ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA

Jumat, 31 Desember 2010

A. KONSEP DASAR
1. Anatomi dan Fisiologi Darah
”Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid yang mengandung elektrolit”.(Sylvia,1997:223)
“Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian.” (Evelyn.C,2004.133)
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa darah adalah suatu jaringan cair yang terdiri atas dua bagian dan di bentuk dari suspensi partikel dalam larutan koloid cair.
Fungsi darah terdiri atas :
a. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
1) Mengambil oksigen atau zat pembakar dari paru-paru utuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh.
2) Mengangkat karbon dioksida dari jaringan untukk dikeluarkan melalui paru-paru.
3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan atau alat tubuh.
4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit atau ginjal



b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun di dalam tubuh dengan perantara leukosit dan antibodi.
c. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Jika dilihat begitu saja maka darah merupakan zat cair yang warnanya merah, tetapi apabila dilihat di bawah miskroskop maka nyatalah bahwa di dalam darah merah terdapat benda-benda kecil bundar yang disebut sel-sel darah merah, sedangkan cairan berwarna kekuning-kuningan di sebut plasma, jadi sel darah merah tersusun atas dua bagian, yaitu:
a. Plasma darah terdiri atas :
1) Air : 91,0 %
2) Protein : 8,0 % ( albumin, globulin, protombin, fibrinogen)
3) Mineral : 0,9 % (natrium khlorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium, fosfot, magnesium dan besi )
4) Bahan organik : 0,1 % (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin,kolesterol dan asam amino)
b. Sel darah, terdiri dari :
1) Eritrosit (sel darah merah)
Bentuknya seperti cakram atau bikonkaf, cekung pada kedua sisinya dan tidak mempunya inti, ukuran diameternya kira-kira 7,7 unit(0,0007 mililiter), tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira lima juta dalam 1 mm3, warnanya kuning kemerah-merahan, karena di dalamnya mengandung suatu zat yag di sebut hemoglobin, warna ini akan bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk di keluarkan melelu paru-paru
Pengikatan oksigen dan karbon dioksida ini dikerjakan oleh hemoglobin yang bersenyawa dengan oksigen yang disebut oksihemoglobin, jadi oksigen diangkat dari seluruh tubuh sebagai oksihemoglobin yang nantinya setelah tiba di jaringan, akan dilepaskan dan seterusnya Hb tadi akan mengikat dan bersenyawa dengan karbon- dioksida dan disebut karbon dioksida hemoglobin , yang mana karbon- dioksida tersebut aka di lepaskan di paru-paru.
Sel darah merah di buat di dalam tubuh, yaitu di dalam sumsum tulang merah, limpa dan hati , yang kemudian akan beredar di dalam tubuh selama 14-15 hari, setelah itu akan mati. Hemoglobin yang keluar Dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi dua zat, yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu zat yang terdapat di dalam eritrosit yang berguna untuk mengikat oksigen dan karbon dioksida. Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100cc darah. Normal Hb wanita 11,5% dan Hb laki-laki 13% mg .
Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah bisa berkurang, demikian juga hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila kedua-duanya berkurang maka keadaan ini disebut anemia yang biasanya di sebabkan oleh perdarahan yang hebat, penyakit melisis eritrosit dan pembuatan eritrosit sendiri terganggu.





Gambar 2.1
Sel darah merah

2) Leukosit (sel darah putih)
Bentuk dan sifat leukosit berlainan dengan eritrosit, bila kita lihat di bawah miskroskop maka akan terlihat bentuknya yang berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu(pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening( tidak berwarna), banyaknya dalam 1mm3 darah kira 6000-9000.
Fungsi dari leukosit sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES
(system retikuloendotel, tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe.sel leukosit di samping berada did lam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia..Jika terdapat penyakit yang di sebabkan oleh masuknya kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya,hal ini di sebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit dalam darah kurang dalam darah melebihi 10000/mm3 disebut leukositosis dan kurang dari 6000/mm3 di sebut leukopenia.
Tabel 2.1
Macam -macam leukosit
Tipe Gambar Diagram % dalam tubuh manusia Keterangan
Neutrofil


65% Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.
Eosinofil


4% Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.
Basofil


<1% Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.

Limfosit


25% Limfosit lebih umum dalam sistem limfa. Darah mempunyai tiga jenis limfosit:
Sel B: Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu menghancurkannya. (Sel B tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat patogen, tapi setelah adanya serangan, beberapa sel B akan mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan antibodi sebagai layanan sistem 'memori'.)
Sel T: CD4+ (pembantu) Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam infeksi HIV) sarta penting untuk menahan bakteri intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat membunuh sel yang terinfeksi virus.
Sel natural killer: Sel pembunuh alami (natural killer, NK) dapat membunuh sel tubuh yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah terinfeksi virus atau telah menjadi kanker.

Monosit


6% Monosit membagi fungsi "pembersih vakum" (fagositosis) dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan: memberikan potongan patogen kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat membuat tanggapan antibodi untuk menjaga.
Makrofag


(lihat di atas) Monosit dikenal juga sebagai makrofag setelah dia meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan.
(sumber: www.google.com,04 agustus 2007)




3) Trombosit ( sel pembeku darah)
Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat, ada yang lonjong, warnanya putih, normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm3
Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan yangterus-menerus. Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis, trombosit kurang dari 200.000 disebut trombositopenia. Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan darh , yaitu kalsium dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapatkan luka..
Kalau kita luka maka darah akan keluar, trombosit pecah dan mengeluarkan zat yang di sebut trombokinase. Trombokinase ini akan bertemu dengan protombin dengan pertolongan kalsium akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu pula dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protombin dibuat di hati dan untuk pembuatannya di perlukan vitamin K , dengan demikian vitamin K penting untuk pembekuan darah.

2. Konsep Dasar Anemia
a. Pengertian
“Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat”.(Nelson ,2000:1680)
“Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan dalam 100 ml darah”.(Ngastiyah,1997:358)
“Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah (hematokrit) perseratus milliliterdarahkurangdarinormal”.(ummusalma(2007), wordpress.com ,2 Agustus 2007).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa anemia adalah penurunan sel darah merah, kuantitas Hb dan hematokrit perseratus milliliter darah di bawah rentang nilai yamg berlaku untuk orang normal.
b. Etiologi
1) Defisiensi besi
2) Kegagalan sumsum tulang
3) Kehilangan darah akut/kronis
4) Bahan kimia dan obat
5) Defesiensi vitamin B12 dan asam folat
6) Idiopatik merupakan penyebab utama
c. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah berlebihan atau keduannya. Kegagalan sumsum (misalnya eritropoesis) dapat terjadi karena kekurangan nutrisi, pajanan toksis, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis(destruksi). Pada hemolisis masalah dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor di luar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutam dalam hati dan limpa. Sebagai hasil proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah akan segera direfleksiskan dengan peningkatan bilirubin plasma. Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang. Kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikhterik pada sklera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam airkulasi, seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma( protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan terdifusi ke dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Jadi tidak adanya hemoglobinemia dan hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada pasien hemolisis
d. Klasifikasi
Anemia di klasifikasikan menjadi dua bagian besar, yakni:
1) Berdasarkan etiopatogenesis( etiologi dan patogenesis), yaitu :
a) Anemia kehilangan darah (anemia perdarahan)
b) Anemia karena gangguan pembentukkan sel darah merah
c) Anemia karena peningkatan destruksi sel darah merah
2) Berdasarkan morfologi darah tepi ada dua gambaran yang penting untuk menentukan jenis anemia yang terjadi, yaitu: volume sel darah merah dan konsentrasi Hb. Dengan menghitung kedua nilai di atas dapat ditentukan 3 jenis morfologi sel darah tepi, yaitu:
a) Anemia normositik nornokrom, dimana sel-sel darah merah berukuran dan berbentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisi, penyakit kronik termasuk infeksi .
b) Anemia makrositik normokrom , dimana makrositik berarti bahwa sel-sel darah merah lebih besar dari normal (sel darah merah meningkat dan hemoglobin normal) ini di akibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintensis asam nukleat DNA, seperti yang di temukan pada defisiensi vitamin B 12 dan asam folat, ini juga dapat terjadi pada kemoterapi kanker , sebab agen-agen yang di gunakan mengganggu metabolisme sel.
c) Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin yang kurang dari normal ( sel darah merah berkurang dan hemoglobin berkurang). Ini umunnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem(besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan dimana kehilangan darah kronik atau gangguan sintesis globin, seperti thalasemia .
e. Manifestasi klinis
Selain beratnya anemia, berbagai faktor mempengaruhi berat dan adanya gejala:
1) Kecepatan kejadian anemia
2) Durasinya
3) Kebutuhan metabolisme pasien yang bersangkutan
4) Adanya kelainan atau kecacatan.
5) Komplikasi tertentu atau keadaan penyerta kondisi yang menyebabakan anemia.
Tanda dan gejala lainnya adalah lemas, pusing , mata berkunang-kunang , terlihat pucat , palpitasi , sesak napas, nyeri dada.
f. Pemeriksaan diagnostik
Berbagai uji hematologist di lakukan untuk menentukan jenis dan penyebab anemia.uji tersebut meliputi:
1) Jumlah darah lengkap : hemoglobin dan hematokrit menurun
2) Jumlah eritrosit : menurun
3) Jumlah retikulosit : menurun
4) Perwarnaan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk
5) Masa hidup SDM : berguna dalam membedakan diagnosa anemia
6) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM,mungkin
meningkat atau mungkin menurun
7) Trombosit : menurun(aplastik) ,normal atau tinggi
(hemolitik)
8) Pemeriksaan endoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan
9) Aspirasi sumsum tulang atau pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah ,ukuran dan bentuk ; membedakan tipe anemia
g. Manajeman medis
Dengan memberikan supleman nutrisi (vitamin B12, asam folat dan besi), memberikan transfusi darah ,dalam keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus yang tersedia, dan pembedahan untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan .
h. Dampak anemia terhadap kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk holistik
1) Aktivitas
Pada klien dengan anemia biasanya di temukan keletihan, kelemahan, penurunan semangat untuk bermain dan lebih benyak tidur. Hal ini disebabkan oleh suplai darah dan oksigen ke jaringan perifer menurun menjadikan metabolisme anaerob pada otot sehingga terjadi peningkatan asam laktat yang menjadikan kelemahan.
2) Sirkulasi
Dengan adanya kekurangan oksihemoglobin yang berlangsung lama jantung menjadi kurang mampu menyuplai darah ke jaringan yang mengalami hipoksia. Jantung kemudian mengalami pembesaran. Hal ini menyebabkan peningkatan frekuensi jantung , kemudian akan menimbulkan peningkatan nadi, perubahan warna kulit dan membran mukosa,bunyi jantung tidak teratur .
3) Nyeri
Pada umunya pasien dengan anemia nafsu makannya buruk, anoreksia, pasien malas mengunyah makanan , hal ini disebabkan pula karena adanya nyeri mulut atau lidah. Dari hal tersebut akan menimbulkan membran mukosa kering, turgor kulit buruk yang akhirnya terjadi penurunan berat badan

