. Apabila hemoglobin rendah, oksigen dan nutrisi tidak dapat beredar secara adekuat, maka dapat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap dingin atau panas, penyembuhan luka yang buruk serta kemungkinan terjadinya infeksi.<br />5) Eliminasi <br />Dengan nafsu makan yang buruk menyebabkan kurangnya asupan makanan dan peristaltik usus menurun, hal ini dapat menyebabkan konstipasi , dari hal ini ditandai dengan distensi abdomen.<br />6) Pengetahuan <br />Pasien dengan anemia memerlukan pengobatan dan perawatan yang panjang dan berkesinambungan, dengan kondisi yang lemah ditambah dengan keyakinan agama dan budaya yang mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah, menyebabkan masukkan informasi tentang penyakit dan perawatan kurang efektif sehingga pengetahuan yang didapat rendah dan dapat menyebabkan regimen terapeutik tidak efektif. <br />i. Dampak anemia terhadap pertumbuhan dan perkembangan<br />Anemia menyebabkan kepucatan ringan pada warna kulit, biasanya yang paling terlihat pucat adalah warna bibir, garis kelopak mata(konjungtiva) dan kuku jari. Anak yang anemia juga menjadi peka,agak lemas atau mudah lelah. Dampak anemia berat pada anak-anak akan menimbulkan napas pendek-pendek, mempunyai denyut jantung yang cepat dan pembengkakan pada kaki dan tangan , jika terus berlanjut akan berdampak pada mengganggu pertumbuhan anak.<br />Dampak pada anak-anak yang tidak anemia tetapi masih kekurangan zat besi , anak tersebut akan mengalami penurunan napsu makan , menjadi peka, rewel, dan malas yang akan berdampak pada kertelambatan perkembangan klien<br />3. Konsep pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra school<br />a. Pengertian tentang proses tumbuh-kembang<br />Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah , ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang biasa di ukur dengan ukuran berat(gram,ons,kg), ukuran panjang (cm,m),umur tulang dan keseimbangan metabolik.<br /> Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan, yang menyangkut adanya proses deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan, organ-organ dan sistem untuk memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya.<br /> Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik,sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ atau individu , walaupun demikian , kedua peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan pada setiap individu.(Soetjiningsih,1998.1) <br />b. Aspek pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia pra school<br />1) Pertumbuhan pada anak usia pra school <br />Tabel .2.2<br />Pertumbuhan pada anak usia pra school<br /><br />Usia Penambahan Badan dan rata-rata berat badan Penambahan tinggi badan dan tinggi bada rata-rata Keadaan tubuh<br />3 tahun 1,8 sampai 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg Penambahan tinggi badan umunya 7,5 cm dan rata-rata tinggi badan 95 cm Telah mencapai kontrol malam hari terhadap usus dan kandung kemih <br />4 tahun 1,8 sampai 2,7 kg dan rata-rata BB 16,7 kg Penambahan tinggi badan umunya 7,5 cm dan rata-rata tinggi badan 103 cm Frekuensi nadi dan pernapasan menurun sedikit demi sedikit<br />5 tahun 1,8 sampai 2,7 kg dan rata-rata BB 18,7 kg Penambahan tinggi badan umunya 7,5 cm dan rata-rata tinggi badan 110 cm Penggunaan tangan primer terbentuk (kira-kira 90% adalah pengguna tangan kanan), pemunculan gigi geligi permanen dapat terjadi <br />(sumber: Wong,2004:192)<br />2) Tahap perkembangan pada anak usia pra school <br />a) Tahap perkembangan psikososial menurut Freud<br />Pada usia pra school terjadi fase falik dimana selama fase ini, genetalia menjadi area yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya perbedaan alat kelamin. Secara psikologis pada fase ini mulai berkembang superego, yaitu anak mulai berkurang sifat egosentrisnya.<br />b) Tahap perkembangan psikososial menurut Erikson<br />Pada tahap ini terjadi perkembangan inisitif dimana anak memperolehnya dengan cara mengkaji melalui kemampuan indranya,. Anak mengembangkan keinginan dengan cara ekspolarasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebaga prestasi. Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi.<br /><br /><br />c) Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget <br />Pada tahap ini anak pra school berada pada fase peralihan antara preconceptual dan intuitive thought. Pada fase preconceptual, anak sering menggunakan satu istilah untuk beberapa orang yang punya ciri sama, misalnya menyebut nenek untuk setiap wanita tua, sudah bongkok dan memakai tongkat. Sedangkan pada fase intuitive thought, anak sudah bisa memberi alasan pada tindakan yang dilakukannya .<br />d) Tahap perkembangan moral menurut Kohlberg<br />Pada tahap ini anak berada pada fase preconventional dimana anak akan belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budayanya sebagai dasar dalam peletakan nilai normal. Fase ini terdiri atas tiga tahapan, tahap satu didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa yang saya mau,rasa cinta dan kasih sayang akan menolong memahami tentang kebaikan, dan sebaliknya ekspresi kurang perhatian bahkan membencinya akan membuat mereka mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi hukuman dan ketaatan, baik dan buruk sebagai konsekuensi dari tindakan. Tahap ketiga anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai sesuatu kebaikan. <br />B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANEMIA<br />1. Pengkajian<br />a. Identitas<br />Identitas klien, meliputi: nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, tanggal masuk, tanggal pegkajian, alamat, nomor RM, diagnosa medis, identitas penanggung jawab, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, hubungan dengan klien .<br />b. Keluhan utama <br />Pada klien dengan anemia biasanya mengeluh pusing <br />c. Riwayat kesehatan sekarang<br />Biasanya klien dirawat karena adanya rasa pusing, kelenahan, kelelahan, sesak, tampak pucat, adanya perdarahan yang sudah lama ataupun baru.<br />d. Riwayat kesehatan yang lalu<br />Apakah klien pernah mengalami penyakit anemia sebelumnya, pernah dirawat sebelumya atau tidak.<br />e. Riwayat kesehatan keluarga<br />Ditanya apakah ada keluarga yang mempunyai anemia atau penyakit kelainan darah yang lainnya.<br />f. Riwayat tumbuh kembang <br />Pertumbuhan akan terganggu karena adanya penurunan berat badan akibat nafsu makannya yang buruk Perkembangan akan terganggu karena terganggunya fungsi kognitif dan motorik akan terganggu karena adanya penurunan asupan makanan dan gangguan dalam suplai darah dan oksigen ke otak .<br />g. Pemeriksaan fisik<br />1) Tanda-tanda vital <br />Pada klien dengan anemi terjadi peningkatan tekanan darah sistolik, nadi, frekuensi dan napas.<br />2) Pemeriksaan sistematis<br />Pemeriksaan yang dilakukan adalah head to toe.<br />a) Kepala, biasanya terdapat finger print pada dahi<br />b) Mata, pemeriksaa palpabra bengkak , kongjungtiva anemis, sklera ikterik.<br />c) Mulut, pada klien dengan anemia ditemukan membran mukosa mulut kering, bibir pucat, terdapat inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah.<br />d) Dada dan pernapasan, pada klien dengan anemia ditemukan napas pendek pada istirahat dan takipnea,dispnea dan ortopnea.<br />e) Abdomen, pada abdomen akan di temukan distensi abdomen<br />f) Integumen, pada klien dengan anemia biasanya di temukan turgor kulit buruk , kulit kering, tampak kisut /hilang elastisitasnya, perhatikan adanya perdarahan intra cutan , ekimosis, dan sianosis.<br />g) Lengan dan tungkai, terdapat edema. Rentang gerak pada klien dengan anemia biasanya menurun karena kelemahan, keletihan , dan malaise umun, terdapat akral dingin, capiary refiil lebih dari 2 detik.<br />h. Pemeriksaan penunjang <br />Berbagai uji hematologis dilakukan untuk menentukan jenis dan penyebab anemia. Uji tersebut meliputi:<br />1) Jumlah darah lengkap : hemoglobin dan hematokrit menurun<br />2) Jumlah eritrosit : menurun <br />3) Jumlah retikulosit : menurun <br />4) Perwarnaan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk <br />5) Masa hidup SDM : berguna dalam membedakan diagnosa anemia<br />6) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM,mungkin<br />meningkat atau mungkin menurun<br />7) Trombosit : menurun(aplastik) ,normal atau tinggi<br />(hemolitik)<br />8) Pemeriksaan endoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan <br />9) Aspirasi sumsum tulang atau pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah ,ukuran dan bentuk ; membedakan tipe anemia<br /><br /><br />i. Therapy <br />Terapi yang diberikan sesuai dengan keadaan klien setelah di lakukan pemeriksaan penunjang secara spesifik<br />2. Diagnosa keperawatan <br />a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen untuk pengiriman oksigen atau nutrisi ke sel<br />Intervensi Rasional<br />1 Awasi tanda vital, pengisian kapiler , warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku<br /> <br />2 Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi<br /><br /><br /><br />3 Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dantubuh hangat sesuai indikasi<br />4 Awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi napas.<br /><br />Kolaborasi:<br />5 Awasi pemeriksaa laboratorium,misal Hb,Ht dan jumlah SDM<br />6 Berikan SDM darah lengkap, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat utuk komplikasi transfusi 1. Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi<br />2. meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler sesuai dapat mencegah terjadinya peningkatan TIK<br />3. vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer <br /><br />4. dispnea menunjukkan GJK karena regangan jantung lamam atau peningkatan kompensasi curahjantung <br />5. mengidentifikasikan dan kebutuhan pengobatan atau respon terhadap terapi<br />6. meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.<br /><br /><br />b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna.<br />Intervensi Rasional<br />1. Kaji riwayat nutrisi ,termasuk makanan yang di sukai<br />2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien<br /><br />3. Timbang BB tiap hari<br /><br />4. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan makan diantara waktu makan 1 Mengindemtifikasi defisiensi, menentukkan intervensi selanjutnya <br />2 Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekuangan konsumsi makanan<br />3 Mengawasi penurunan BB atau efektifitas intervensi nutrisi <br />4 Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukkan juga mencegah distensi gaster <br /><br />c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit<br />Intervensi Rasional<br />1. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti luka, garis jahitan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi<br />2. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan cuci tangan yang baik<br />3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya deman<br /><br />4. Lakukan perawatan luka; ganti balutan<br />Kolaborasi:<br />5. Berikan antiseptik topical, antibiotik 1 Dengan observasi dapat mendeteksi dini perkembangan infeksi dan memungkinkan untukl melakukan tindakan dengan segera dan mencegah terjadinya komplikasi<br /><br />2 Cara pertama untuk menhindari terjadinya infeksi nasokomial<br /><br />3 Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya<br />4 Dengan perawatan luka dapat mencegah terjadinya infeksi<br /><br />5 Mungkin digunakan secara prolaktif untuk menurunkan kolonisasi.<br /><br /><br />d. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan defisit nutrisi<br />Intervensi Rasional<br />1 Kaji intergritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat,eritema<br />2 Lakukan perawatan luka dengan teknik septiik dan antiseptic<br />3 Ubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tdak bergerak atau di tempat tidur.<br /><br />4 Gunakan alat pelindung , misal kasur tekanan udara,air, pelindung tumit atau siku dan bantal sesuai indikasi 1. memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan untuk menentukkan intervensi lebih lanjut<br />2. membantu penyembuhan luka tepat atau sesuai dengan waktunya<br />3. meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit, membatasi iskemia jaringan atau mempengaruhi hipoksia seluler.<br />4. Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah atau menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.<br /><br />e. Intoleran aktivitas berhubugan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan<br />Intervensi Rasional<br />1. Kaji kehilangan atau gangguan jalan dan kelemahan otot<br />2. observasi tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah aktivitas.<br />3. Berikan lingkungan yang tenang.pertahankan tirah baring bila di indikasikan<br />4. Gunakan teknik penghematan energi , seperti: mandi dengan duduk dan bantu dalam perawatan diri klien 1 Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B 12 mempengaruhi adanya kelemahan<br />2 Manifestasi dari kardio pulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah O2 adequat ke jaringan <br />3 Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan O2 tubuh <br />4 Mendorong pasien melakukan banyak hal dengan membatasi penyimpanan energi dan mencegah<br /><br />f. Konstipasi berhubungan dengan penurunan masukan oral<br />Intervensi Rasional<br />1. Observasi warna, feses, konsistensi , frekuensi dan jumlah.<br />2. Auskulasi bising usus<br /><br /><br />3. Hindari makanan yang berbentuk gas<br />4. Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang dengan tinggi serat dan bulk<br /><br /><br /><br />5. Berikan pelembek feses , stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk 1 Membantu mengindentifikasi penyebab konstipasi dan intervensi yang tepat .<br />2 Bunyi usus secara umun meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.<br />3 Menurunkan distensi gastrik dan distensi abdomen.<br />4 Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai peragsang untuk defekasi.<br />5 Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.<br /><br />g. Resiko tinggi regimen terapeutik tidak efektif berhubngan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang proses penyakit.<br />Intervensi Rasional<br />1. Tinjau situasi saat ini, proses penyakit dan pengobatan.<br /><br /><br />2. Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.<br /><br />3. Diskusikan faktor pencetus.<br /><br /><br />4. Jelaskan kerentanan terhadap infeksi.<br />5. Sarankan minum obat dengan makanan atau segera setelah makanan. 1 Meskipun klien telah mempunyai penyakit sejak masa anak-anak, perawat halus mengevaluasi pengetahuan saat ini.<br />2 Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.<br />3 Memberikan kewaspadaan kepada klien dan keluarga untuk lebih hati-hati.<br />4 Pada klien dengan anemia sangat rentan terkena infeksi.<br />5 Zat besi paling baik di absorpsi pada lambung kosong, namun dapat mengiritasi lambung dan dapat menyebabkn dyspepsia, diare dan distensi abdomen bila diminum saat lambung kosong.<br />(<br /><br /><br />3. Implementasi <br />Tindakan keperawatan mandiri merupakan tindakan yang dilakukan perawat tanpa pesanan dokter. Tindakan ini telah di tetapkan oleh standar praktik keperawatan. Intervensi keperawatan mencakup mengkaji klien, mencatat respon klien terhadap tindakan, melaporkan status klien ke petugas jaga berikutnya, dan mencatat respon klien terhadap asuhan keperawatan. Selain itu, perawat mengajarkan klien untuk mengubah posisi, melakukan rentang gerak, mengkaji status fisik klien, dan mengkaji aktivitas hidup sehari-hari.(Azis hidayat,2001:.38)<br />Pada klien dengan anemia yang dapat dilakukan ,antara lain mengobservasi tanda-tanda vital, mengobservasi keluhan pusing,,keluhan rasa dingin pada perifer, rasa lemas atau keletihan , sesak napas,dll.<br />4. Evaluasi <br />Evaluasi adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mempengaruhi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi memberikan informasi, sehingga memungkinkan revisi perawatan.(Azis hidaya,2001:41)<br />Pada klien dengan anemia dievaluasi adalah tanda vital stabil, membrane mukosa merah muda,capilary refill 2 detik, akral hangat,BB,meningkat, klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, pemahaman tentang proses penyakit bertambah.<br /></span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-70448523213890960082010-12-24T21:01:00.000-08:002010-12-31T00:41:33.613-08:00Syok Anafilaksis1. Definisi<br /> Reaksi syok anafilaksis adalah terjadinya reaksi renjatan (syok) yang memerlukan tindakan emergency karena bisa terjadi keadaan yang gawat bahkan bisa menimbulkan kematian. Kalangan awam menerjemahkan keracunan, padahal sesungguhnya adalah resiko dari tindakan medis atau penyebab lain yang disebabkan faktor imunologi. Perlu diingat bahwa reaksi alergi tidak semata ditentukan oleh jumlah alergen, namun pada kenyataannya setiap pemberian obat tertentu (umumnya antibiotika secara parenteral) dilakukan test kulit untuk melihat ada tidaknya reaksi alergi (Anonim, 2006).<br /> Dikatakan “medical error” apabila nyata-nyata seseorang yang mempunyai riwayat alergi obat tertentu tetapi masih diberikan obat sejenis. Karena itu penting untuk memberikan penjelasan dan cacatan kepada penderita yang mempunyai riwayat alergi, agar tidak terjadi reaksi syok anafilaksis.<br /><br />2. Penyebab (Anonim, 2006) :<br />a. Obat-obatan: <br />• Protein: Serum heterolog, vaksin,ektrak alergen <br />• Non Protein: Antibiotika,sulfonamid, anestesi lokal, salisilat. <br /><span class="fullpost"><br />b. Makanan: Kacang-kacangan, mangga, jeruk, tomat, wijen, ikan laut, putih telor, susu, coklat, zat pengawet. <br />c. Lain-lain: Olah raga, berlari, sengatan (tawon, semut) <br />3. Reaksi Tubuh:<br />a. Lokal: Urtikaria, angio-edema <br />b. Sistemik: <br />• Kulit/mukosa: konjungtivitis,rash,urtikaria <br />• Saluran napas: edema laring, spasme bronkus <br />• Kardiovaskuler: aritmia <br />• Saluran cerna: mual, muntah, nyeri perut, diare <br />4. Derajat Alergi:<br />a. Ringan:<br />Rasa tidak enak, rasa penuh di mulut, hidung tersumbat, edema pre-orbita, kulit gatal, mata berair.<br />b. Sedang:<br />Seperti di atas, ditambah bronkospasme<br />c. Berat (syok):<br />• Gelisah, kesadaran menurun <br />• Pucat, keringat banyak, acral dingin <br />• Jantung berdebar, nyeri dada, takikardi, takipneu <br />• Tekanan darah menurun, oliguri <br />5. Penatalaksanaan Reaksi Alergi (Anonim, 2006)<br />a. Ringan:<br />Stop alergen, beri Antihistamin<br />b. Sedang:<br />• Seperti di atas di tambah: aminofilin atau inj. Adrenalin 1/1000 0,3 ml sc/im, dapat diulang tiap 10-15 menit sampai sembuh, maksimal 3 kali. <br />• Amankan jalan nafas, Oksigenasi. <br />c. Berat:<br />• Seperti sedang ditambah: posisi terlentang, kaki di atas <br />• Infus NaCl 0,9% / D5% <br />• Hidrokortison 100 mg atau deksametason iv tiap 8 jam <br />• Bila gagal: beri difenhidramin HCl 60-80 mg iv secara pelan > 3 menit <br />• Jika alergen adalah suntikan, pasang manset di atas bekas suntikan (dilepas tiap 10-15 menit) dan beri adrenalin 0,1-0,5 ml im pada bekas suntikan <br />• Awasi tensi, nadi, suhu tiap 30 menit <br />• Setelah semua upaya dilakukan, jika dalam 1 jam tidak ada perbaikan rujuk ke RS<br /><br />ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SYOK<br /><br />A. PENGKAJIAN<br />Pengkajian menurut Gleadle (2005).<br /> Syok adalah manifestasi klinis yang penting. Syok harus segera dikenali dan diagnosis penyebabnya harus langsung ditegakkan secara akurat. Definisi syok adalah tidak cukupnya perfusi pada organ-organ vital. Bisa menimbulkan manifestasi tidak spesifik seperti malaise, pusing, pingsan dengan gejala dari penyebab yang mendasari. Etiologi tersering antara lain adalah hipovolemia (misalnya akibat perdarahan gastrointestinal), syok kardiogenik (akibat MI), emboli paru, anafilaksis, cedera intraabdomen, dan septikemia.<br /><br />Anamnesis<br />Kapan awal penyakit? Apa gejala?<br />Pernahkah ada nyeri dada, hemoptisis, atau sesak napas?<br />Adakah gejala yang menunjukkan penurunan volume?<br />Pernahkah terpajan alergen potensial (misalnya makanan, obat, bisa ular)?<br />Adakah gejala yang menunjukkan septikemia (misalnya demam, menggigil, berkeringat, infeksi lokak)?<br />Dapatkan anamnesis tambahan dari kerabat, khususnya jika pasien sakit sangat berat dan tidak mampu memberikan anamnesis yang jelas.<br /><br />Riwayat penyakit dahulu<br />Adakah riwayat episode syok sebelumnya?<br />Adakah riwayat penyakit jantung yang serius sebelumnya (misalnya MI)?<br />Adakah riwayat imunosupresi?<br />Adakah riwayat kelainan abdomen yang diketahui?<br /><br />Obat-obatan<br />Apakah pasien sedang mengkonsumsi atau baru saja mengkonsumsi kortikosteroid?<br />Apakah pasien mengkonsumsi obat dengan potensi anafilaktik?<br />Adakah kemungkinan overdosis obat kardiodepresan?<br /><br />Alergi<br />Adakah alergi pada pasien yang diketahui?<br /><br />Seperti pada pasien lain yang sakit berat, pastikan jalan napas terjaga, pasien bernapas adekuat, dan lakukan pemeriksaan fisik lengkap. Khususnya, periksa tanda-tanda syok.<br /> Denyut nadi : takikardia atau bahkan bradikardia.<br /> TD : menurun dengan perubahan posisi jika tidak hipotensif<br /> Warna kulit (pucat) dan suhu.<br /> Keluaran urin berkurang<br /><br />Adanya syok memerlukan terapi segera, serta tegakkan diagnosis akurat. Periksa dengan teliti status hidrasi :<br /> Periksa turgor kulit<br /> Periksa membran mukosa<br /> Periksa JVP (mungkin memerlukan pemeriksaan CVP atau PCWP)<br /> Periksa denyut nadi<br /><br />Periksa semua kemungkinan sumber kehilangan volume<br />Periksa tanda-tandan penyakiy jantung atau pernapasan mayor, gesekan pleura, tanda kussmaul, sianosis, atau peningkatan laju pernapasan.<br />Periksa dengan teliti tanda-tanda atau sumber sepsis dan patologi abdomen (misalnya konsolidasi paru, meningmus, nyeri lepas, tahanan, dan ileus).<br />Periksa tanda-tanda yang sesuai dengan reaksi anafilaktik : ruam, edema oral dan laring, serta stridor.<br />Pemeriksaan harus dilakukan dengan cepat sambil memberikan terapi antara lain :<br /> Oksigen<br /> Jalur intravena<br /> Cairan intravena<br /> Antibiotik intravena<br />Dan pemeriksaan penunjang yang termasuk :<br /> EKG (dan pemantauan EKG)<br /> Analisis gas darah<br /> Rontgen toraks<br /> Kultur darah<br /><br />B. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien antara lain (Santosa, 2005):<br />1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan beban kerja ventrikular, kerusakan ventrikular.<br />2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif dan kegagalan mekanisme pengaturan.<br />3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, hipoventilasi<br /><br />C. INTERVENSI<br />Intervensi menurut Wilkinson (2006)<br />1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan beban kerja ventrikular, kerusakan ventrikular. <br />Hasil yang disarankan NOC: <br />a. Keefektifan pompa jantung : tingkat pemompaan darah dari ventrikel kiri per menit untuk mendukung tekanan perfusi sistemik.<br />b. Status Sirkulasi : \tingkat pengaliran darah tanpa terhambat, satu arah, dan pada tekanan yang sesuai melalui vena-vena besar dari aliran sistemik dan pulmonal.<br />c. Perfusi Jaringan : Organ Abdomen : tingkat pengaliran darah dari vena-vena kecil dari visera abdomen dan mempertahankan fungsi organ.<br />d. Perfusi Jaringan : Perifer : tingkat pengaliran darah melalui vena-vena kecil dari ekstremitas dan mempertahankan fungsi jaringan.<br />e. Status tanda vital : suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah dalam rentang yang diharapkan dari individu.<br /><br />Intervensi Prioritas NIC :<br />a. Perawatan Jantung :pembatasan komplikasi yang diakibatkan dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan pasien.<br />b. Regulasi Hemodinamik : optimalisasi denyut jantung. Preload, afterload, dan kontraktilitas.<br />c. Penatalaksanaan Syok : Jantung : peningkatan keadekuatan perfusi jaringan untk pasien dengan gangguan fungsi pompa jantung yang berat.<br /><br />Aktivitas Keperawatan :<br />Pengkajian :<br />a. Regulasi hemodinamik<br />b. Kaji toleransi aktivitas pasien<br />c. Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen.<br /><br />Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :<br />a. Jelaskan tujuan pemberian oksigen<br />b. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi dan efek samping.<br />c. Instruksikan tentang mempertahankan keakuratan asupan dan haluaran.<br /><br />Aktivitas Kolaboratif :<br />a. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus perifer.<br />b. Tingkatkan penurunan afterload sesuai dengan program medis.<br /><br />Aktivitas lain :<br />a. Ubah posisi pasien ke telentang.<br />b. Jangan mengukur suhu dari rektum.<br />c. Regulasi Hemodinamik (NIC) : minimalkan stresor lingkungan.<br /><br />2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif dan kegagalan mekanisme pengaturan.<br />Hasil yang disarankan NOC: <br />a. Keseimbangan Elektrolit dan Asam-Basa : keseimbangan elektrolit dan non elektrolit dalam ruang intrasel.<br />b. Keseimbangan Cairan : keseimbangan air dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh.<br />c. Status Nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan : jumlah makanan dan cairan yang masuk dalam tubuh selama 24 jam. <br /><br />Intervensi Prioritas NIC :<br />a. Pengelolaan Elektrolit : peningkatan keseimbangan elektrolit dan pencegahan komplikasi akibat dari kadar elektrolit serum yang tidak normal.<br />b. Pengelolaan Cairan : peningkatan keseimbangan cairan dan pencegahan komplikasi akibat dari kadar cairan yang tidak normal.<br />c. Pengelolaan Syok, Volume : peningkatan keadekuatan perfusi jaringan untuk pasien dengan gangguan volume intravaskular yang berat.<br /><br />Aktivitas Keperawatan :<br />Pengkajian :<br />a. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan<br />b. Pantau perdarahan.<br />c. Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida, dan kreatinin<br />d. Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural.<br /><br />Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :<br />a. Anjurkan pasien untuk menginformsikan perawat bila haus.<br /><br />Aktivitas Kolaboratif :<br />a. Laporkan dan catat haluaran kurang dari......... ml.<br />b. Laporkan dan catat haluaran lebih dari........... ml.<br />c. Pengaturan cairan (NIC) : Berikan terapi IV sesuai dengan anjuran.<br /><br />Aktivitas lain :<br />a. Bersihkan mulut secara teratur.<br />b. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam<br />c. Pengaturan Cairan (NIC) : pasang kateter urine, berikan cairan bila perlu<br /><br />3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, hipoventilasi.<br />Hasil yang disarankan NOC: <br />a. Keefektifan pompa jantung ; tingkat pengeluaran darah dari ventrikel kiri per menit untuk mendukung tekanan perfusi sistemik.<br />b. Perfusi Jaringan : Jantung : tingkat pengaliran darah melalui pembuluh darah koroner dan mempertahankan fungsi jantung.<br />c. Status tandan-tanda Vital : suhu tubuh, nadi, respirasi, dan tekanan darah dalam batas yang diharapkan.<br /><br />Intervensi Prioritas NIC :<br />a. Perawatan Sirkulasi : peningkatan sirkulasi arteri dan vena.<br />b. Pemantauan respirasi : pengumpulan dan analisis data pasien untuk memastikan potensi jalan napas serta keadekuatan pertukaran gas.<br />c. Penatalaksanaan Syok : Jantung : peningkatan keadekuatan perfusi jaringan, untuk pasien dengan masalah fungsi pompa jantung yang serius.<br /><br />Aktivitas Keperawatan :<br />Pengkajian :<br />a. Pantau nyeri dada<br />b. Observasi adanya perubahan segmen ST pada EKG<br />c. Pantau frekuensi nadi<br /><br />Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :<br />a. Ajarkan pasien dan keluarga untuk menghindari melakukan menuver Valsalva (mengejan saat defekasi).<br />b. Jelaskan pembatasan asupan kafein, natrium, kolesterol, dan lemak.<br />c. Jelaskan alasan makan porsi sedikit tetapi sering.<br /><br />Aktivitas Kolaboratif :<br />a. Berikan pengobatan berdasarkan permintaan atau protokol yang berlaku (misalnya analgesik, vasodilator, diuretik, dan kontraktilitas/inotropik positif)<br /><br />Aktivitas lain :<br />a. Beri jaminan penggunaan bel, lampu dan pintu yang terbuka akan direspon dengan segera.<br />b. Tingkatkan istirahat.<br />c. Jangan melakukan pengukuran suhu tubuh rektal.<br /><br />D. EVALUASI<br />Evaluasi menurut Wilkinson (2006)<br />1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan beban kerja ventrikular, kerusakan ventrikular.<br />Tujuan/Kriteria Evaluasi:<br />a. Menunjukkan curah jantung yang memuaskan.<br />b. Menunjukkan status sirkulasi dengan indikator : tekanan darah, denyut jantung, gas darah, bunyi napas, status kognitif.<br />c. Pasien akan mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi<br />d. Mengidentifikasi tanda dan gejala yang dapat dilaporkan dari kondisi yang memburuk.<br /><br />2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif dan kegagalan mekanisme pengaturan.<br />Tujuan/Kriteria Evaluasi:<br />a. Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan dengan keseimbangan cairan, elektrolit dan Asam-Basa.<br />b. Keseimbangan Elektrolit dan Asam-Basa akan dicapai<br /><br />3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, hipoventilasi<br />Tujuan/Kriteria Evaluasi:<br />a. Menunjukkan keefektifan pompa jantung, perfusi jaringan jantung dan perifer.<br />b. Menunjukkan status sirkulasi : ditandai dengan indikator berikut : tekanan darah normal, tidak ada edema perifer dan asites, tidak ada bunyi angina, tidak ada hipotensi ortostatik.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Anonim, 2006, Syok Anafilaksis, Online (terdapat pada) : http://puskesmaspalaran.wordpress.com/2006/11/05/syok-anafilaksis/<br />Anonim, 2007, Syok Kardiogenik, Online (terdapat pada):http://medlinux.blogspot.com/2007/09/syok-kardiogenik.html<br />Ashadi, T., 2001, Terapi Cairan Intravena (Kristaloid) Pada Syok Hipovolemik, Online (terdapat pada) : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/sek-1.htm<br />Corwin, EJ., 2000., Buku Saku Patofi siologis., EGC., Jakarta.<br />Gleadle, J., Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, Erlangga, Jakarta<br />Jong, W. D., 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta<br />Komite Medik RSUP Dr. Sardjito., 2000., Standar Pelayanan Medis., Ed Ketiga., Medika., Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada., Yogyakarta<br />Mansjoer, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ke-3 Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta<br />Tambunan, K., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat., Fakulatas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta<br />Santosa, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA, Prima Medika, Jakarta<br />Wilkinson, J. M., 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, EGC, Jakarta<br /></span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-87927256880561345452010-12-24T07:55:00.000-08:002010-12-31T00:55:59.418-08:00ASKEP OSTEOMIELITISPada bab ini penulis akan menguraikan tantang pengertian, patofisiologi, penatalaksanaan, serta pengkajian, doagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. <br /><br />A. Pengertian <br />Osteomielitis adalah infeksi tulang dan sumsum yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan proses spesifik seperti mycobacterium tuberculosa dan jamur.<br />(Kopita Selekta Kedokteran, 2000)<br />Osteomielitis adalah infeksi tulang dan nedula tulang baik karena infeksi eksogen (infeksi dari bawah dan masuk dari samping badan) atau secara hematogen (infeksi berasal dari dalam tubuh).