4) Keamanan dan kenyamanan
Pada pasien dengan anemia gangguan rasa nyaman mungkin dirasakan karena pasien sering dilakukan pemeriksaan darah atau diberikan suntikan, sering setelah diberikan suntikan atau transfusi atau pengambilan darah timbul perdarahan dan jika pasien diberikan transfusi darah kemungkinan akan timbul reaksi alergi. Apabila hemoglobin rendah, oksigen dan nutrisi tidak dapat beredar secara adekuat, maka dapat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap dingin atau panas, penyembuhan luka yang buruk serta kemungkinan terjadinya infeksi.
5) Eliminasi
Dengan nafsu makan yang buruk menyebabkan kurangnya asupan makanan dan peristaltik usus menurun, hal ini dapat menyebabkan konstipasi , dari hal ini ditandai dengan distensi abdomen.
6) Pengetahuan
Pasien dengan anemia memerlukan pengobatan dan perawatan yang panjang dan berkesinambungan, dengan kondisi yang lemah ditambah dengan keyakinan agama dan budaya yang mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah, menyebabkan masukkan informasi tentang penyakit dan perawatan kurang efektif sehingga pengetahuan yang didapat rendah dan dapat menyebabkan regimen terapeutik tidak efektif.
i. Dampak anemia terhadap pertumbuhan dan perkembangan
Anemia menyebabkan kepucatan ringan pada warna kulit, biasanya yang paling terlihat pucat adalah warna bibir, garis kelopak mata(konjungtiva) dan kuku jari. Anak yang anemia juga menjadi peka,agak lemas atau mudah lelah. Dampak anemia berat pada anak-anak akan menimbulkan napas pendek-pendek, mempunyai denyut jantung yang cepat dan pembengkakan pada kaki dan tangan , jika terus berlanjut akan berdampak pada mengganggu pertumbuhan anak.
Dampak pada anak-anak yang tidak anemia tetapi masih kekurangan zat besi , anak tersebut akan mengalami penurunan napsu makan , menjadi peka, rewel, dan malas yang akan berdampak pada kertelambatan perkembangan klien
3. Konsep pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra school
a. Pengertian tentang proses tumbuh-kembang
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah , ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang biasa di ukur dengan ukuran berat(gram,ons,kg), ukuran panjang (cm,m),umur tulang dan keseimbangan metabolik.
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan, yang menyangkut adanya proses deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan, organ-organ dan sistem untuk memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik,sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ atau individu , walaupun demikian , kedua peristiwa tersebut terjadi secara bersamaan pada setiap individu.(Soetjiningsih,1998.1)
b. Aspek pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia pra school
1) Pertumbuhan pada anak usia pra school
Tabel .2.2
Pertumbuhan pada anak usia pra school

Usia Penambahan Badan dan rata-rata berat badan Penambahan tinggi badan dan tinggi bada rata-rata Keadaan tubuh
3 tahun 1,8 sampai 2,7 kg dan rata-rata BB 14,6 kg Penambahan tinggi badan umunya 7,5 cm dan rata-rata tinggi badan 95 cm Telah mencapai kontrol malam hari terhadap usus dan kandung kemih
4 tahun 1,8 sampai 2,7 kg dan rata-rata BB 16,7 kg Penambahan tinggi badan umunya 7,5 cm dan rata-rata tinggi badan 103 cm Frekuensi nadi dan pernapasan menurun sedikit demi sedikit
5 tahun 1,8 sampai 2,7 kg dan rata-rata BB 18,7 kg Penambahan tinggi badan umunya 7,5 cm dan rata-rata tinggi badan 110 cm Penggunaan tangan primer terbentuk (kira-kira 90% adalah pengguna tangan kanan), pemunculan gigi geligi permanen dapat terjadi
(sumber: Wong,2004:192)
2) Tahap perkembangan pada anak usia pra school
a) Tahap perkembangan psikososial menurut Freud
Pada usia pra school terjadi fase falik dimana selama fase ini, genetalia menjadi area yang menarik dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya perbedaan alat kelamin. Secara psikologis pada fase ini mulai berkembang superego, yaitu anak mulai berkurang sifat egosentrisnya.
b) Tahap perkembangan psikososial menurut Erikson
Pada tahap ini terjadi perkembangan inisitif dimana anak memperolehnya dengan cara mengkaji melalui kemampuan indranya,. Anak mengembangkan keinginan dengan cara ekspolarasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebaga prestasi. Perasaan bersalah akan timbul pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi.


c) Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget
Pada tahap ini anak pra school berada pada fase peralihan antara preconceptual dan intuitive thought. Pada fase preconceptual, anak sering menggunakan satu istilah untuk beberapa orang yang punya ciri sama, misalnya menyebut nenek untuk setiap wanita tua, sudah bongkok dan memakai tongkat. Sedangkan pada fase intuitive thought, anak sudah bisa memberi alasan pada tindakan yang dilakukannya .
d) Tahap perkembangan moral menurut Kohlberg
Pada tahap ini anak berada pada fase preconventional dimana anak akan belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budayanya sebagai dasar dalam peletakan nilai normal. Fase ini terdiri atas tiga tahapan, tahap satu didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa yang saya mau,rasa cinta dan kasih sayang akan menolong memahami tentang kebaikan, dan sebaliknya ekspresi kurang perhatian bahkan membencinya akan membuat mereka mengenal keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi hukuman dan ketaatan, baik dan buruk sebagai konsekuensi dari tindakan. Tahap ketiga anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai sesuatu kebaikan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANEMIA
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien, meliputi: nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, tanggal masuk, tanggal pegkajian, alamat, nomor RM, diagnosa medis, identitas penanggung jawab, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, hubungan dengan klien .
b. Keluhan utama
Pada klien dengan anemia biasanya mengeluh pusing
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien dirawat karena adanya rasa pusing, kelenahan, kelelahan, sesak, tampak pucat, adanya perdarahan yang sudah lama ataupun baru.
d. Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah klien pernah mengalami penyakit anemia sebelumnya, pernah dirawat sebelumya atau tidak.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Ditanya apakah ada keluarga yang mempunyai anemia atau penyakit kelainan darah yang lainnya.
f. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan akan terganggu karena adanya penurunan berat badan akibat nafsu makannya yang buruk Perkembangan akan terganggu karena terganggunya fungsi kognitif dan motorik akan terganggu karena adanya penurunan asupan makanan dan gangguan dalam suplai darah dan oksigen ke otak .
g. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
Pada klien dengan anemi terjadi peningkatan tekanan darah sistolik, nadi, frekuensi dan napas.
2) Pemeriksaan sistematis
Pemeriksaan yang dilakukan adalah head to toe.
a) Kepala, biasanya terdapat finger print pada dahi
b) Mata, pemeriksaa palpabra bengkak , kongjungtiva anemis, sklera ikterik.
c) Mulut, pada klien dengan anemia ditemukan membran mukosa mulut kering, bibir pucat, terdapat inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah.
d) Dada dan pernapasan, pada klien dengan anemia ditemukan napas pendek pada istirahat dan takipnea,dispnea dan ortopnea.
e) Abdomen, pada abdomen akan di temukan distensi abdomen
f) Integumen, pada klien dengan anemia biasanya di temukan turgor kulit buruk , kulit kering, tampak kisut /hilang elastisitasnya, perhatikan adanya perdarahan intra cutan , ekimosis, dan sianosis.
g) Lengan dan tungkai, terdapat edema. Rentang gerak pada klien dengan anemia biasanya menurun karena kelemahan, keletihan , dan malaise umun, terdapat akral dingin, capiary refiil lebih dari 2 detik.
h. Pemeriksaan penunjang
Berbagai uji hematologis dilakukan untuk menentukan jenis dan penyebab anemia. Uji tersebut meliputi:
1) Jumlah darah lengkap : hemoglobin dan hematokrit menurun
2) Jumlah eritrosit : menurun
3) Jumlah retikulosit : menurun
4) Perwarnaan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk
5) Masa hidup SDM : berguna dalam membedakan diagnosa anemia
6) SDP : jumlah sel total sama dengan SDM,mungkin
meningkat atau mungkin menurun
7) Trombosit : menurun(aplastik) ,normal atau tinggi
(hemolitik)
8) Pemeriksaan endoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan
9) Aspirasi sumsum tulang atau pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah ,ukuran dan bentuk ; membedakan tipe anemia


i. Therapy
Terapi yang diberikan sesuai dengan keadaan klien setelah di lakukan pemeriksaan penunjang secara spesifik
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen untuk pengiriman oksigen atau nutrisi ke sel
Intervensi Rasional
1 Awasi tanda vital, pengisian kapiler , warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku

2 Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi



3 Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dantubuh hangat sesuai indikasi
4 Awasi upaya pernapasan, auskultasi bunyi napas.

Kolaborasi:
5 Awasi pemeriksaa laboratorium,misal Hb,Ht dan jumlah SDM
6 Berikan SDM darah lengkap, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat utuk komplikasi transfusi 1. Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
2. meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler sesuai dapat mencegah terjadinya peningkatan TIK
3. vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer

4. dispnea menunjukkan GJK karena regangan jantung lamam atau peningkatan kompensasi curahjantung
5. mengidentifikasikan dan kebutuhan pengobatan atau respon terhadap terapi
6. meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko perdarahan.


b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna.
Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat nutrisi ,termasuk makanan yang di sukai
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien

3. Timbang BB tiap hari

4. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan makan diantara waktu makan 1 Mengindemtifikasi defisiensi, menentukkan intervensi selanjutnya
2 Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekuangan konsumsi makanan
3 Mengawasi penurunan BB atau efektifitas intervensi nutrisi
4 Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukkan juga mencegah distensi gaster

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit
Intervensi Rasional
1. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan seperti luka, garis jahitan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi
2. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan cuci tangan yang baik
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya deman

4. Lakukan perawatan luka; ganti balutan
Kolaborasi:
5. Berikan antiseptik topical, antibiotik 1 Dengan observasi dapat mendeteksi dini perkembangan infeksi dan memungkinkan untukl melakukan tindakan dengan segera dan mencegah terjadinya komplikasi

2 Cara pertama untuk menhindari terjadinya infeksi nasokomial

3 Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya
4 Dengan perawatan luka dapat mencegah terjadinya infeksi

5 Mungkin digunakan secara prolaktif untuk menurunkan kolonisasi.


d. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan defisit nutrisi
Intervensi Rasional
1 Kaji intergritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat,eritema
2 Lakukan perawatan luka dengan teknik septiik dan antiseptic
3 Ubah posisi secara periodic dan pijat permukaan tulang bila pasien tdak bergerak atau di tempat tidur.

4 Gunakan alat pelindung , misal kasur tekanan udara,air, pelindung tumit atau siku dan bantal sesuai indikasi 1. memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan untuk menentukkan intervensi lebih lanjut
2. membantu penyembuhan luka tepat atau sesuai dengan waktunya
3. meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit, membatasi iskemia jaringan atau mempengaruhi hipoksia seluler.
4. Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah atau menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.

e. Intoleran aktivitas berhubugan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan
Intervensi Rasional
1. Kaji kehilangan atau gangguan jalan dan kelemahan otot
2. observasi tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah aktivitas.
3. Berikan lingkungan yang tenang.pertahankan tirah baring bila di indikasikan
4. Gunakan teknik penghematan energi , seperti: mandi dengan duduk dan bantu dalam perawatan diri klien 1 Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B 12 mempengaruhi adanya kelemahan
2 Manifestasi dari kardio pulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah O2 adequat ke jaringan
3 Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan O2 tubuh
4 Mendorong pasien melakukan banyak hal dengan membatasi penyimpanan energi dan mencegah

f. Konstipasi berhubungan dengan penurunan masukan oral
Intervensi Rasional
1. Observasi warna, feses, konsistensi , frekuensi dan jumlah.
2. Auskulasi bising usus


3. Hindari makanan yang berbentuk gas
4. Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang dengan tinggi serat dan bulk



5. Berikan pelembek feses , stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk 1 Membantu mengindentifikasi penyebab konstipasi dan intervensi yang tepat .
2 Bunyi usus secara umun meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
3 Menurunkan distensi gastrik dan distensi abdomen.
4 Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai peragsang untuk defekasi.
5 Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.

g. Resiko tinggi regimen terapeutik tidak efektif berhubngan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang proses penyakit.
Intervensi Rasional
1. Tinjau situasi saat ini, proses penyakit dan pengobatan.


2. Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.

3. Diskusikan faktor pencetus.


4. Jelaskan kerentanan terhadap infeksi.
5. Sarankan minum obat dengan makanan atau segera setelah makanan. 1 Meskipun klien telah mempunyai penyakit sejak masa anak-anak, perawat halus mengevaluasi pengetahuan saat ini.
2 Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
3 Memberikan kewaspadaan kepada klien dan keluarga untuk lebih hati-hati.
4 Pada klien dengan anemia sangat rentan terkena infeksi.
5 Zat besi paling baik di absorpsi pada lambung kosong, namun dapat mengiritasi lambung dan dapat menyebabkn dyspepsia, diare dan distensi abdomen bila diminum saat lambung kosong.
(


3. Implementasi
Tindakan keperawatan mandiri merupakan tindakan yang dilakukan perawat tanpa pesanan dokter. Tindakan ini telah di tetapkan oleh standar praktik keperawatan. Intervensi keperawatan mencakup mengkaji klien, mencatat respon klien terhadap tindakan, melaporkan status klien ke petugas jaga berikutnya, dan mencatat respon klien terhadap asuhan keperawatan. Selain itu, perawat mengajarkan klien untuk mengubah posisi, melakukan rentang gerak, mengkaji status fisik klien, dan mengkaji aktivitas hidup sehari-hari.(Azis hidayat,2001:.38)
Pada klien dengan anemia yang dapat dilakukan ,antara lain mengobservasi tanda-tanda vital, mengobservasi keluhan pusing,,keluhan rasa dingin pada perifer, rasa lemas atau keletihan , sesak napas,dll.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mempengaruhi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi memberikan informasi, sehingga memungkinkan revisi perawatan.(Azis hidaya,2001:41)
Pada klien dengan anemia dievaluasi adalah tanda vital stabil, membrane mukosa merah muda,capilary refill 2 detik, akral hangat,BB,meningkat, klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, pemahaman tentang proses penyakit bertambah.

Read More..

Syok Anafilaksis

Jumat, 24 Desember 2010

1. Definisi
Reaksi syok anafilaksis adalah terjadinya reaksi renjatan (syok) yang memerlukan tindakan emergency karena bisa terjadi keadaan yang gawat bahkan bisa menimbulkan kematian. Kalangan awam menerjemahkan keracunan, padahal sesungguhnya adalah resiko dari tindakan medis atau penyebab lain yang disebabkan faktor imunologi. Perlu diingat bahwa reaksi alergi tidak semata ditentukan oleh jumlah alergen, namun pada kenyataannya setiap pemberian obat tertentu (umumnya antibiotika secara parenteral) dilakukan test kulit untuk melihat ada tidaknya reaksi alergi (Anonim, 2006).
Dikatakan “medical error” apabila nyata-nyata seseorang yang mempunyai riwayat alergi obat tertentu tetapi masih diberikan obat sejenis. Karena itu penting untuk memberikan penjelasan dan cacatan kepada penderita yang mempunyai riwayat alergi, agar tidak terjadi reaksi syok anafilaksis.