<br />(Ilmu Bedah Ortopedi, 1998)<br />Osteomielitis adalah infeksi tulang yang disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus yang penyebarannya hematogen (melalui darah) atau melalui infeksi jaringan lunak maupun melalui kontaminasi langsung ke luka.<br />(Brunner and Suddarth, 2002)<br />Dari pendapat beberapa buku/ahli maka dapat penulis simpulkan bahwa osteomielitis adalah infeksi akut pada tulang yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur patogen baik eksogen maupun hematogen. <br /><br />B. Patofisiologi<br />Pada dasarnya penyebab dari osteomielitis adalah staphylo coccus aureas merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang organisme patologik lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis meliputi proteas, pseudomonas, dan escerichia coli. <br />Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari informasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosit pada pembuluh darah terjadi pada tempet tersebut menyebabkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kemudian akan terbentuk ke abses tulang. Pada perjalanan <br /><span class="fullpost"><br />alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun lebih sering harus dilakukan insisi atau debridement. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada jaringan abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak, terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequetrum. Jadi meskipun nampak terjadi proses penyembuhan, namun sequetrm infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik. <br />C. Penatalaksanaan <br />1. Penatalaksanaan medis <br />a. Perawatan di rumah sakit. <br />b. Pengobatan suportif dengan pemberian infus. <br />c. Pemeriksaan biakkan darah. <br />d. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram negatif diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakkan darah secara parental selama 3-6 minggu. <br />e. Imobilisasi anggota gerak yang terkena.<br />f. Tindakan pembedahan.<br />2. Tindakan keperawatan <br />a. Tirah baring selama fase akut dan keadaan lemah.<br />b. Beri penyangga di bawah ekstermitas yang sakit agar mengurangi rasa sakit dan dapat mengurangi pembengkakan. <br />c. Batasi aktifitas pada daerah yang sakit. <br />d. Perawatan luka dengan cara aseptik dan antiseptik.<br />e. Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau dengan pemberian diet tinggi protein dan pemberian vitamin. <br /><br />D. Pengkajian <br />Adapun data yang dikumpulkan dalam tahap pengkajian pada klien dengan osteomielitis adalah : <br />(Brunner and Suddarth, 1999)<br />- Pasien dikaji adanya faktor resiko (misalnya lansia diabetes, tetapi kortikosteroid jangka panjang) dan infeksi atau bedah orthopedi sebelumnya.<br />- Pasien selalu menghindar dari tekanan di daerah tersebut dan melakukan gerakan perlindungan.<br />- Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. <br />- Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata dan nyeri tekan, cairan purulen dapat terlihat pasien akan memperlihatkan peningkatan suhu tubuh. <br /><br />Pemeriksaan Diagnostik <br />1. Pemeriksaan radiologik : pada awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru.<br />2. Pemeriksaan laboratorium : memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah, kultus pus diperlukan untuk menentukan jenis kuman dan antibiotika yang sesuai.<br /><br />E. Diagnosa Keperawatan<br />Diagnosa keperawatan pada klien osteomielitis menurut Brunner dan Suddarth (1999) adalah sebagai berikut : <br />1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.<br />2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan gerak karena traksi. <br />3. Resiko terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan pembentukan abses tulang.<br />4. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan.<br />F. Perencanaan <br />Adapun perencanaan/intervensi dari diagnosa yang muncul pada pasien osteomielitas antara lain (Doenges E. Marylinn, 2002) :<br />a. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.<br />Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri berkurang. <br />Kriteria hasil : Menunjukkan tindakan santai, rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual. <br />Rencana tindakan <br />1. Kaji lokasi, intensitas, dan tipe nyeri dengan skala nyeri 0-10.<br />2. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi napas dalam. <br />3. Bantu klien mengatur posisi yang nyaman.<br />4. Beri penyangga di bawah ekstermitas yang sakit.<br />5. Tangani ekstermitas yang sakit dengan lembut. <br />6. Pemberian kompres dingin dan hangat.<br />7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian analgetik.<br />b. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilitas dan keterbatasan gerak karena traksi. <br />Tujuan : Mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin, mempertahankan posisi fungsional. <br />Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas mandiri<br /><br /><br />Rencana tindakan <br />1. Kaji ulang tentang prognosis dan harapan klien untuk masa yang akan datang.<br />2. Berikan pengetahuan tentang metode mobilitas yang dihasilkan oleh cidera atau pengobatan dan persepsi klien terhadap imobilitas.<br />3. Dorongan penggunaan latihan isometic mulai dengan tungkai yang tidak sakit. <br />4. Berikan dan bantu dalam mobilitas menggunakan kursi roda. <br />5. Kolaborasi konsul ke ahli fisiotherapy. <br />c. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan cibses tulang.<br />Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.<br />Kriteria hasil : - Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu<br /> - Bebas pus, eritema, dan demam. <br />Rencana tindakan <br />1. Kaji keadaan inflamasi dan luka.<br />2. Kaji tonus otot refleks daerah luka.<br />3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik.<br />4. Sarankan untuk tidak memegang luka.<br />5. Kolaborasi pemberian obat antibiotik. <br />6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi protein dan karbohidrat. <br />d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan. <br />Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang kondisi prognosis dan pengobatan.<br />Kirteria hasil : Dapat melakukan dengan benar prosedur yang digunakan dan dapat menjelaskan atas tindakan. <br />Rencana tindakan <br />1. Kaji ulang tentang prognosis dan harapkan klien untuk masa yang akan datang. <br />2. Berikan pengetahuan tentang metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila didiskusikan.<br />3. Buat daftar aktivitas di mana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan yang memerlukan bantuan. <br />4. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah luka.<br /></span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-15542161232235698872010-12-14T21:48:00.000-08:002010-12-14T21:48:59.563-08:00Anterior Cervical Artificial Disc Replacement<iframe width="425" height="344" src="http://www.youtube.com/embed/Egd9vkpXZHY?fs=1" frameborder="0"></iframe>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-82658120521504667042010-12-14T21:38:00.000-08:002010-12-14T21:41:30.307-08:00Total Knee Replacment<object style="height: 390px; width: 640px"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/dqtOQ2WnYBM?version=3"><param name="allowFullScreen" value="true"><param name="allowScriptAccess" value="always"><embed src="http://www.youtube.com/v/dqtOQ2WnYBM?version=3" type="application/x-shockwave-flash" allowfullscreen="true" allowScriptAccess="always" width="640" height="390"></object><br /><br /><br /><object style="height: 390px; width: 640px"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/yiXe9w7PATM?version=3"><param name="allowFullScreen" value="true"><param name="allowScriptAccess" value="always"><embed src="http://www.youtube.com/v/yiXe9w7PATM?version=3" type="application/x-shockwave-flash" allowfullscreen="true" allowScriptAccess="always" width="640" height="390"></object>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-15666268624478473482010-12-14T20:47:00.000-08:002010-12-14T21:06:49.640-08:00TOTAL KNEE REPLACEMENT<object width="640" height="390"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/FmZQbqc8hC4&hl=en_US&feature=player_embedded&version=3"></param><param name="allowFullScreen" value="true"></param><param name="allowScriptAccess" value="always"></param><embed src="http://www.youtube.com/v/FmZQbqc8hC4&hl=en_US&feature=player_embedded&version=3" type="application/x-shockwave-flash" allowfullscreen="true" allowScriptAccess="always" width="640" height="390"></embed></object><br /><br /><br />http://video.search.yahoo.com/search/video?p=total+knee+replacementZaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-30165487176338331052010-10-18T13:55:00.001-07:002010-10-18T13:58:44.368-07:00HERNIA NUKLEUS PULPOSUSA. Pengertian<br />Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)<br />Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)<br />B. Etiologi<br />C. Patofisiologi <br />Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.<br />Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal. <br />Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.<br />Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.<br />D. Manifestasi <br />KlinisNyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).<br />E. Pemeriksaan Diagnostik<br />1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang<br />2. M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.<br />3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I<br />4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.<br /><br />F. Penatalaksanaan<br />1. Pembedahan<br />Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.<br />Macam :<br />a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral<br />b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks<br />c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.<br />d. Disektomi dengan peleburan.<br />2. Immobilisasi<br />Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.<br />3. Traksi<br />Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.<br />4. Meredakan Nyeri<br />Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.<br />G. Pengkajian<br />1. Anamnesa<br />Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga<br />2. Pemeriksaan Fisik<br />Pengkajian terhadap masalah pasien terdiri dari awitan, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia, keterbatasan gerak dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas atas. Pengkajian pada daerah spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk mengkaji tonus otot dan kekakuannya.<br />3. Pemeriksaan Penunjang<br /><br />H. Diagnosa Keperawatan yang Muncul<br />1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot<br />2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus<br />3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual<br />4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan.<br /><br />DIAGNOSA TUJUAN INTRVENSI<br />Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot<br /> 1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10<br />2. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang<br />3. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi<br />4. Bantu pemasangan brace / korset<br />5. Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan<br />6. Ajarkan teknik relaksasi<br />7. Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi<br />Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus 1. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif<br />2. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif<br />3. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.<br />4. Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi<br />5. Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.<br />6. Kolaborasi : analgetik<br />Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual<br /> 1. Kaji tingkat ansietas pasien<br />2. Berikan informasi yang akurat<br />3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.<br />4. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.<br />5. Libatkan keluarga<br />Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis 1. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan<br />2. Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong<br />3. Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.<br />4. Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.<br />5. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama<br />6. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />1. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002<br />2. Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.<br />3. Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.<br />4. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.<br />5. Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.<br />6. Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993.Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-28985337882193506052010-09-28T09:37:00.000-07:002010-09-28T09:37:00.272-07:00ASUHAN KEPERAWATAN WAHAMA. TUJUAN PEMBELAJARAN<br />Setelah mempelajari modul ini saudara diharapkan mampu :<br />1. Mengkaji data yang terkait masalah waham<br />2. Menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan waham <br />3. Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien dengan waham<br />4. Melakukan tindakan keperawatan kepada keluarga pasien dengan waham<br />5. Mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam menangani masalah waham<br />6. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien dengan waham <br /><br />B. PENGKAJIAN<br />1. Pengertian<br />Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.<br /><br />2. Tanda dan Gejala waham adalah :<br />Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi terhadap perilaku berikut ini:<br />a. Waham kebesaran <br /> Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan <br /> berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. <br /> Contoh: “Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “Saya <br /> punya tambang emas”<br />b. Waham curiga<br />Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mecederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan. <br /> Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup <br /> saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”<br />c. Waham agama<br />Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan <br />Contoh: “Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian <br /> putih setiap hari”<br />d. Waham somatik<br />Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.<br />Contoh: “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak <br /> ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan <br /> bahwa ia terserang kanker.<br />e. Waham nihilistik<br />Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.<br />Contoh: “Ini khan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”<br /><br />Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat saudara gunakan sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :<br /> <br /><br />Selama pengkajian saudara harus mendengarkan dan memperhatikan semua informasi yang diberikan oleh pasien tentang wahamnya. <br /><br />Untuk mempertahankan hubungan saling percaya yang telah terbina jangan menyangkal, menolak, atau menerima keyakinan pasien.<br /><br />C. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br />Berdasarkan data yang diperoleh ditetapkan diagnosa keperawatan:<br /> <br />GANGGUAN PROSES PIKIR: WAHAM<br /> <br /> <br />D. TINDAKAN KEPERAWATAN<br />1. Tindakan keperawatan untuk pasien<br /> a. Tujuan<br />1) Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap<br />2) Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar<br />3) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan<br />4) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar<br />b. Tindakan<br />1) Bina hubungan saling percaya<br />Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, saudara harus membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:<br />a). Mengucapkan salam terapeutik<br />b). Berjabat tangan<br />c). Menjelaskan tujuan interaksi<br />d). Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu <br />pasien.<br />2) Bantu orientasi realita<br />a) Tidak mendukung atau membantah waham pasien<br />b) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman <br />c) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari<br />d) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya<br />e) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas. <br />3) Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah.<br />4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien<br />5) Berdikusi tentang kemampuan positif yang dimiliki<br />6) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki<br />7) Berdiskusi tentang obat yang diminum<br />8) Melatih minum obat yang benarZaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-33134886683359256132010-09-27T09:27:00.000-07:002010-09-27T09:28:24.354-07:00ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMIELITISA. Pengertian <br />Osteomielitis adalah infeksi tulang dan sumsum yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan proses spesifik seperti mycobacterium tuberculosa dan jamur.<br />(Kopita Selekta Kedokteran, 2000)<br />Osteomielitis adalah infeksi tulang dan nedula tulang baik karena infeksi eksogen (infeksi dari bawah dan masuk dari samping badan) atau secara hematogen (infeksi berasal dari dalam tubuh).<br />(Ilmu Bedah Ortopedi, 1998)<br />Osteomielitis adalah infeksi tulang yang disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus yang penyebarannya hematogen (melalui darah) atau melalui infeksi jaringan lunak maupun melalui kontaminasi langsung ke luka.<br />(Brunner and Suddarth, 2002)<br />Dari pendapat beberapa buku/ahli maka dapat penulis simpulkan bahwa osteomielitis adalah infeksi akut pada tulang yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur patogen baik eksogen maupun hematogen. <br /><br />B. Patofisiologi<br />Pada dasarnya penyebab dari osteomielitis adalah staphylo coccus aureas merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang organisme patologik lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis meliputi proteas, pseudomonas, dan escerichia coli. <br />Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari informasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosit pada pembuluh darah terjadi pada tempet tersebut menyebabkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kemudian akan terbentuk ke abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun lebih sering harus dilakukan insisi atau debridement. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada jaringan abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak, terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequetrum. Jadi meskipun nampak terjadi proses penyembuhan, namun sequetrm infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik. <br />C. Penatalaksanaan <br />1. Penatalaksanaan medis <br />a. Perawatan di rumah sakit. <br />b. Pengobatan suportif dengan pemberian infus. <br />c. Pemeriksaan biakkan darah. <br />d. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram negatif diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakkan darah secara parental selama 3-6 minggu. <br />e. Imobilisasi anggota gerak yang terkena.<br />f. Tindakan pembedahan.<br />2. Tindakan keperawatan <br />a. Tirah baring selama fase akut dan keadaan lemah.<br />b. Beri penyangga di bawah ekstermitas yang sakit agar mengurangi rasa sakit dan dapat mengurangi pembengkakan. <br />c. Batasi aktifitas pada daerah yang sakit. <br />d. Perawatan luka dengan cara aseptik dan antiseptik.<br />e. Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau dengan pemberian diet tinggi protein dan pemberian vitamin. <br /><br />D. Pengkajian <br />Adapun data yang dikumpulkan dalam tahap pengkajian pada klien dengan osteomielitis adalah : <br />(Brunner and Suddarth, 1999)<br />- Pasien dikaji adanya faktor resiko (misalnya lansia diabetes, tetapi kortikosteroid jangka panjang) dan infeksi atau bedah orthopedi sebelumnya.<br />- Pasien selalu menghindar dari tekanan di daerah tersebut dan melakukan gerakan perlindungan.<br />- Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. <br />- Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata dan nyeri tekan, cairan purulen dapat terlihat pasien akan memperlihatkan peningkatan suhu tubuh. <br /><br />Pemeriksaan Diagnostik <br />1. Pemeriksaan radiologik : pada awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru.<br />2. Pemeriksaan laboratorium : memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah, kultus pus diperlukan untuk menentukan jenis kuman dan antibiotika yang sesuai.<br /><br />E. Diagnosa Keperawatan<br />Diagnosa keperawatan pada klien osteomielitis menurut Brunner dan Suddarth (1999) adalah sebagai berikut : <br />1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.<br />2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan gerak karena traksi. <br />3. Resiko terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan pembentukan abses tulang.<br />4. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan.Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-62927524842995921022010-09-26T06:01:00.002-07:002010-09-26T06:12:56.797-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CARSINOMA MAMMAEA. PENGERTIAN CARSINOMA MAMMAE<br />Carsinoma mammae adalah neolasma ganas dengan pertumbuhan jaringan mammae abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltrasi dan destruktif dapat bermetastase ( Soeharto Resko Prodjo, 1995)<br />Carsinoma mammae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel – sel normal, berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah (Lynda Juall Carpenito, 1995).<br />B. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI<br />Menurut C. J. H. Van de Velde<br />1. Ca Payudara yang terdahulu<br />Terjadi malignitas sinkron di payudara lain karena mammae adalah organ berpasangan<br />2. Keluarga<br />Diperkirakan 5 % semua kanker adalah predisposisi keturunan ini, dikuatkan bila 3 anggota keluarga terkena carsinoma mammae.<br />3. Kelainan payudara ( benigna )<br />Kelainan fibrokistik ( benigna ) terutama pada periode fertil, telah ditunjukkan bahwa wanita yang menderita / pernah menderita yang porliferatif sedikit meningkat.<br />4. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain<br />Status sosial yang tinggi menunjukkan resiko yang meningkat, sedangkan berat badan yang berlebihan ada hubungan dengan kenaikan terjadi tumor yang berhubungan dengan oestrogen pada wanita post menopouse.<br />5. Faktor endokrin dan reproduksi<br />Graviditas matur kurang dari 20 tahun dan graviditas lebih dari 30 tahun<br />Menarche kurang dari 12 tahun<br />6. Obat anti konseptiva oral<br />Penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang lebih dari 12 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk terkena kanker.<br />C. GAMBARAN KLINIK<br />Menurut William Godson III. M. D<br />1. Tanda carsinoma <br />Kanker payudara kini mempunyai ciri fisik yang khas, mirip pada tumor jinak, massa lunak, batas tegas, mobile, bentuk bulat dan elips<br />2. Gejala carsinoma <br />Kadang tak nyeri, kadang nyeri, adanya keluaran dari puting susu, puting eritema, mengeras, asimetik, inversi, gejala lain nyeri tulang, berat badan turun dapat sebagai petunjuk adanya metastase.<br />D. ANATOMI<br />E. PATOFISIOLOGI<br />Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem duktal, mula – mula terjadi hiperplasia sel – sel dengan perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah ( Price, Sylvia, Wilson Lorrairee M, 1995 )<br />F. PATHWAYS<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Masalah keperawatan :<br />1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.<br />2. Kerusakan integristas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, adanya edema, destruksi jaringan.<br />3. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limpatik necrose jaringan. <br />4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran mammae.<br />5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan<br />6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi<br />7. Anxietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidakpastian tentang hasil pengobatan carsinoma, perasaan putus asa dan tak berdaya dan ketidak cukupan pengetahuan tentang carsinoma dan pengobatan.<br />G. FOKUS PENGKAJIAN<br />1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.<br />a. Kaji tingkat nyeri dengan P. Q. R. S. T.<br /> Provoking : Penyebab<br /> Quality : Kwalitas<br /> Region : Lokasi<br /> Severate : Skala<br /> Time : Waktu<br />b. Kaji efek nyeri pada individu dengan menggunakan individu dan keluarga<br /> Kinerja ( pekerjaan ) tanggung jawab peran<br /> Interaksi sosial<br /> Keuangan<br /> Aktifitas sehari – hari<br /> Kognitif / alam perasaan<br /> Unit keluarga ( respon anggota keluarga )<br />2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, adanya edema, destruksi jaringan <br />Hal yang dikaji :<br />a. Identifikasi faktor penyebab kerusakan integritas<br />b. Identifikasi rasional untuk pencegahan dan pengobatan, kerusakan integritas<br />c. Identifikasi tahap perkembangan<br />C1 Tahap I : eritema yang tidak memutih dari kulit yang utuh<br />C2 Tahap II : ulserasi pada epidermis atau dermis<br />C3 Tahap III : ulserasi meliputi lemak kutan<br />C4 Tahap IV : ulserasi meluas otot, telinga dan struktur penunjang<br />3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limfatik, necrose jaringan<br />a. Kaji tanda radang<br />b. Kaji intake<br />c. Kaji pemberian obat dengan 5 benar ( waktu, obat, nama, dosis, cara)<br />d. Kaji hasil laboratorium ( Hb, Albumin, Lekosit) <br />4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran mammae<br />Hal yang dikaji :<br />a. Kaji perasaan terhadap kehilangan dan perubahan mammae <br />b. Kaji respon negatif verbal dan non verbal<br />5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan<br />Hal yang dikaji :<br />a. Tingkat pendidikan<br />b. Kemampuan dalam mempersepsikan status kesehatan<br />c. Perilaku kesehatan yang tidak tepat<br />6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi<br />Hal yang dikaji :<br />a. Kaji intake<br />b. Pantau berat badannya<br />c. Kaji hasil laboratorium ( Hb, Albumin, Gula darah ) <br />d. Kaji mual dan muntah<br />7. Ansietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidak pastian tentang pengaobatan, perasaan putus asa dan tak berada, ketidak cukupan pengetahuan carsinoma dan pengobatan<br />Hal yang dikaji :<br />a. Kaji dan ukur tanda - tanda vital<br />b. Kaji tingkat kecemasan, ringan, sedang, berat, panik<br />c. Kaji tingkat pendidikan<br /><br />H. FOKUS INTERVENSI<br />Fokus intervensi dari perawatan pasien dengan carsinoma mammae <br />1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi, diseksi otot ( Danielle Gale, 1995; Doengos, 1993)<br />2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi adanya edema, destruksi jaringan ( Doengos, 1993)<br />3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limfalik karena diseksi nodus limfe aksilaris dan adanya drain pembedahan ( Danielle Gale, 1945)<br />4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran dari mastektomi segmental dan atau radiasi mammae ( Dainalle Galle, 1995)<br />5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan ( Daianlle Galle, 1995) <br />6. Anxietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidak pastian pengobatan carsinoma, perasaan putus asa dan tak berdaya dan ketidak cukupan informasi dan pe<br />7. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi ( Danielle galle, 1995 )<br />DAFTAR PUSTAKA<br />Carpenito, Lynda Juall (1995), Buku saku diagnosa keperawatan dan dokumentasi, edisi 4, Alih Bahasa Yasman Asih, Jakarta, EGC<br />C. J. H. Van de Velde (1996), Ilmu bedah, Edisi 5, Alih Bahasa “ Arjono”<br />Penerbit Kedokteran, Jakarta, EGC<br />Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8, alih Bahasa Monica Ester, Jakarta, EGC <br />Daniell Jane Charette (1995), Ancologi Nursing Care Plus, Elpaso Texas, USA Alih Bahasa Imade Kariasa, Jakarta, EGC<br />Theodore R. Schrock, M. D (1992), Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs. Med Adji Dharma, dr. Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Penerbit Kedokteran Jakarta, EGC <br />Thomas F Nelson, Jr M. D (1996), Ilmu Bedah, edisi 4, Alih Bahasa Dr. Irene Winata, dr. Brahnu V Pendit. Penerbit Kedokteran, Jakarta, E G CZaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-41157038051696209642010-09-25T05:34:00.000-07:002010-09-25T05:38:19.477-07:00ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASMAA. Pengertian<br />PengertianAsma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).<br />Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).<br />Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).<br />Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.<br />B. Etiologi<br />EtiologiAsma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :<br />1. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.<br />2. Pembengkakan membran bronkus.<br />3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.<br />C. Patofisiologi<br />Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli. <br />Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adnya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.<br />D. Manifestasi Klinik<br />Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.<br />Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :<br />1. Tingkat I :<br />a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.<br />b. b Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.<br />2. Tingkat II : <br />a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.<br />b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.<br />3. Tingkat III :<br />a. Tanpa keluhan.<br />b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.<br />c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.<br />4. Tingkat IV : <br />a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.<br />b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.<br />5. Tingkat V : <br />a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.<br />b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, taki kardi.<br />E. Klasifikasi<br />Klasifikasi asmaAsma dibagi atas dua kategori, yaitu: <br />Ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, rokok dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, <br />sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, exercise, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emphysema selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.<br />F. Penatalaksanaan<br />Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :<br />1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas<br />2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.<br />3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.<br />Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas : <br />1. Pengobatan dengan obat-obatan, Seperti :Beta agonist (beta adnergik agent), Methylxanlines (enphy bronkodilator), Anti kounergik (bronkodilator), Kortikosterad, Mart cell inhibitor (lewat inhalasi)<br />2. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya : Oksigen 4-6 liter/menit., Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% yang dan berikan perlahan, Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam, Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.<br />G. Komlikasi<br />Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah<br />1. Pneumotoraks, <br />2. Atelektasis, <br />3. Gagal nafas, <br />4. Bronkhitis dan <br />5. Fraktur iga.<br />H. Asuhan Keperawatan<br />1. Pengkajian<br />a. Identitas klien<br />1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin<br />2) Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.