2. Penyebab (Anonim, 2006) :
a. Obat-obatan:
• Protein: Serum heterolog, vaksin,ektrak alergen
• Non Protein: Antibiotika,sulfonamid, anestesi lokal, salisilat.

b. Makanan: Kacang-kacangan, mangga, jeruk, tomat, wijen, ikan laut, putih telor, susu, coklat, zat pengawet.
c. Lain-lain: Olah raga, berlari, sengatan (tawon, semut)
3. Reaksi Tubuh:
a. Lokal: Urtikaria, angio-edema
b. Sistemik:
• Kulit/mukosa: konjungtivitis,rash,urtikaria
• Saluran napas: edema laring, spasme bronkus
• Kardiovaskuler: aritmia
• Saluran cerna: mual, muntah, nyeri perut, diare
4. Derajat Alergi:
a. Ringan:
Rasa tidak enak, rasa penuh di mulut, hidung tersumbat, edema pre-orbita, kulit gatal, mata berair.
b. Sedang:
Seperti di atas, ditambah bronkospasme
c. Berat (syok):
• Gelisah, kesadaran menurun
• Pucat, keringat banyak, acral dingin
• Jantung berdebar, nyeri dada, takikardi, takipneu
• Tekanan darah menurun, oliguri
5. Penatalaksanaan Reaksi Alergi (Anonim, 2006)
a. Ringan:
Stop alergen, beri Antihistamin
b. Sedang:
• Seperti di atas di tambah: aminofilin atau inj. Adrenalin 1/1000 0,3 ml sc/im, dapat diulang tiap 10-15 menit sampai sembuh, maksimal 3 kali.
• Amankan jalan nafas, Oksigenasi.
c. Berat:
• Seperti sedang ditambah: posisi terlentang, kaki di atas
• Infus NaCl 0,9% / D5%
• Hidrokortison 100 mg atau deksametason iv tiap 8 jam
• Bila gagal: beri difenhidramin HCl 60-80 mg iv secara pelan > 3 menit
• Jika alergen adalah suntikan, pasang manset di atas bekas suntikan (dilepas tiap 10-15 menit) dan beri adrenalin 0,1-0,5 ml im pada bekas suntikan
• Awasi tensi, nadi, suhu tiap 30 menit
• Setelah semua upaya dilakukan, jika dalam 1 jam tidak ada perbaikan rujuk ke RS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SYOK

A. PENGKAJIAN
Pengkajian menurut Gleadle (2005).
Syok adalah manifestasi klinis yang penting. Syok harus segera dikenali dan diagnosis penyebabnya harus langsung ditegakkan secara akurat. Definisi syok adalah tidak cukupnya perfusi pada organ-organ vital. Bisa menimbulkan manifestasi tidak spesifik seperti malaise, pusing, pingsan dengan gejala dari penyebab yang mendasari. Etiologi tersering antara lain adalah hipovolemia (misalnya akibat perdarahan gastrointestinal), syok kardiogenik (akibat MI), emboli paru, anafilaksis, cedera intraabdomen, dan septikemia.

Anamnesis
Kapan awal penyakit? Apa gejala?
Pernahkah ada nyeri dada, hemoptisis, atau sesak napas?
Adakah gejala yang menunjukkan penurunan volume?
Pernahkah terpajan alergen potensial (misalnya makanan, obat, bisa ular)?
Adakah gejala yang menunjukkan septikemia (misalnya demam, menggigil, berkeringat, infeksi lokak)?
Dapatkan anamnesis tambahan dari kerabat, khususnya jika pasien sakit sangat berat dan tidak mampu memberikan anamnesis yang jelas.

Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat episode syok sebelumnya?
Adakah riwayat penyakit jantung yang serius sebelumnya (misalnya MI)?
Adakah riwayat imunosupresi?
Adakah riwayat kelainan abdomen yang diketahui?

Obat-obatan
Apakah pasien sedang mengkonsumsi atau baru saja mengkonsumsi kortikosteroid?
Apakah pasien mengkonsumsi obat dengan potensi anafilaktik?
Adakah kemungkinan overdosis obat kardiodepresan?

Alergi
Adakah alergi pada pasien yang diketahui?

Seperti pada pasien lain yang sakit berat, pastikan jalan napas terjaga, pasien bernapas adekuat, dan lakukan pemeriksaan fisik lengkap. Khususnya, periksa tanda-tanda syok.
 Denyut nadi : takikardia atau bahkan bradikardia.
 TD : menurun dengan perubahan posisi jika tidak hipotensif
 Warna kulit (pucat) dan suhu.
 Keluaran urin berkurang

Adanya syok memerlukan terapi segera, serta tegakkan diagnosis akurat. Periksa dengan teliti status hidrasi :
 Periksa turgor kulit
 Periksa membran mukosa
 Periksa JVP (mungkin memerlukan pemeriksaan CVP atau PCWP)
 Periksa denyut nadi

Periksa semua kemungkinan sumber kehilangan volume
Periksa tanda-tandan penyakiy jantung atau pernapasan mayor, gesekan pleura, tanda kussmaul, sianosis, atau peningkatan laju pernapasan.
Periksa dengan teliti tanda-tanda atau sumber sepsis dan patologi abdomen (misalnya konsolidasi paru, meningmus, nyeri lepas, tahanan, dan ileus).
Periksa tanda-tanda yang sesuai dengan reaksi anafilaktik : ruam, edema oral dan laring, serta stridor.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cepat sambil memberikan terapi antara lain :
 Oksigen
 Jalur intravena
 Cairan intravena
 Antibiotik intravena
Dan pemeriksaan penunjang yang termasuk :
 EKG (dan pemantauan EKG)
 Analisis gas darah
 Rontgen toraks
 Kultur darah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien antara lain (Santosa, 2005):
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan beban kerja ventrikular, kerusakan ventrikular.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif dan kegagalan mekanisme pengaturan.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, hipoventilasi

C. INTERVENSI
Intervensi menurut Wilkinson (2006)
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan beban kerja ventrikular, kerusakan ventrikular.
Hasil yang disarankan NOC:
a. Keefektifan pompa jantung : tingkat pemompaan darah dari ventrikel kiri per menit untuk mendukung tekanan perfusi sistemik.
b. Status Sirkulasi : \tingkat pengaliran darah tanpa terhambat, satu arah, dan pada tekanan yang sesuai melalui vena-vena besar dari aliran sistemik dan pulmonal.
c. Perfusi Jaringan : Organ Abdomen : tingkat pengaliran darah dari vena-vena kecil dari visera abdomen dan mempertahankan fungsi organ.
d. Perfusi Jaringan : Perifer : tingkat pengaliran darah melalui vena-vena kecil dari ekstremitas dan mempertahankan fungsi jaringan.
e. Status tanda vital : suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah dalam rentang yang diharapkan dari individu.

Intervensi Prioritas NIC :
a. Perawatan Jantung :pembatasan komplikasi yang diakibatkan dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan pasien.
b. Regulasi Hemodinamik : optimalisasi denyut jantung. Preload, afterload, dan kontraktilitas.
c. Penatalaksanaan Syok : Jantung : peningkatan keadekuatan perfusi jaringan untk pasien dengan gangguan fungsi pompa jantung yang berat.

Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
a. Regulasi hemodinamik
b. Kaji toleransi aktivitas pasien
c. Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen.

Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :
a. Jelaskan tujuan pemberian oksigen
b. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi dan efek samping.
c. Instruksikan tentang mempertahankan keakuratan asupan dan haluaran.

Aktivitas Kolaboratif :
a. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus perifer.
b. Tingkatkan penurunan afterload sesuai dengan program medis.

Aktivitas lain :
a. Ubah posisi pasien ke telentang.
b. Jangan mengukur suhu dari rektum.
c. Regulasi Hemodinamik (NIC) : minimalkan stresor lingkungan.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif dan kegagalan mekanisme pengaturan.
Hasil yang disarankan NOC:
a. Keseimbangan Elektrolit dan Asam-Basa : keseimbangan elektrolit dan non elektrolit dalam ruang intrasel.
b. Keseimbangan Cairan : keseimbangan air dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh.
c. Status Nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan : jumlah makanan dan cairan yang masuk dalam tubuh selama 24 jam.