<br />b. Pemeriksaan Fisik<br />1) Status mental : lemas, takut, gelisahPernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.<br />2) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelahb. <br />3) Pemeriksaan fisikDada<br />a) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum<br />b) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter trnsversal<br />c) Keabnormalan struktur Thorax<br />d) Contour dada simetris<br />e) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata<br />f) RR dan ritme selama satu menit. Palpasi : Temperaur kulit, Premitus : Pibrasi dada, Pengembangan dada, Krefitasi, Masa, Edema.<br />g) Auskultasi : Vesikuler, Broncho vesikuler, Hyper ventilasi, Rochi, Whizing.<br />h) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya. <br />c. Penunjang<br />Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :<br />1) Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.<br />2) Tes provokasi : Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus, Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri. Tes provokasi bronkial seperti :Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aquci destilata.<br />3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.<br />4) Pemeriksaan sputum.Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-47118076149555488662010-08-10T07:16:00.000-07:002010-08-10T07:19:20.859-07:00ASKEP ABLASTIO RETINAPENGERTIAN<br /> Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).<br /><br />PENYEBAB<br />a. Malformasi kongenital<br />b. Kelainan metabolisme<br />c. Penyakit vaskuler<br />d. Inflamasi intraokuler<br />e. Neoplasma<br />f. Trauma<br />g. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina<br /> (C. Smelzer, Suzanne, 2002).<br /><br />MANIFESTASI KLINIS<br />• Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya<br />• Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba<br />• Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen<br />• Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan makula<br /><br />PENATALAKSANAAN<br /><br /> Tirah baring dan aktivitas dibatasi<br /> Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera<br /> Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina<br /> Pasien tidak boleh terbaring terlentang<br /> Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi<br /> Cara Pengobatannya:<br />• Prosedur laser<br />Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina.<br />Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel berpigmen.<br />• Pembedahan<br />Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan.<br />Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.<br />• Krioterapi transkleral<br />Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan.<br /> (C. Smelzer, Suzanne, 2002).<br /><br />KOMPLIKASI<br />a. Komplikasi awal setelah pembedahan<br /> Peningkatan TIO<br /> Glaukoma<br /> Infeksi<br /> Ablasio koroid<br /> Kegagalan pelekatan retina<br /> Ablasio retina berulang<br />b. Komplikasi lanjut<br /> Infeksi<br /> Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata<br /> Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)<br /> Diplopia<br /> Kesalahan refraksi<br /> astigmatisme<br /><br />PATHWAYS<br />Inflamasi intraokuler/tumor perub degeneratif dlm viterus<br /> <br /> Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)<br />Peningkatan cairan eksudattif/sserosa <br /> Vitreus mjd makin cair<br /><br /> Vitreus kolaps dan bengkak ke depan<br /><br /> Tarikan retina<br /><br /> Robekan retina <br /><br /> Sel-sel retina dan darah terlepas <br /> <br /> Retina terlepas dari epitel berpigmen<br /><br />Penurunan tajam pandang sentral<br /> Ditandai dengan:<br />- floater dipersepsikan sbg titik-titik hitamkecil/rumah laba-laba<br />- Bayangan berkembang/tirai bergerak dilapang pandang<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart) . Edisi 8. Volume 3. EGC. jakartaZaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-40297427774414565732010-08-01T10:13:00.000-07:002010-08-01T10:17:11.204-07:00ASKEP OTITIS MEDIA AKUT (OMA)A. Pengertian<br />Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).<br />Yang paling sering terlihat ialah :<br />1. Otitis media viral akut<br />2. Otitis media bakterial akut<br />3. Otitis media nekrotik akut<br /><br />B. Etiologi<br />Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.<br /><br />C. Patofisiologi<br />Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.<br />Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.<br /><br />D. Pemeriksaan Penunjang<br />1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.<br />2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.<br /><br />E. Asuhan Keperawatan<br />1. Pengkajian<br />Data yang muncul saat pengkajian:<br />a. Sakit telinga/nyeri<br />b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga<br />c. Tinitus<br />d. Perasaan penuh pada telinga<br />e. Suara bergema dari suara sendiri<br />f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan<br />g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga<br />h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga<br />i. Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)<br />j. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam<br />k. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat<br />l. Reflek kejut<br />m. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras<br />n. Tipe warna 2 jumlah cairan<br />o. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning<br />p. Alergi<br />q. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram<br />r. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi<br />2. Fokus Intervensi<br />1) Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga<br />Tujuan : nyeri berkurang atau hilang<br />Intervensi: <br />(a) Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.<br />(b) Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.<br />(c) Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)<br />(d) Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik<br />Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang<br />2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan<br />Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi<br />Intervensi: <br />(a) Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi perluasan lebih lanjut.<br />(b) Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme<br />(c) Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.<br />(d) Kolaborasi pemberian antibiotik<br />Evaluasi: infeksi tidak terjadi<br />3) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori<br />Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan<br />Intervensi:<br />(a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak agar tidak jatuh<br />(b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.<br />(c) Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh<br />(d) Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka<br />Evaluasi : anak terhindar dari injury/perlukaanZaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-36694840523488152262010-07-08T08:50:00.001-07:002010-07-16T06:53:12.669-07:00Askep Tumor Medula SpinalisI. DEFINISI<br />Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price sylvia anderson, 1995)<br /><br />II. KLASIFIKASI <br />a. Tumor Intradural<br />Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak.<br />- Tumor Ekstramedular<br />Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak<br />- Tumor Intramedular<br />Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.<br />b. Tumor Ekstradural<br /> Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung<br /> Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.<br /><br />III. MANIFESTASI KLINIK<br /> Tumor ekstradural<br />- Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom<br />- Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring<br />- Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan<br />- Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medula spinalis.<br />- Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali<br />- Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar<br />- Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang irreversible<br />- Gangguan buang air besar dan buang air kecil<br /> Tumor intradural<br />Perjalanan klinis dapat lebih lambat dan berlangsung selama berbulan-bulan.<br />- Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi<br />- Penderita mengeluh nyeri, mula mula pada punggung dan kemudian sepanjang akar-akar spinal<br />- Nyeri diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat pada malam hari ( nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.<br />- Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif<br /><br />IV. ETIOLOGI<br />Faktor Resiko tumor dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden meningkat seiring dengan pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia tertentu (Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.<br /><br />V. PATOFISIOLOGI<br />Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan dan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan terhentinya suplai darah atau cairan serebrospinal. Derajad gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak.<br />Terutama tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau tumor metastase dapat juga mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang belakang<br />Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan sensorik yang berhubungan dengan tingkat akardan medula spinalis yang terserang. Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua motor dan sensori dibawah lesi/tumor<br />Tumor medula spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur sentral yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori suhu dan kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi eliminasi fecal dan urine. (Long C, Barbara, 1996)<br /><br />VI. PENATALAKSANAAN <br /> Stabilisasi : fusi spinal<br /> Pengobatan : relaksan otot, transquilizer, anti koagulan, laksatif, antasida dan steroid.<br /> Tumor Ekstradural<br />- Laminektomie<br />- Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan<br /> Tumor Intradural<br />- Pengangkatan dengan pembedahan<br /><br />VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK<br />Pemeriksaan diagnostik secara umum dapat dilakukan :<br /> Pemeriksaan sinar X<br /> CT. Scan<br /> MRI<br /> Analisa Gas Darah<br /> Elektrolit<br /> Tumor Ekstradural<br />- Radiogram tulang belakang<br />Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada korpus vertebra dan pedikel<br />- Myelogram<br />Memastikan lokalisasi tumor<br />- Pemeriksaan LCS<br />Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar glukosa yang normal<br /> Tumor Intradural<br />- Radiogram tulang punggung memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan pedikel yang berdekatan<br />- Myelogram<br />Menentukan lokalisasi yang cepat<br />ASUHAN KEPERAWATAN<br />I. Pengkajian<br />a. Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan<br />b. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul<br />c. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan<br />d. Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.<br />e. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.<br />f. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.<br />g. Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)<br />h. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan<br />i. Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.<br />j. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.<br />k. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.<br />l. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan<br />m. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi<br />n. Seksualitas, Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan)<br />o. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran.<br />( Doenges, 2000 )<br /><br />II. Masalah keperawatan<br />- Kelumpuhan<br />- Gangguan sensibilitas<br />- Gangguan nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi<br />- Gangguan sistem cerna<br />- Kesukaran dalam buang air besar dan buang air kecil<br />- Perawatan khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung<br /><br />III. Diagnosa keperawatan<br />1. Nyeri (akut) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai dengan : menyatakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur, menarik diri secara fisik<br />Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri<br /><br />Intervensi :<br />a. Kaji keluhan nyeri <br />b. Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.<br />c. Anjurkan untuk istirahat denn tenang<br />d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan<br />e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi terhadap sentuhan<br />f. Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “ saya suka hidup ini “<br />g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi<br />h. Berikan antiemetiksesuai indikasi<br /><br />2. Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting dan mobilitas yang b. d gangguan neurofisiologis.<br />Kriteria hasil : kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi dan cairan terpenuhi, kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral, muka terpenuhi, latihan rentang gerak aktif dan psif dilakukan.<br />Intervensi :<br />a. Kaji tingkat kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan perawatan diri<br />b. Bantu saat pasien makan sesuai kebutuhan<br />c. Lakukan perawatan kateter setiap hari<br />d. Lakukan higiene oral setiap hari<br />e. Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk ekstremitas<br />f. Bantu dan ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk latihan memeras, bola karet.<br />g. Lakukan perawatan kulit : gosok punggung<br />h. Berikan higiene secara total sesuai indikasi<br />i. Berikan bantuan nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan<br />j. Jelaskan pentingnya perawatan diri.<br />3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ), ditandai dengan disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku<br />Kriteria hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.<br />Intervensi :<br />a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris dan proses pikir<br />b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya masalah penglihatan<br />c. Observasi repon perilaku<br />d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan<br />e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis<br />Kolaborasi :<br />f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB<br />g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi<br />4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan kontraktur.<br />Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi, mendemonstrasikan tehnik / perilaku yang memungkinkan melakuakn kembali aktivitas<br />Intervensi :<br />a. Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.<br />b. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti : bel atau lampu pemanggil<br />c. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha secara teratur<br />d. Letakkan tangan dalam posisi kedalam ( melipat )<br />e. Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki<br />f. Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa terganggu<br />g. Berikan posisi alih baring setiap 2 jam <br />h. Monitor tanda-tanda vital<br />i. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi<br />5. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif.<br />Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dan tanda-tanda vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan auskultasi, tidak terdapat tanda distress pernafasan<br />Intervensi :<br />a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan<br />b. Auskultasi bunyi pernafasan<br />c. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miring sesuai indikasi<br />d. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar<br />e. Kaji kemampuan dan kualitas batuk <br />f. Monitor tanda-tanda vital<br />g. Waspada bahwa trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi<br />h. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret<br />i. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif<br />j. Berikan O2 sesuai indikasi<br />k. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi<br />SUMBER PUSTAKA<br />Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran; 1996<br />Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.Volume 3. Jakarta : EGC; 2002<br />Padmosantjojo, R.M, Keperawatan bedah saraf, bagian bedah saraf, FKUI, 2000 <br />Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, jakarta<br />Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC, Jakarta<br />Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta<br />Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4, EGC, JakartaZaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-49265370188298395932010-07-07T15:57:00.000-07:002010-07-07T16:02:11.809-07:00ASKEP NEOPLASMA PADA PERKEMIHANA. RENAL KARSINOMA<br />Tumor renal karsinoma maligna terutama adenocarcinoma menduduki 2% dari semua kanker. Tumor renal maligna yang kecil (adenoma) bisa timbul tanpa membawa kerusakan yang jelas atau menimbulkan berbagai gejala. Carcinoma sel-sel ginjal jarang timbul sebelum orang berusia 40 tahun, lebih sering berjangkit pada usia 50 tahun samapi 70 tahun, terjadi lebih banyak pada pria daripada wanita.<br />Hematuria merupakan gejala yang paling lumrah pada carcinoma sel-sel renal. Hematuri yang intermitten mengurangi kepedulian orang untuk mencari pertolongan. Setiap orang yang mengalami hematuria harus menjalani pemeriksaan urologi yang lengkap, karena lebih dini diketahui maka peluang sembuh akan lebih bersih. Gejala-gejala lain terdiri dari rasa nyeri tumpul pada bagian pinggir badan, berat badan turun, demam, polycytemia. Mungkin timbul hipertensi karena dampak stimulasi sistem renin angiotensin.<br />IVP akan memperlihatkan ketidakserasian tepi-tepi ginjal dan memberi gambaran adanya dugaan tumor ginjal. Tumor kecil pada parenkhim tidak akan jelas, tapi bisa diperjelas dengan CT scan. Ct scan juga penting untuk membuat diferensiasi carcinoma sel-sel ginjal dan kista renal. Angiografi juga bisa dikerjakan untuk diferensiasi kista dengan tumor.<br />Kecuali pada orang yang berisiko jelek untuk bedah atau telah timbul metastase hebat, ginjal dapat diangkat (nefrektomi) dengan cara transabdominal, thoraco abdominal atau retroperitoneal. Yang pertama merupakan yang paling sering dipilih agar menjamin arteri dan vena renal tetap aman dan sebagai pencegahan penyebaran sel kanker ganas.<br />Setelah bedah tumor maligna diteruskan dengan sensitifitas radigrafi, biasanya pasien mendapatkan serangkaian therapi sinar X. Untuk pengobatan ini tidak perlu hospitalisasi. Radiasi juga dilakukan untuk daerah metastase sebagai pengobatan paliatif bagi mereka yang tidak mungkin bisa dibedah.<br />Kemotherapi belum memperlihatkan mutu pada pengobatan carcinoma sel-sel kanker. Angka pasien yang bisa tertolong setelah pengobatan tergantung kepada gawatnya metastase. Angka pulih kembali setelah 10 tahun sangat rendah, terutama karena kebanyakan orang tidak berobat pada tingkat dini dan menunggu sampai penyakit sudah sangat lanjut.<br />B. KARSINOMA KANDUNG KEMIH<br />Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah kandung kemih. Kanker kandung kemih terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan dengan pada wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% pasien mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa. <br />Pada tiga dasawarsa terakhir, kasus kandung kemih pada pria meningkat lebih dari 20 % sedangkan kasus pada wanita berkurang 25%. Faktor predisposisi yang diketahui dari kanker kandung kemih adalah karena bahan kimia betanaphytilamine dan xenylamine, infeksi schistosoma haematobium dan merokok.<br />Tumor dari kandung kemih berurutan dari papiloma benigna sampai ke carcinoma maligna yang invasif. Kebanyakan neoplasma adalah jenis sel-sel transisi, karena saluran kemih dilapisi epithelium transisi. Neoplasma bermula seperti papiloma, karena itu setiap papiloma dari kandung kemih dianggap pramalignansi dan diangkat bila diketahui. Karsinoma sel-sel squamosa jarang timbul dan prognosanya lebih buruk. Neoplasma yang lain adalah adenocarcinoma. <br />Kanker kandung kemih dibagi tingkatannya berdasarkan kedalaman tingkat invasifnya yaitu : tingkat O Mukosa, tingkat A Sub Mukosa, Tingkat B Otot, Tingkat C Lemak Perivisial, Tingkat D Kelenjar Limfe.<br />Hematuria yang tidak disertai rasa nyeri adalah gejala pertamanya pada kebiasaan tumor kandung kemih. Biasanya intermitten dan biasanya individu gagal untuk minta pertolongan. Hematuria yang tidak disertai rasa nyeri terjadi juga pada penyakit saluran kemih yang non malignant dan kanker ginjal karena itu tiap terjadi hematuri harus diteliti. Cystitis merupakan gejala dari tumor kandung kemih, karena tumor merupakan benda asing di dalam kandung kemih. <br />Pemeriksaan cytologi urine dapat memperkenalkan sel-sel maligna sebelum lesi dapat divisualisasikan dengan cystoscopy yang disertai biopsi. Penentuan klinis mengenai tingkatan invasif dari tumor penting dalam menentukan regimen terapi dan dalam pembuatan prakiraan prognose. Tiap orang yang pernah menjalani pengangkatan papilomma harus menjalani pemeriksaan cystoscopy tiap tiga bulan untuk selama dua tahun dan kemudian intervalnya sedikit dijarangkan bila tidak ada tanda-tanda lesi yang baru. Keperluan pemeriksaan yang sering harus dijelaskan oleh ahli urologi dan harus diperkuat oleh perawat. <br />Tumor-tumor kecil yang sedikit menjangkiti lapisan jaringan dapat ditolong dengan sempurna dengan fulgurisasi transuretra atau dieksisi. Foley kateter biasanya dipasang setelah pembedahan. Air kemih berwarna kemerahan tetapi tidak terjadi perdarahan gross. Rasa panas saat berkemih dapat diatasi dengan minum yang banyak dan buli-buli hangat pada daerah kandung kemih atau berendam air hangat. Pasien boleh pulang beberapa hari kemudian setelah bedah. Bila tumor tumbuh pada kubah kandung kemih harus dilaksanakan reseksi segmental dari kandung kemih. Sistektomi atau pengangkatan seluruh kandung kemih harus dilaksanakan bila penyakit sudah benart-benar ganas.<br /><br />Radiasi kobalt eksternal terhadap tumor yang invasif sering dilakukan sebelum bedah untuk memperlambat pertumbuhan. Radiasi supervoltase dapat diberikan kepada pasien yang fisikinya tidak kuat menghadapai bedah. Radiasi bukan kuratif dan mutunya hanya sedikit dalam pengelolaan bila tumor tidak mungkin bisa dioperasi. Radiasi internal jarang dipakai karena efeknya yang berbahaya.<br />Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan ke dalam kandung kemih sebagai pengobatan topikal. Pasien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat diabiarkan dalam kandung kemih selama dua jam.<br /><br />C. KARSINOMA PROSTAT<br />Karsinoma prostat ditemukan secara kebetulan pada waktu prostatektomi, sesudah dilakukan pemerikasaan patologi anatomik. Karsinoma prostat perlu dicurigai bila pada rectal toucher teraba benjolan-benjolan yang keras (indurasi pada satu atau beberapa tempat). Biasanya di lobus posterior. Seringkali penderita datang karena adanya hematuria gross. Hal ini mungkin karena proses penjalaran karsinoma ke arah lumen uretra dan menimbulkan ulcerasi disitu sehingga terjadi perdararahan. Diagnosis diferensialnya adalag batu prostat, TBC prostat, prostatitis kronik. Untuk membedakannya perlu dilakukan biopsi jarum.<br />Therapi yang umum digunakan adalah triple therapy yaitu prostatektomy, orkidektomy sub kapsuler dan pemberian hormon estrogen.<br />Kelenjar prostat merupakan tempat yang kedua pada pria untuk pertumbuhan kanker. Terdapat faktor keluarga untuk pertumbuhan penyakit ini. Kanker prostat bertanggung jawab atas 10% dari seluruh jumlah angka kematian pria. Jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan angka semakin meningkat seiring peningkatan usia. Lebih muda penderita terserang, lebih lethal penyakit ini. Walaupun kanker bisa dimulai dimana saja pada kelenjar prostat dan bermulti fokal sumbernya biasanya timbul pada lobus perifer sehingga timbul pada lobus perifer sehingga timbul nodul yang dapat diraba. Deteksi dini pada waktu palpasi memungkinkan pengobatan yang dini juga dan dapat memperbaiki prognosa. Karena alasan tersebut semua pria harus menjalani pemeriksaan rektal tiap tahun.<br />Kanker prostat biasanya dimulai dengan perubahan pola berkemih, frekuensi, desakan, nokturia akibat membesarnya ukuran kelenjar yang mendesak uretra. Obstruksi uretra yang lengkap dapat terjadi. Hematuria dapat berkembang menjadi anemia.<br />DIAGNOSA KEPERAWATAN & TINDAKAN PADA PASIEN DENGAN KANKER SALURAN KEMIH<br />1. Cemas / takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan keluarga ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.<br />Tujuan :<br />- Pasien dapat mengurangi rasa cemasnya<br />- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif<br />- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan<br />Tindakan :<br />- Tentukan pengalaman pasien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya<br />- Berikan informasi tentang prognosis secara akurat<br />- Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai<br />- Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu pasien mempersiapkan diri dalam pengobatan<br />- Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll<br />- Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system<br />- Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman<br />- Pertahankan kontak dengan pasien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.<br />2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan pasien mengatakan nyeri, pasien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.<br />Tujuan :<br />- Pasien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas<br />- Melaporkan nyeri yang dialaminya<br />- Mengikuti program pengobatan<br />- Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang mungkin<br />Tindakan :<br />- Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas<br />- Evaluasi therapi : pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan pasien dan keluarga tentang cara menghadapinya<br />- Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV<br />- Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.<br />- Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.<br />Kolaboratif <br />- Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan pasien<br />- Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll<br />3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekwensi khemotherapi, radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri ditandai dengan pasien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, berat badan turun sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan, konstipasi, abdominal cramping.<br />Tujuan :<br />- Pasien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda malnutrisi<br />- Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat<br />- Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya<br />Tindakan :<br />- Monitor intake makanan setiap hari, apakah pasien makan sesuai dengan kebutuhannya<br />- Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat badan<br />- Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis<br />- Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk pasien.<br />- Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang terlalu manis, berlemak dan pedas.<br />- Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau keluarga<br />- Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan<br />- Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami pasien<br />Kolaboratif<br />- Amati study laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin<br />- Berikan pengobatan sesuai indikasi<br />Phenotiazine, antidopaminergic, corticosteroids, vitamins khususnya A,D,E dan B6, antacida<br />- Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan infus.<br />4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.<br />Tujuan :<br />- Pasien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada tingkatan siap<br />- Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur tersebut<br />- Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan<br />- Bekerjasama dengan pemberi informasi<br />Tindakan :<br />- Review pengertian pasien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya<br />- Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada pasien tentang pengalaman pasien lain yang menderita kanker<br />- Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan informasi yang tidak diperlukan<br />- Berikan bimbingan kepada pasien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan, therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada pasien.<br />- Anjurkan pasien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi tentang penyakitnya<br />- Review pasien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal<br />- Anjurkan pasien untuk mengkaji membran mukosa mulut secara rutin, perhatikan adanya eritema, ulcerasi<br />- Anjurkan pasien memelihara kebersihan kulit dan rambut<br />5. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek samping kemotherapi dan radiasi/radiotherapi<br />Tujuan :<br />- Membrana mukosa tidak menunjukkan kerusakan, terbebas dari inflamasi dan ulcerasi<br />- Pasien mengungkapkan faktor penyebab secara verbal<br />- Pasien mampu mendemontrasikan tehnik mempertahankan/menjaga kebersihan rongga mulut<br />Tindakan :<br />- Kaji kesehatan gigi dan mulut pada saat pertemuan dengan pasien dan secara periodik<br />- Kaji rongga mulut setiap hari, amati perubahan mukosa membran. Amati tanda terbakar di mulut, perubahan suara, rasa kecap, kekentalan ludah<br />- Diskusikan dengan pasien tentang metode pemeliharan oral hygine<br />- Intruksikan perubahan pola diet misalnya hindari makanan panas, pedas, asam, hindarkan makanan yang keras<br />- Amati dan jelaskan pada pasien tentang tanda superinfeksi oral<br />Kolaboratif<br />- Konsultasi dengan dokter gigi sebelum kemotherapi<br />- Berikan obat sesuai indikasi<br />Anagetik, topikal lidocaine, antimikrobial mouthwash preparation.<br />- Kultur lesi oral<br />6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake<br />Tujuan :<br />Pasien menunjukkan keseimbangan cairan dengan tanda vital normal, membran mukosa normal, turgor kulit bagus, capilarry ferill normal, urine output normal.<br />Tindakan :<br />- Monitor intake dan output termasuk keluaran yang tidak normal seperti emesis, diare, drainse luka. Hitung keseimbangan selama 24 jam.<br />- Timbang berat badan jika diperlukan<br />- Monitor vital signs. Evaluasi pulse peripheral, capilarry refil<br />- Kaji turgor kulit dan keadaan membran mukosa. Catat keadaan kehausan pada pasien<br />- Anjurkan intake cairan samapi 3000 ml per hari sesuai kebutuhan individu<br />- Observasi kemungkinan perdarahan seperti perlukaan pada membran mukosa, luka bedah, adanya ekimosis dan pethekie<br />- Hindarkan trauma dan tekanan yang berlebihan pada luka bedah<br />Kolaboratif <br />- Berikan cairan IV bila diperlukan<br />- Berikan therapy antiemetik<br />- Monitor hasil laboratorium : Hb, elektrolit, albumin<br />7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif<br />Tujuan :<br />- Pasien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pecegahan infeksi<br />- Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal<br />Tindakan :<br />- Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan melakukan hal yang sama<br />- Jaga personal hygine pasien secara baik<br />- Monitor temperatur<br />- Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi<br />- Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur<br />Kolaboratif<br />- Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets<br />- Berikan antibiotik bila diindikasikan<br />8. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan deficit pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.<br />Tujuan :<br />- Pasien dapat mengungkapkan pengertiannya terhadap efek kanker dan therapi terhadap seksualitas<br />- Mempertahankan aktivitas seksual dalam batas kemampuan<br />Tindakan :<br />- Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang proses seksualitas dan reaksi serta hubungannya dengan penyakitnya<br />- Berikan advise tentang akibat pengobatan terhadap seksualitas<br />- Berikan privacy kepada pasien dan pasangannya. Ketuk pintu sebelum masuk.<br /><br />9. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.<br />Tujuan :<br />- Pasien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik<br />- Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan<br />Tindakan :<br />- Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.<br />- Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal<br />- Ubah posisi pasien secara teratur<br />- Berikan advise pada pasien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter<br /><br />D. HIPERTROPI PROSTAT<br />Istilah ini sebenarnya salah, karena kelenjar prostat tidak mengalami hipertrofi. Yang didapat sebenarnya hiperplasia dari kelenjar periuretral. Kelenjar ini mendesak kelenjar prostat sehingga lama-lama menjadi gepeng dan disebut sebagai kapsul prostat. Untuk mengukur besarnya hipertrofi prostat dapat dipakai pengukuran rectal grading, clinical grading dan intra uretral grading. <br />Biasanya penyakit ini ditemukan pada pria berusia diatas 50 tahun, dan penyakit ini menyebabkan berbagai macam gangguan obstruksi uretra dan rstriksi aliran urine. Pada fase awal umumnya pasien akan mengeluh kencing terasa tidak puas, pancarannya melemah, nokturia. Pada fase selanjutnya pasien akan merasa panas saat berkemih, dysuria, nokturia tambah hebat dan kemudian pada fase lanjut buli-buli akan penuh, over flow incontinence, pasien menggigil kadang-kadang sampai koma.<br />DIAGNOSA KEPERAWATAN & TINDAKAN<br />1. Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan bladder berkontraksi ditandai dengan frequency, hesistansi, ketidakmampuan mengosongkan bladder, inkontinensia, distensi bladder, adanya residu urine.<br />Tujuan :<br />- Berkemih lancar tanpa terjadi distensi bladder<br />- Residu urine kurang dari 50 ml tanpa adanya overflow.<br />Tindakan :<br />- Anjurkan pasien untuk berkemih setiap 2 – 4 jam dan bila sudah penuh<br />- Informasikan kepada pasien tentang stress inkontinensia<br />- Observasi pancaran urine, amati ukuran dan kekuatannya<br />- Monitor dan catat waktu serta jumlah saat berkemih. Amati menurunnya output urine dan perubahan pancaran<br />- Perkusi/palpasi area suprapubik<br />- Anjurkan minum sampai 3000 ml setiap hari bila tidak terdapat intolenransi jantung<br />- Monitor vital signs. Observasi hipertensi, peripheral/dependen oedema. Berat badan diukur setiap hari dan pertahankan intake dan output secara akurat<br />- Berikan perawatan cateter dan perineal<br />- Berikan rendaman duduk sesuai indikasi<br />Kolaboratif<br />- Berikan pengobatan sesuai indikasi <br />Antispasmodik misalnya oxybutynin chloride, rectal suppositoria, antibiotik dan antimikrobial, phenoxybenzamine.<br />- Kateterisasi urine atau pasang kateter foley sesuai indikasi<br />- Monitor hasil laboratorium sperti BUN, Creatinine, Elektrolite, urinalisis dan kultur.<br /><br />2. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa : distensi bladder, renal colic, infeksi saluran kemih, therapi radiasi ditandai dengan pasien menyatakan nyeri (bladder/rectal), penurunan tonus otot, grimase, distraksi, kelelahan, respon otonomik.<br />Tujuan :<br />- Nyeri berkurang atau terkontrol<br />- Pasien merasa rileks<br />- Pasien dapat tidur dan beristirahat dengan tenang<br />Tindakan :<br />- Kaji nyeri, amati lokasi dan intensitasnya (skala 0 – 10), durasi<br />- Pertahankan bedrest jika diindikasikan<br />- Pertahankan rasa nyaman pada pasien misalnya menolong pasien mencari posisi yang nyaman, menganjurkan tehnik relaksasi/nafas dalam serta aktivitas diversional<br />- Anjurkan rendaman duduk<br />Kolaboratif<br />- Lakukan kateterisasi untuk drainase urine<br />- Lakukan masase prostat<br />- Berikan pengobatan sesuai indikasi<br />Narkotik (meperidine), antibakterial (methenamine hippurate), antispasmodik dan sedative bladder.<br />3. Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan diuresis postobstruktive dari drainase, endokrin, ketidakseimbangan elektrolit (disfungsi renal)<br />Tujuan :<br />Mempertahankan hidrasi secara adekuat yang ditandai vital signs stabil, pulse periferal teraba, capilary refill baik, dan mukosa membran yang normal.<br />Tindakan :<br />- Monitor output secara hati-hati, setiap jam bila diindikasikan. <br />- Anjurkan pasien meningkatkan intake oral sesuai kebutuhan individual<br />- Monitor tekanan darah dan denyut nadi secara teratur. Evaluasi kapilary refill dan membran mukosa mulut.<br />- Berikan bedrest dengan kepala ditinggikan<br />Kolaboratif<br />- Monitor elektrolit, khususnya sodium<br />- Berikan cairan IV (hipertonik saline) jika diperlukan<br /><br />4. Cemas / Takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan : pada prosedur bedah, kehilangan kepercayaan diri terhadap kemampuan seksual ditandai dengan peningkatan ketegangan, keragu-raguan, mencemaskan konsekwensi yang tidak logis.<br />Tujuan :<br />- Pasien dapat rileks<br />- Mengungkapkan informasi yang akurat tentang keadaannya<br />- Menunjukkan penurunan kecemasan & ketakutan<br />Tindakan :<br />- Berikan perhatian kepada pasien, ciptakan hubungan saling percaya dengan pasien dan support person.<br />- Berikan informasi tentang prosedur spesifik, kateterisasi, urine berdarah, iritasi bladder. Berikan informasi sesuai kebutuhan pasien.<br />- Informasikan sebelum melakukan prosedur dan pertahankan privacy pasien <br />- Anjurkan pasien dan keluarga mengungkapkan perasaannya<br /><br />5. Deficit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya kemampuan menangkap informasi, misinterpretasi, tidak terbiasa dengan sumber informasi ditandai dengan pasien bertanya-tanya, mengungkapkan problemnya secara verbal/nonverbal, tidak akurat dalam mengikuti intruksi.<br />Tujuan :<br />- Pasien dapat mengungkapkan pengertian terhadap proses penyakit dan prognosa<br />- Mengidentifikasi tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakitnya<br />- Mempunyai inisiatif perubahan gaya hidup yang menunjang penyembuhan penyakitnya<br />- Berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan<br />Tindakan :<br />- Review proses penyakit, prognosa, tanda dan gejala serta pengobatannya<br />- Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasan dan tingkat perhatian terhadap penyakitnya<br />- Beri informasi bahwa penyakitnya tidak menular melalui hubungan seksual<br />- Rekomendasikan kepada pasien untuk menghindari makanan pedas, kopi, alkohol, mengendarai sepeda motor dalam jangka waktu lama.<br />- Berikan informasi tentang hubungan seks, hindari pada fase akut tetapi akan lebih baik pada fase kronik.<br />- Dukung pasien untuk mengikuti pengobatan secara teratur termasuk latihan rectal dan urinalisis.<br /> <br />DAFTAR PUSTAKA<br />Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.<br />Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.<br />Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.<br /> Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.<br />Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.<br />Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.<br />Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.<br /> (1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo SurabayaZaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-3494082071434628712010-07-01T09:46:00.001-07:002010-07-17T21:42:51.680-07:00askep peritonitisA. DEFINISI<br />Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut.<br />Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis. <br />Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri. <br />Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri.<br />Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah.<br />Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum); pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum).<br /><br />B. ANATOMI <br />Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial ( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.<br />Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium. <br />Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:<br />1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).<br />2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.<br />3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis. <br />Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura. Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale. Mesenterium vebtrale yang terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang. Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan, ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk pipa yang disebut ductus omphaloentericus.<br />Usus tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus terpaksa berbelok-belok dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus berputar ke kanan sebesar 270 ° dengan aksis ductus omphaloentericus dan a. mesenterica superior masing-masing pada dinding ventral dan dinding dorsal perut. Setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini jatuh kebawah dan bersama mesenterium dorsale mendekati peritonium parietale. Karena jirat usus berputar bagian usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan bagian disebelah anal (kaudal) berpindah ke kiri dan keduanya mendekati peritoneum parietale.<br />Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal peritonium sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei.. dengan demikian:<br />o Duodenum terletak retroperitoneal;<br />o Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium;<br />o Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;<br />o Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut mesocolon transversum;<br />o Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung mesosigmoideum; cecum terletak intraperitoneal;<br />o Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium.<br />Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau mesenterium pada peritoneum parietale tidak sempurna, sehingga terjadi cekungan-cekungan di antara usus (yang diliputi oleh peritoneum viscerale) dan peritoneum parietale atau diantara mesenterium dan peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat juga terjadi karena di dalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yang membatasi resesus duodenalis inferior.<br />Pada colon descendens terdapat recessus paracolici. Pada colon sigmoideum terdapat recessus intersigmoideum di antara peritoneum parietale dan mesosigmoideum.<br />Stratum circulare coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunaris. Peritoneum yang menutupi colon melipat-lipat keluar diisi oleh lemak sehingga terjadi bangunan yang disebut appendices epiploicae. <br />Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin karena peritoneum mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum dapat disamakan dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang licin ini memudahkan pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain. Kadang-kadang , pemuntaran ventriculus dan jirat usus berlangsung ke arah yang lain. Akibatnya alat-alat yang seharusnya disebelah kanan terletak disebelah kiri atau sebaliknya. Keadaan demikian disebut situs inversus. 13<br /><br />C. ETIOLOGI<br />Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen.<br /><br />D. PATOFISOLOGI<br />Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.<br />Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.<br />Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.<br />Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.<br />Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.<br /><br />E. KLASIFIKASI<br />Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:<br />1. Peritonitis bakterial primer.<br />Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.<br />Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.<br />2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)<br />Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.<br />Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.<br />3. Peritonitis non bakterial akut<br />Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. <br />d. Peritonitis bakterial kronik (tuberkulosa)<br />Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di paru, intestinal atau tractus urinarius.<br />4. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa)<br />Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melaluii pembentukkan granuloma, dan sering menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa kronik dapat terjadi karena talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung tangan dokter. Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi masalah ini.<br /><br />F. MANIFESTASI KLINIS<br />Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.<br />Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.<br />Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.<br /><br />G. DIAGNOSIS<br />Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan X-Ray.<br />1. Gambaran klinis<br />Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial.<br />Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah. 5<br />2. Pemeriksaan laboratorium<br />Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik.<br />Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 5<br />3. Pemeriksaan X-Ray<br />Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.<br />Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu : (rasad)<br />1. Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP ).<br />2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal proyeksi AP.<br />3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP. <br />Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.<br /><br />H. TERAPI <br />Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.<br />Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi. <br />Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.<br />Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.<br />Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.<br />Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.<br /><br />I. KOMPLIKASI<br />Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : (chushieri)<br />1. Komplikasi dini<br />o Septikemia dan syok septic<br />o Syok hipovolemik<br />o Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system<br />o Abses residual intraperitoneal<br />o Portal Pyemia (misal abses hepar)<br />2. Komplikasi lanjut<br />o Adhesi<br />o Obstruksi intestinal rekuren<br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />1. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.<br />2. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.<br />3. Way. L. W., 1998, Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis & Treatment, 7th Ed., Maruzen, USA.<br />4. Wilson. L. M., Lester. L .B., 1995, Usus kecil dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, alih bahasa dr. Peter Anugrah, EGC, Jakarta.<br />5. Schrock. T. R., 2000, Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.<br />6. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, 1999, Abdomen Akut, dalam Radiologi Diagnostik, p 256-257, Gaya Baru, jakarta.