Intervensi Prioritas NIC :
a. Pengelolaan Elektrolit : peningkatan keseimbangan elektrolit dan pencegahan komplikasi akibat dari kadar elektrolit serum yang tidak normal.
b. Pengelolaan Cairan : peningkatan keseimbangan cairan dan pencegahan komplikasi akibat dari kadar cairan yang tidak normal.
c. Pengelolaan Syok, Volume : peningkatan keadekuatan perfusi jaringan untuk pasien dengan gangguan volume intravaskular yang berat.

Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
a. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
b. Pantau perdarahan.
c. Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium, klorida, dan kreatinin
d. Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural.

Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :
a. Anjurkan pasien untuk menginformsikan perawat bila haus.

Aktivitas Kolaboratif :
a. Laporkan dan catat haluaran kurang dari......... ml.
b. Laporkan dan catat haluaran lebih dari........... ml.
c. Pengaturan cairan (NIC) : Berikan terapi IV sesuai dengan anjuran.

Aktivitas lain :
a. Bersihkan mulut secara teratur.
b. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam
c. Pengaturan Cairan (NIC) : pasang kateter urine, berikan cairan bila perlu

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, hipoventilasi.
Hasil yang disarankan NOC:
a. Keefektifan pompa jantung ; tingkat pengeluaran darah dari ventrikel kiri per menit untuk mendukung tekanan perfusi sistemik.
b. Perfusi Jaringan : Jantung : tingkat pengaliran darah melalui pembuluh darah koroner dan mempertahankan fungsi jantung.
c. Status tandan-tanda Vital : suhu tubuh, nadi, respirasi, dan tekanan darah dalam batas yang diharapkan.

Intervensi Prioritas NIC :
a. Perawatan Sirkulasi : peningkatan sirkulasi arteri dan vena.
b. Pemantauan respirasi : pengumpulan dan analisis data pasien untuk memastikan potensi jalan napas serta keadekuatan pertukaran gas.
c. Penatalaksanaan Syok : Jantung : peningkatan keadekuatan perfusi jaringan, untuk pasien dengan masalah fungsi pompa jantung yang serius.

Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
a. Pantau nyeri dada
b. Observasi adanya perubahan segmen ST pada EKG
c. Pantau frekuensi nadi

Pendidikan untuk Pasien/Keluarga :
a. Ajarkan pasien dan keluarga untuk menghindari melakukan menuver Valsalva (mengejan saat defekasi).
b. Jelaskan pembatasan asupan kafein, natrium, kolesterol, dan lemak.
c. Jelaskan alasan makan porsi sedikit tetapi sering.

Aktivitas Kolaboratif :
a. Berikan pengobatan berdasarkan permintaan atau protokol yang berlaku (misalnya analgesik, vasodilator, diuretik, dan kontraktilitas/inotropik positif)

Aktivitas lain :
a. Beri jaminan penggunaan bel, lampu dan pintu yang terbuka akan direspon dengan segera.
b. Tingkatkan istirahat.
c. Jangan melakukan pengukuran suhu tubuh rektal.

D. EVALUASI
Evaluasi menurut Wilkinson (2006)
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia, peningkatan beban kerja ventrikular, kerusakan ventrikular.
Tujuan/Kriteria Evaluasi:
a. Menunjukkan curah jantung yang memuaskan.
b. Menunjukkan status sirkulasi dengan indikator : tekanan darah, denyut jantung, gas darah, bunyi napas, status kognitif.
c. Pasien akan mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi
d. Mengidentifikasi tanda dan gejala yang dapat dilaporkan dari kondisi yang memburuk.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif dan kegagalan mekanisme pengaturan.
Tujuan/Kriteria Evaluasi:
a. Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan dengan keseimbangan cairan, elektrolit dan Asam-Basa.
b. Keseimbangan Elektrolit dan Asam-Basa akan dicapai

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, hipoventilasi
Tujuan/Kriteria Evaluasi:
a. Menunjukkan keefektifan pompa jantung, perfusi jaringan jantung dan perifer.
b. Menunjukkan status sirkulasi : ditandai dengan indikator berikut : tekanan darah normal, tidak ada edema perifer dan asites, tidak ada bunyi angina, tidak ada hipotensi ortostatik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Syok Anafilaksis, Online (terdapat pada) : http://puskesmaspalaran.wordpress.com/2006/11/05/syok-anafilaksis/
Anonim, 2007, Syok Kardiogenik, Online (terdapat pada):http://medlinux.blogspot.com/2007/09/syok-kardiogenik.html
Ashadi, T., 2001, Terapi Cairan Intravena (Kristaloid) Pada Syok Hipovolemik, Online (terdapat pada) : http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/sek-1.htm
Corwin, EJ., 2000., Buku Saku Patofi siologis., EGC., Jakarta.
Gleadle, J., Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, Erlangga, Jakarta
Jong, W. D., 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta
Komite Medik RSUP Dr. Sardjito., 2000., Standar Pelayanan Medis., Ed Ketiga., Medika., Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada., Yogyakarta
Mansjoer, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ke-3 Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta
Tambunan, K., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat., Fakulatas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta
Santosa, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA, Prima Medika, Jakarta
Wilkinson, J. M., 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, EGC, Jakarta

Read More..

ASKEP OSTEOMIELITIS

Pada bab ini penulis akan menguraikan tantang pengertian, patofisiologi, penatalaksanaan, serta pengkajian, doagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

A. Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang dan sumsum yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan proses spesifik seperti mycobacterium tuberculosa dan jamur.
(Kopita Selekta Kedokteran, 2000)
Osteomielitis adalah infeksi tulang dan nedula tulang baik karena infeksi eksogen (infeksi dari bawah dan masuk dari samping badan) atau secara hematogen (infeksi berasal dari dalam tubuh).
(Ilmu Bedah Ortopedi, 1998)
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus yang penyebarannya hematogen (melalui darah) atau melalui infeksi jaringan lunak maupun melalui kontaminasi langsung ke luka.
(Brunner and Suddarth, 2002)
Dari pendapat beberapa buku/ahli maka dapat penulis simpulkan bahwa osteomielitis adalah infeksi akut pada tulang yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur patogen baik eksogen maupun hematogen.

B. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab dari osteomielitis adalah staphylo coccus aureas merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang organisme patologik lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis meliputi proteas, pseudomonas, dan escerichia coli.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari informasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosit pada pembuluh darah terjadi pada tempet tersebut menyebabkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kemudian akan terbentuk ke abses tulang. Pada perjalanan

alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun lebih sering harus dilakukan insisi atau debridement. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada jaringan abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak, terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequetrum. Jadi meskipun nampak terjadi proses penyembuhan, namun sequetrm infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
C. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Perawatan di rumah sakit.
b. Pengobatan suportif dengan pemberian infus.
c. Pemeriksaan biakkan darah.
d. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram negatif diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakkan darah secara parental selama 3-6 minggu.
e. Imobilisasi anggota gerak yang terkena.
f. Tindakan pembedahan.
2. Tindakan keperawatan
a. Tirah baring selama fase akut dan keadaan lemah.
b. Beri penyangga di bawah ekstermitas yang sakit agar mengurangi rasa sakit dan dapat mengurangi pembengkakan.
c. Batasi aktifitas pada daerah yang sakit.
d. Perawatan luka dengan cara aseptik dan antiseptik.
e. Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau dengan pemberian diet tinggi protein dan pemberian vitamin.

D. Pengkajian
Adapun data yang dikumpulkan dalam tahap pengkajian pada klien dengan osteomielitis adalah :
(Brunner and Suddarth, 1999)
- Pasien dikaji adanya faktor resiko (misalnya lansia diabetes, tetapi kortikosteroid jangka panjang) dan infeksi atau bedah orthopedi sebelumnya.
- Pasien selalu menghindar dari tekanan di daerah tersebut dan melakukan gerakan perlindungan.
- Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi.
- Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata dan nyeri tekan, cairan purulen dapat terlihat pasien akan memperlihatkan peningkatan suhu tubuh.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik : pada awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru.
2. Pemeriksaan laboratorium : memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah, kultus pus diperlukan untuk menentukan jenis kuman dan antibiotika yang sesuai.

E. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien osteomielitis menurut Brunner dan Suddarth (1999) adalah sebagai berikut :
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan gerak karena traksi.
3. Resiko terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
4. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan.
F. Perencanaan
Adapun perencanaan/intervensi dari diagnosa yang muncul pada pasien osteomielitas antara lain (Doenges E. Marylinn, 2002) :
a. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri berkurang.
Kriteria hasil : Menunjukkan tindakan santai, rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Rencana tindakan
1. Kaji lokasi, intensitas, dan tipe nyeri dengan skala nyeri 0-10.
2. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi napas dalam.
3. Bantu klien mengatur posisi yang nyaman.
4. Beri penyangga di bawah ekstermitas yang sakit.
5. Tangani ekstermitas yang sakit dengan lembut.
6. Pemberian kompres dingin dan hangat.
7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian analgetik.
b. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilitas dan keterbatasan gerak karena traksi.
Tujuan : Mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin, mempertahankan posisi fungsional.
Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas mandiri


Rencana tindakan
1. Kaji ulang tentang prognosis dan harapan klien untuk masa yang akan datang.
2. Berikan pengetahuan tentang metode mobilitas yang dihasilkan oleh cidera atau pengobatan dan persepsi klien terhadap imobilitas.
3. Dorongan penggunaan latihan isometic mulai dengan tungkai yang tidak sakit.
4. Berikan dan bantu dalam mobilitas menggunakan kursi roda.
5. Kolaborasi konsul ke ahli fisiotherapy.
c. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan cibses tulang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : - Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
- Bebas pus, eritema, dan demam.
Rencana tindakan
1. Kaji keadaan inflamasi dan luka.
2. Kaji tonus otot refleks daerah luka.
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik.
4. Sarankan untuk tidak memegang luka.
5. Kolaborasi pemberian obat antibiotik.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi protein dan karbohidrat.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang kondisi prognosis dan pengobatan.
Kirteria hasil : Dapat melakukan dengan benar prosedur yang digunakan dan dapat menjelaskan atas tindakan.
Rencana tindakan
1. Kaji ulang tentang prognosis dan harapkan klien untuk masa yang akan datang.
2. Berikan pengetahuan tentang metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila didiskusikan.
3. Buat daftar aktivitas di mana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan yang memerlukan bantuan.
4. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah luka.

Read More..

Anterior Cervical Artificial Disc Replacement

Selasa, 14 Desember 2010

Read More..

Total Knee Replacment




Read More..

TOTAL KNEE REPLACEMENT




http://video.search.yahoo.com/search/video?p=total+knee+replacement

Read More..

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

Senin, 18 Oktober 2010

A. Pengertian
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma *jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
D. Manifestasi
KlinisNyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh).
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang
2. M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.
3. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I
4. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

F. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
b. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
c. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d. Disektomi dengan peleburan.
2. Immobilisasi
Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.
3. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.
4. Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.
G. Pengkajian
1. Anamnesa
Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian terhadap masalah pasien terdiri dari awitan, lokasi dan penyebaran nyeri, parestesia, keterbatasan gerak dan keterbatasan fungsi leher, bahu dan ekstremitas atas. Pengkajian pada daerah spinal servikal meliputi palpasi yang bertujuan untuk mengkaji tonus otot dan kekakuannya.
3. Pemeriksaan Penunjang

H. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan.

DIAGNOSA TUJUAN INTRVENSI
Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10
2. Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang
3. Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
4. Bantu pemasangan brace / korset
5. Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
6. Ajarkan teknik relaksasi
7. Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi
Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus 1. Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
2. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
3. Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
4. Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi
5. Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.
6. Kolaborasi : analgetik
Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
1. Kaji tingkat ansietas pasien
2. Berikan informasi yang akurat
3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.
4. Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
5. Libatkan keluarga
Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis 1. Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan
2. Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong
3. Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
4. Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
5. Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama
6. Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
2. Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.
3. Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.
4. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
5. Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.
6. Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993.

Read More..

ASUHAN KEPERAWATAN WAHAM

Selasa, 28 September 2010

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini saudara diharapkan mampu :
1. Mengkaji data yang terkait masalah waham
2. Menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan waham
3. Melakukan tindakan keperawatan kepada pasien dengan waham
4. Melakukan tindakan keperawatan kepada keluarga pasien dengan waham
5. Mengevaluasi kemampuan pasien dan keluarga dalam menangani masalah waham
6. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien dengan waham

B. PENGKAJIAN
1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan.

2. Tanda dan Gejala waham adalah :
Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi terhadap perilaku berikut ini:
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “Saya
punya tambang emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mecederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan
Contoh: “Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari”
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Saya sakit kanker”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan
bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: “Ini khan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”

Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat saudara gunakan sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham :


Selama pengkajian saudara harus mendengarkan dan memperhatikan semua informasi yang diberikan oleh pasien tentang wahamnya.

Untuk mempertahankan hubungan saling percaya yang telah terbina jangan menyangkal, menolak, atau menerima keyakinan pasien.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data yang diperoleh ditetapkan diagnosa keperawatan:

GANGGUAN PROSES PIKIR: WAHAM


D. TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan
1) Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
2) Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
3) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
4) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
b. Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya
Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham, saudara harus membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
a). Mengucapkan salam terapeutik
b). Berjabat tangan
c). Menjelaskan tujuan interaksi
d). Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien.
2) Bantu orientasi realita
a) Tidak mendukung atau membantah waham pasien
b) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
c) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
d) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya
e) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas.
3) Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah.
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien
5) Berdikusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
6) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki
7) Berdiskusi tentang obat yang diminum
8) Melatih minum obat yang benar

Read More..

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMIELITIS

Senin, 27 September 2010

A. Pengertian
Osteomielitis adalah infeksi tulang dan sumsum yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan proses spesifik seperti mycobacterium tuberculosa dan jamur.
(Kopita Selekta Kedokteran, 2000)
Osteomielitis adalah infeksi tulang dan nedula tulang baik karena infeksi eksogen (infeksi dari bawah dan masuk dari samping badan) atau secara hematogen (infeksi berasal dari dalam tubuh).
(Ilmu Bedah Ortopedi, 1998)
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus yang penyebarannya hematogen (melalui darah) atau melalui infeksi jaringan lunak maupun melalui kontaminasi langsung ke luka.
(Brunner and Suddarth, 2002)
Dari pendapat beberapa buku/ahli maka dapat penulis simpulkan bahwa osteomielitis adalah infeksi akut pada tulang yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur patogen baik eksogen maupun hematogen.

B. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab dari osteomielitis adalah staphylo coccus aureas merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang organisme patologik lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis meliputi proteas, pseudomonas, dan escerichia coli.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari informasi, peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosit pada pembuluh darah terjadi pada tempet tersebut menyebabkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kemudian akan terbentuk ke abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun lebih sering harus dilakukan insisi atau debridement. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada jaringan abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak, terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequetrum. Jadi meskipun nampak terjadi proses penyembuhan, namun sequetrm infeksius kronis yang tetap ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
C. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Perawatan di rumah sakit.
b. Pengobatan suportif dengan pemberian infus.
c. Pemeriksaan biakkan darah.
d. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram negatif diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakkan darah secara parental selama 3-6 minggu.
e. Imobilisasi anggota gerak yang terkena.
f. Tindakan pembedahan.
2. Tindakan keperawatan
a. Tirah baring selama fase akut dan keadaan lemah.
b. Beri penyangga di bawah ekstermitas yang sakit agar mengurangi rasa sakit dan dapat mengurangi pembengkakan.
c. Batasi aktifitas pada daerah yang sakit.
d. Perawatan luka dengan cara aseptik dan antiseptik.
e. Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau dengan pemberian diet tinggi protein dan pemberian vitamin.

D. Pengkajian
Adapun data yang dikumpulkan dalam tahap pengkajian pada klien dengan osteomielitis adalah :
(Brunner and Suddarth, 1999)
- Pasien dikaji adanya faktor resiko (misalnya lansia diabetes, tetapi kortikosteroid jangka panjang) dan infeksi atau bedah orthopedi sebelumnya.
- Pasien selalu menghindar dari tekanan di daerah tersebut dan melakukan gerakan perlindungan.
- Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi.
- Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata dan nyeri tekan, cairan purulen dapat terlihat pasien akan memperlihatkan peningkatan suhu tubuh.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologik : pada awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru.
2. Pemeriksaan laboratorium : memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah, kultus pus diperlukan untuk menentukan jenis kuman dan antibiotika yang sesuai.

E. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien osteomielitis menurut Brunner dan Suddarth (1999) adalah sebagai berikut :
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan gerak karena traksi.
3. Resiko terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
4. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan.

Read More..