<br />7. Schwartz. S. J., Shires. S. T. S., Spencer. F.C., 2000, Peritonitis dan Abces Intraabdomen dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Ed.6, alih bahasa dr. Laniyati, EGC, Jakarta.<br />8. Dahlan. M., Jusi. D., Sjamsuhidajat. R., 2000, Gawat Abdomen dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta<br />9. Putz.R., Pabst.R., 1997, Sobotta, Atlas Anatomi Manusia, EGC, Jakarta<br />10. Hoyt. D. B., Mackersie. R. C., 1988, Abdominal Injuries in Essential Surgical Practice, 2nd Ed, John Wright, Bristol.<br />11. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997, Dinding Perut, dalam Buku ajar Ilmu Bedah; 696, EGC, Jakarta.<br />12. Anonim, 2002, Abdomen, Bagian Anatomi FK UGM, Yogyakarta <br />13. Darmawan. M., 1995, Peritonitis dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, FKUI, JakartaZaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-67753277205681001722010-06-09T10:25:00.000-07:002010-06-09T10:27:58.641-07:00ASKEP TRAUMA ABDOMENA. PENGERTIAN<br />Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).<br />Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).<br />Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).<br />Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).<br />Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).<br /><br />B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI<br />1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).<br />Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.<br />2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).<br />Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) (FKUI, 1995).<br /><br />C. PATOFISIOLOGI <br />Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)-Trauma abdomen- :<br />1. Trauma tumpul abdomen<br />• Kehilangan darah.<br />• Memar/jejas pada dinding perut.<br />• Kerusakan organ-organ.<br />• Nyeri<br />• Iritasi cairan usus<br />2. Trauma tembus abdomen<br />• Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ<br />• Respon stres simpatis<br />• Perdarahan dan pembekuan darah<br />• Kontaminasi bakteri<br />• Kematian sel<br /> 1 & 2 menyebabkan :<br /> Kerusakan integritas kulit<br /> Syok dan perdarahan<br /> Kerusakan pertukaran gas<br /> Risiko tinggi terhadap infeksi<br /> Nyeri akut<br /> (FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta)<br /><br />D. TANDA DAN GEJALA<br />1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :<br /> Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ<br /> Respon stres simpatis<br /> Perdarahan dan pembekuan darah<br /> Kontaminasi bakteri<br /> Kematian sel<br />2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).<br /> Kehilangan darah.<br /> Memar/jejas pada dinding perut.<br /> Kerusakan organ-organ.<br /> Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.<br /> Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).<br /><br />E. KOMPLIKASI<br /> Segera : hemoragi, syok, dan cedera.<br /> Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001).<br /><br />F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK<br /> Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.<br /> Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.<br /> Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.<br /> IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.<br /> Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.<br /> Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995).<br /><br />G. PENATALAKSANAAN<br /> Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE.<br /> Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.<br /> Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).<br /> Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut) (FKUI, 1995).<br /><br />H. MANAJEMEN KEPERAWATAN<br />1. PENGKAJIAN<br />Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).<br />Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :<br />a. Trauma Tembus abdomen<br /> Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).<br /> Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.<br /> Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).<br /> Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.<br /> Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.<br /> Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.<br />b. Trauma tumpul abdomen<br /> Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :<br />o Metode cedera.<br />o Waktu awitan gejala.<br />o Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.<br />o Waktu makan atau minum terakhir.<br />o Kecenderungan perdarahan.<br />o Penyakit danmedikasi terbaru.<br />o Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.<br />o Alergi.<br /> Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.<br /><br />2. PENATALAKSANAAN KEDARURATAN<br />a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.<br />b. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.<br />1) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.<br />2) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.<br />3) Gunting baju dari luka.<br />4) Hitung jumlah luka.<br />5) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.<br />c. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.<br />d. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.<br />1) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.<br />2) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi.<br />3) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.<br />4) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.<br />e. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.<br />f. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah nkekeringan visera.<br />1) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.<br />2) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.<br />g. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine.<br />h. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.<br />i. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.<br />j. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.<br />1) Jahitan dilakukan disekeliling luka.<br />2) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.<br />3) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.<br />k. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.<br />l. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).<br />m. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.<br /><br />3. PENATALAKSANAAN DIRUANG PERAWATAN LANJUTAN<br />DIAGFNOSA TUJUAN INTERVENSI<br />Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.<br /><br /> Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.<br />Kriteria Hasil : <br />o tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.<br />o luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.<br />o Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.<br /> 1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.<br />2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka<br />3. Pantau peningkatan suhu tubuh.<br />4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.<br />5. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.<br />6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.<br />7. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.<br />Risiko infeksi berhubungan dengan <br />o tidak adekuatnya pertahanan perifer, <br />o perubahan sirkulasi, <br />o kadar gula darah yang tinggi, <br />o prosedur invasif dan <br />o kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi / terkontrol.<br /><br />Kriteria hasil : <br />o tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.<br />o luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.<br />o Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.<br /> 1. Pantau tanda-tanda vital.<br />2. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.<br />3. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, <br />4. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.<br />5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.<br />Nyeri akut berhubungan dengan <br />Trauma/diskontinuitas jaringan.<br /> Nyeri dapat berkurang atau hilang.<br />Kriteria Hasil : <br />o Nyeri berkurang atau hilang<br />o Klien tampak tenang. 1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga<br />2. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri<br />3. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri<br />4. Observasi tanda-tanda vital<br />5. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik<br />Intoleransi aktivitas berhubungan dengan <br />kelemahan umum. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.<br />Kriteria hasil : <br />o Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.<br />o Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.<br />o Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik. 1. Rencanakan periode istirahat yang cukup.<br />2. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.<br />3. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.<br />4. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.<br /><br />Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan <br />Nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.<br /> Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.<br />Kriteria hasil : <br />o Penampilan yang seimbang.<br />o Melakukan pergerakkan dan perpindahan.<br />o Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :<br /> 0 = mandiri penuh<br /> 1 = memerlukan alat Bantu.<br /> 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.<br /> 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.<br /> 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.<br /> 1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.<br />2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.<br />3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.<br />4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.<br />5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />1. Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.Brooker, Christine. 2001. Kamus<br />2. Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.<br />3. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.<br />4. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta<br />5. Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.<br />6. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1231256798331776889.post-26867219159047795232010-06-08T12:35:00.000-07:002010-06-08T12:41:15.553-07:00TOKOH DAN ILMUWAN<h3 class="post-title"> <a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/daftar-tokoh-indonesia.html">Daftar Tokoh Indonesia</a> </h3> <small class="date-header">Saturday, March 20, 2010</small> <div class="post-body"><br /><br /><table border="5"><tbody><tr><td><ul><li><a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/presiden-dan-wakil-presiden-indonesia.html">Presiden dan Wakil Presiden Indonesia</a></li><br /><li><a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/pahlawan-nasional-indonesia.html">Pahlawan Nasional Indonesia</a></li></ul></td></tr></tbody></table><script type="text/javascript"><!-- pub_zona = "-1"; pub_lokasi = "9107"; pub_model = "2"; adspeedy_br = "ffffff"; adspeedy_bg = "ffffff"; adspeedy_t1 = "0000CC"; adspeedy_t2 = "000000"; adspeedy_t5 = "000000"; url = "http://www.adspeedy.com/ppc"; //--></script> <script type="text/javascript" src="http://www.adspeedy.com/ppc/tayang.js"></script><script language="JavaScript" src="http://www.adspeedy.com/ppc/tayang.php?z=-1&w=0&pl=9107&ad_type=0&shape=2&c_border=ffffff&c_background=ffffff&c_text1=0000CC&c_text2=000000&c_text3=0&c_text4=0&c_text5=000000&c_text6=0&c_text7=0&c_text8=0&c_text9=0&c_text10=0&code=1276025876905"></script> </div> <div class="post-footer"> <p class="post-footer-line post-footer-line-1"> <span class="post-author"> </span> <span class="post-timestamp"> </span> <span class="post-comment-link"> <a class="comment-link" href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/daftar-tokoh-indonesia.html#comments" onclick="">0 komentar</a> </span> <span class="post-backlinks post-comment-link"> </span> <span class="post-icons"> <span class="item-control blog-admin pid-2074284019"> <a href="post-edit.g?blogID=1442582409058380188&postID=3550452895685775482" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"> </span> </a> </span> </span> </p> <p class="post-footer-line post-footer-line-2"> <span class="post-labels"> Label: <a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/search/label/Daftar%20Tokoh%20Indonesia" rel="tag">Daftar Tokoh Indonesia</a>, <a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/search/label/Tokoh%20dan%20Ilmuwan" rel="tag">Tokoh dan Ilmuwan</a> </span> </p> </div> <div class="post uncustomized-post-template"> <a name="6169406310740415914"></a> <h3 class="post-title"> <a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/daftar-peraih-nobel.html">Daftar Peraih Nobel</a> </h3> <small class="date-header">Tuesday, March 16, 2010</small> <div class="post-body"><br /><br /><table border="5"><tbody><tr><td><ul><li><a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/peraih-nobel-fisika.html">Peraih Nobel Fisika</a></li><br /><li><a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/peraih-nobel-kimia.html">Peraih Nobel Kimia</a></li><br /><li><a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/peraih-nobel-kedokteran.html">Peraih Nobel Kedokteran</a></li><br /><li><a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/peraih-nobel-perdamaian.html">Peraih Nobel Perdamaian</a></li><br /><li><a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/peraih-nobel-sastra.html">Peraih Nobel Sastra</a></li><br /><li><a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/peraih-nobel-ekonomi.html">Peraih Nobel Ekonomi</a></li></ul></td></tr></tbody></table><script type="text/javascript"><!-- pub_zona = "-1"; pub_lokasi = "9107"; pub_model = "2"; adspeedy_br = "ffffff"; adspeedy_bg = "ffffff"; adspeedy_t1 = "0000CC"; adspeedy_t2 = "000000"; adspeedy_t5 = "000000"; url = "http://www.adspeedy.com/ppc"; //--></script> <script type="text/javascript" src="http://www.adspeedy.com/ppc/tayang.js"></script><script language="JavaScript" src="http://www.adspeedy.com/ppc/tayang.php?z=-1&w=0&pl=9107&ad_type=0&shape=2&c_border=ffffff&c_background=ffffff&c_text1=0000CC&c_text2=000000&c_text3=0&c_text4=0&c_text5=000000&c_text6=0&c_text7=0&c_text8=0&c_text9=0&c_text10=0&code=1276025878929"></script> </div> <div class="post-footer"> <p class="post-footer-line post-footer-line-1"> <span class="post-author"> </span> <span class="post-timestamp"> </span> <span class="post-comment-link"> <a class="comment-link" href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/2010/03/daftar-peraih-nobel.html#comments" onclick="">0 komentar</a> </span> <span class="post-backlinks post-comment-link"> </span> <span class="post-icons"> <span class="item-control blog-admin pid-2074284019"> <a href="post-edit.g?blogID=1442582409058380188&postID=6169406310740415914" title="Edit Post"> <span class="quick-edit-icon"> </span> </a> </span> </span> </p> <p class="post-footer-line post-footer-line-2"> <span class="post-labels"> Label: <a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/search/label/Daftar%20Peraih%20Nobel" rel="tag">Daftar Peraih Nobel</a>, <a href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/search/label/Tokoh%20dan%20Ilmuwan" rel="tag">Tokoh dan Ilmuwan</a> </span> </p> </div> </div> <!-- google_ad_section_end --> <div class="blog-pager" id="blog-pager"> <span id="blog-pager-newer-link"></span><span id="blog-pager-older-link"></span></div><span class="label-size label-size-1"></span><span class="label-size label-size-1"></span><span class="label-size label-size-1"></span><span class="label-size label-size-1"></span><span class="label-size label-size-1"><a dir="ltr" href="http://blogger-blogspot-com.blogspot.com/search/label/Daftar%20Bisnis%20Online%20Gratis"></a></span>Zaenal Arifin, NS.SKephttp://www.blogger.com/profile/12439517296399498076noreply@blogger.com0