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CARSINOMA MAMMAE

Minggu, 26 September 2010

A. PENGERTIAN CARSINOMA MAMMAE
Carsinoma mammae adalah neolasma ganas dengan pertumbuhan jaringan mammae abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltrasi dan destruktif dapat bermetastase ( Soeharto Resko Prodjo, 1995)
Carsinoma mammae merupakan gangguan dalam pertumbuhan sel normal mammae dimana sel abnormal timbul dari sel – sel normal, berkembang biak dan menginfiltrasi jaringan limfe dan pembuluh darah (Lynda Juall Carpenito, 1995).
B. PENYEBAB DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut C. J. H. Van de Velde
1. Ca Payudara yang terdahulu
Terjadi malignitas sinkron di payudara lain karena mammae adalah organ berpasangan
2. Keluarga
Diperkirakan 5 % semua kanker adalah predisposisi keturunan ini, dikuatkan bila 3 anggota keluarga terkena carsinoma mammae.
3. Kelainan payudara ( benigna )
Kelainan fibrokistik ( benigna ) terutama pada periode fertil, telah ditunjukkan bahwa wanita yang menderita / pernah menderita yang porliferatif sedikit meningkat.
4. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain
Status sosial yang tinggi menunjukkan resiko yang meningkat, sedangkan berat badan yang berlebihan ada hubungan dengan kenaikan terjadi tumor yang berhubungan dengan oestrogen pada wanita post menopouse.
5. Faktor endokrin dan reproduksi
Graviditas matur kurang dari 20 tahun dan graviditas lebih dari 30 tahun
Menarche kurang dari 12 tahun
6. Obat anti konseptiva oral
Penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang lebih dari 12 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk terkena kanker.
C. GAMBARAN KLINIK
Menurut William Godson III. M. D
1. Tanda carsinoma
Kanker payudara kini mempunyai ciri fisik yang khas, mirip pada tumor jinak, massa lunak, batas tegas, mobile, bentuk bulat dan elips
2. Gejala carsinoma
Kadang tak nyeri, kadang nyeri, adanya keluaran dari puting susu, puting eritema, mengeras, asimetik, inversi, gejala lain nyeri tulang, berat badan turun dapat sebagai petunjuk adanya metastase.
D. ANATOMI
E. PATOFISIOLOGI
Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem duktal, mula – mula terjadi hiperplasia sel – sel dengan perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba ( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah ( Price, Sylvia, Wilson Lorrairee M, 1995 )
F. PATHWAYS






















Masalah keperawatan :
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.
2. Kerusakan integristas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, adanya edema, destruksi jaringan.
3. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limpatik necrose jaringan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran mammae.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi
7. Anxietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidakpastian tentang hasil pengobatan carsinoma, perasaan putus asa dan tak berdaya dan ketidak cukupan pengetahuan tentang carsinoma dan pengobatan.
G. FOKUS PENGKAJIAN
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi saraf, diseksi otot.
a. Kaji tingkat nyeri dengan P. Q. R. S. T.
 Provoking : Penyebab
 Quality : Kwalitas
 Region : Lokasi
 Severate : Skala
 Time : Waktu
b. Kaji efek nyeri pada individu dengan menggunakan individu dan keluarga
 Kinerja ( pekerjaan ) tanggung jawab peran
 Interaksi sosial
 Keuangan
 Aktifitas sehari – hari
 Kognitif / alam perasaan
 Unit keluarga ( respon anggota keluarga )
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi, adanya edema, destruksi jaringan
Hal yang dikaji :
a. Identifikasi faktor penyebab kerusakan integritas
b. Identifikasi rasional untuk pencegahan dan pengobatan, kerusakan integritas
c. Identifikasi tahap perkembangan
C1 Tahap I : eritema yang tidak memutih dari kulit yang utuh
C2 Tahap II : ulserasi pada epidermis atau dermis
C3 Tahap III : ulserasi meliputi lemak kutan
C4 Tahap IV : ulserasi meluas otot, telinga dan struktur penunjang
3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limfatik, necrose jaringan
a. Kaji tanda radang
b. Kaji intake
c. Kaji pemberian obat dengan 5 benar ( waktu, obat, nama, dosis, cara)
d. Kaji hasil laboratorium ( Hb, Albumin, Lekosit)
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran mammae
Hal yang dikaji :
a. Kaji perasaan terhadap kehilangan dan perubahan mammae
b. Kaji respon negatif verbal dan non verbal
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan
Hal yang dikaji :
a. Tingkat pendidikan
b. Kemampuan dalam mempersepsikan status kesehatan
c. Perilaku kesehatan yang tidak tepat
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi
Hal yang dikaji :
a. Kaji intake
b. Pantau berat badannya
c. Kaji hasil laboratorium ( Hb, Albumin, Gula darah )
d. Kaji mual dan muntah
7. Ansietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidak pastian tentang pengaobatan, perasaan putus asa dan tak berada, ketidak cukupan pengetahuan carsinoma dan pengobatan
Hal yang dikaji :
a. Kaji dan ukur tanda - tanda vital
b. Kaji tingkat kecemasan, ringan, sedang, berat, panik
c. Kaji tingkat pendidikan

H. FOKUS INTERVENSI
Fokus intervensi dari perawatan pasien dengan carsinoma mammae
1. Nyeri berhubungan dengan manipulasi jaringan dan atau trauma karena pembedahan, interupsi, diseksi otot ( Danielle Gale, 1995; Doengos, 1993)
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi adanya edema, destruksi jaringan ( Doengos, 1993)
3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kerusakan drainase limfalik karena diseksi nodus limfe aksilaris dan adanya drain pembedahan ( Danielle Gale, 1945)
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan mammae dan atau perubahan gambaran dari mastektomi segmental dan atau radiasi mammae ( Dainalle Galle, 1995)
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan carsinoma mammae dan pilihan pengobatan ( Daianlle Galle, 1995)
6. Anxietas berhubungan dengan lingkungan Rumah Sakit yang tidak dikenal, ketidak pastian pengobatan carsinoma, perasaan putus asa dan tak berdaya dan ketidak cukupan informasi dan pe
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kemotherapi ( Danielle galle, 1995 )
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (1995), Buku saku diagnosa keperawatan dan dokumentasi, edisi 4, Alih Bahasa Yasman Asih, Jakarta, EGC
C. J. H. Van de Velde (1996), Ilmu bedah, Edisi 5, Alih Bahasa “ Arjono”
Penerbit Kedokteran, Jakarta, EGC
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8, alih Bahasa Monica Ester, Jakarta, EGC
Daniell Jane Charette (1995), Ancologi Nursing Care Plus, Elpaso Texas, USA Alih Bahasa Imade Kariasa, Jakarta, EGC
Theodore R. Schrock, M. D (1992), Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs. Med Adji Dharma, dr. Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Penerbit Kedokteran Jakarta, EGC
Thomas F Nelson, Jr M. D (1996), Ilmu Bedah, edisi 4, Alih Bahasa Dr. Irene Winata, dr. Brahnu V Pendit. Penerbit Kedokteran, Jakarta, E G C

Read More..

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASMA

Sabtu, 25 September 2010

A. Pengertian
PengertianAsma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
B. Etiologi
EtiologiAsma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2. Pembengkakan membran bronkus.
3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
C. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adnya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. b Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, taki kardi.
E. Klasifikasi
Klasifikasi asmaAsma dibagi atas dua kategori, yaitu:
Ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, rokok dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis,
sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, exercise, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emphysema selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
F. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
1. Pengobatan dengan obat-obatan, Seperti :Beta agonist (beta adnergik agent), Methylxanlines (enphy bronkodilator), Anti kounergik (bronkodilator), Kortikosterad, Mart cell inhibitor (lewat inhalasi)
2. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya : Oksigen 4-6 liter/menit., Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% yang dan berikan perlahan, Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam, Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
G. Komlikasi
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah
1. Pneumotoraks,
2. Atelektasis,
3. Gagal nafas,
4. Bronkhitis dan
5. Fraktur iga.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Status mental : lemas, takut, gelisahPernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
2) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelahb.
3) Pemeriksaan fisikDada
a) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
b) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter trnsversal
c) Keabnormalan struktur Thorax
d) Contour dada simetris
e) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
f) RR dan ritme selama satu menit. Palpasi : Temperaur kulit, Premitus : Pibrasi dada, Pengembangan dada, Krefitasi, Masa, Edema.
g) Auskultasi : Vesikuler, Broncho vesikuler, Hyper ventilasi, Rochi, Whizing.
h) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
1) Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi : Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus, Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri. Tes provokasi bronkial seperti :Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aquci destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
4) Pemeriksaan sputum.

Read More..

ASKEP ABLASTIO RETINA

Selasa, 10 Agustus 2010

PENGERTIAN
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).

PENYEBAB
a. Malformasi kongenital
b. Kelainan metabolisme
c. Penyakit vaskuler
d. Inflamasi intraokuler
e. Neoplasma
f. Trauma
g. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).

MANIFESTASI KLINIS
• Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya
• Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
• Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
• Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan makula

PENATALAKSANAAN

 Tirah baring dan aktivitas dibatasi
 Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan oranglain untuk mencegah cidera
 Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif pada robekan retina
 Pasien tidak boleh terbaring terlentang
 Dilatasi pupil harus dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi
 Cara Pengobatannya:
• Prosedur laser
Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan proses yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan cairansubretina yang tanpa robekan retina.
Tujuannya untuk membentuk jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel berpigmen.
• Pembedahan
Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang ditimbulkan.
Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah primer untuk melekatkan kembali retina.
• Krioterapi transkleral
Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi korioretina yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci) dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya dapat dikembalikan.
(C. Smelzer, Suzanne, 2002).

KOMPLIKASI
a. Komplikasi awal setelah pembedahan
 Peningkatan TIO
 Glaukoma
 Infeksi
 Ablasio koroid
 Kegagalan pelekatan retina
 Ablasio retina berulang
b. Komplikasi lanjut
 Infeksi
 Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
 Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
 Diplopia
 Kesalahan refraksi
 astigmatisme

PATHWAYS
Inflamasi intraokuler/tumor perub degeneratif dlm viterus

Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)
Peningkatan cairan eksudattif/sserosa
Vitreus mjd makin cair

Vitreus kolaps dan bengkak ke depan

Tarikan retina

Robekan retina

Sel-sel retina dan darah terlepas

Retina terlepas dari epitel berpigmen

Penurunan tajam pandang sentral
Ditandai dengan:
- floater dipersepsikan sbg titik-titik hitamkecil/rumah laba-laba
- Bayangan berkembang/tirai bergerak dilapang pandang

DAFTAR PUSTAKA

C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart) . Edisi 8. Volume 3. EGC. jakarta

Read More..

ASKEP OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

Minggu, 01 Agustus 2010

A. Pengertian
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Yang paling sering terlihat ialah :
1. Otitis media viral akut
2. Otitis media bakterial akut
3. Otitis media nekrotik akut

B. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.

C. Patofisiologi
Umumnya otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang, yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mogilitas.
2. Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.

E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang muncul saat pengkajian:
a. Sakit telinga/nyeri
b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c. Tinitus
d. Perasaan penuh pada telinga
e. Suara bergema dari suara sendiri
f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i. Penggunanaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
j. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
k. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
l. Reflek kejut
m. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
n. Tipe warna 2 jumlah cairan
o. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
p. Alergi
q. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
r. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi
2. Fokus Intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada telinga
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:
(a) Beri posisi nyaman ; dengan posisi nyaman dapat mengurangi nyeri.
(b) Kompres panas di telinga bagian luar ; untuk mengurangi nyeri.
(c) Kompres dingin ; untuk mengurangi tekanan telinga (edema)
(d) Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotik
Evaluasi: nyeri hilang atau berkurang
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pengobatan
Tujuan : tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Intervensi:
(a) Kaji tanda-tanda perluasan infeksi, mastoiditis, vertigo ; untuk mengantisipasi perluasan lebih lanjut.
(b) Jaga kebersihan pada daerah liang telinga ; untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
(c) Hindari mengeluarkan ingus dengan paksa/terlalu keras (sisi) ; untuk menghindari transfer organisme dari tuba eustacius ke telinga tengah.
(d) Kolaborasi pemberian antibiotik
Evaluasi: infeksi tidak terjadi
3) Resiko tinggi injury berhubungan dengan penurunan persepsi sensori
Tujuan : tidak terjadi injury atau perlukaan
Intervensi:
(a) Pegangi anak atau dudukkan anak di pangkuan saat makan ; meminimalkan anak agar tidak jatuh
(b) Pasang restraint pada sisi tempat tidur ; meminimalkan agar anak tidak jatuh.
(c) Jaga anak saat beraktivitas ; meminimalkan agar anak tidak jatuh
(d) Tempatkan perabot teratur ; meminimalkan agar anak tidak terluka
Evaluasi : anak terhindar dari injury/perlukaan

Read More..

Askep Tumor Medula Spinalis

Kamis, 08 Juli 2010

I. DEFINISI
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. (Price sylvia anderson, 1995)

II. KLASIFIKASI
a. Tumor Intradural
Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak.
- Tumor Ekstramedular
Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak
- Tumor Intramedular
Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.
b. Tumor Ekstradural
 Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung
 Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.

III. MANIFESTASI KLINIK
 Tumor ekstradural
- Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom
- Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring
- Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan
- Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medula spinalis.
- Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali
- Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar
- Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang irreversible
- Gangguan buang air besar dan buang air kecil
 Tumor intradural
Perjalanan klinis dapat lebih lambat dan berlangsung selama berbulan-bulan.
- Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi
- Penderita mengeluh nyeri, mula mula pada punggung dan kemudian sepanjang akar-akar spinal
- Nyeri diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat pada malam hari ( nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.
- Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif

IV. ETIOLOGI
Faktor Resiko tumor dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden meningkat seiring dengan pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia tertentu (Okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.

V. PATOFISIOLOGI
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan dan infiltrasi, pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan terhentinya suplai darah atau cairan serebrospinal. Derajad gejala tergantung dari tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi dengan tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak.
Terutama tumor neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau tumor metastase dapat juga mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang belakang
Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan nyeri akar sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan sensorik yang berhubungan dengan tingkat akardan medula spinalis yang terserang. Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu pasien kehilangan fungsi semua motor dan sensori dibawah lesi/tumor
Tumor medula spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi temperatur. Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama pada tangan. Seluruh jalur sentral yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan sensori suhu dan kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat dan menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk hilang fungsi eliminasi fecal dan urine. (Long C, Barbara, 1996)

VI. PENATALAKSANAAN
 Stabilisasi : fusi spinal
 Pengobatan : relaksan otot, transquilizer, anti koagulan, laksatif, antasida dan steroid.
 Tumor Ekstradural
- Laminektomie
- Hormon, radiasi dan kemoterapi merupakan pengobatan tambahan
 Tumor Intradural
- Pengangkatan dengan pembedahan

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik secara umum dapat dilakukan :
 Pemeriksaan sinar X
 CT. Scan
 MRI
 Analisa Gas Darah
 Elektrolit
 Tumor Ekstradural
- Radiogram tulang belakang
Akan memperlihatkan osteoporosis atau kerusakan nyata pada korpus vertebra dan pedikel
- Myelogram
Memastikan lokalisasi tumor
- Pemeriksaan LCS
Akan memperlihatkan peningkatan kadar protein dan kadar glukosa yang normal
 Tumor Intradural
- Radiogram tulang punggung memperlihatkan pembesaran foramen dan penipisan pedikel yang berdekatan
- Myelogram
Menentukan lokalisasi yang cepat
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan
b. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
c. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
d. Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
e. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
f. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
g. Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
h. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
i. Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
j. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.
k. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
l. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
m. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
n. Seksualitas, Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan)
o. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )

II. Masalah keperawatan
- Kelumpuhan
- Gangguan sensibilitas
- Gangguan nafas/kelumpuhan diafragma untuk tumor servical tinggi
- Gangguan sistem cerna
- Kesukaran dalam buang air besar dan buang air kecil
- Perawatan khusus rehabilitasi bagi penderita instabilitas tulang punggung

III. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri (akut) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf,ditandai dengan : menyatakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahan pola tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjuKkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri

Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.
c. Anjurkan untuk istirahat denn tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi terhadap sentuhan
f. Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif “ saya sembuh “ atau “ saya suka hidup ini “
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi

2. Defisit perawatan diri : higiene, makan toileting dan mobilitas yang b. d gangguan neurofisiologis.
Kriteria hasil : kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi, kebutuhan nutrisi dan cairan terpenuhi, kebutuhan eliminasi terpenuhi, kebutuhan higiene oral, muka terpenuhi, latihan rentang gerak aktif dan psif dilakukan.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan yang berhubungan dalam melakukan kebutuhan perawatan diri
b. Bantu saat pasien makan sesuai kebutuhan
c. Lakukan perawatan kateter setiap hari
d. Lakukan higiene oral setiap hari
e. Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk ekstremitas
f. Bantu dan ajarkan latihan pembentukan otot sesuai indikasi : boneka untuk latihan memeras, bola karet.
g. Lakukan perawatan kulit : gosok punggung
h. Berikan higiene secara total sesuai indikasi
i. Berikan bantuan nutrisi sesuai pesanan : konsulkan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan
j. Jelaskan pentingnya perawatan diri.
3. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis ), ditandai dengan disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku
Kriteria hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris dan proses pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya masalah penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler ditandai dengan ketidakmampuan untuk bergerak sesuai keinginan ; paralise, atrofi otot dan kontraktur.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit / kompensasi, mendemonstrasikan tehnik / perilaku yang memungkinkan melakuakn kembali aktivitas
Intervensi :
a. Kaji rasa nyeri, kemerahan, bengkak, ketegangan otot jari.
b. Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan , seperti : bel atau lampu pemanggil
c. Bantu / lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut. Lakukan hiperekstensi pada paha secara teratur
d. Letakkan tangan dalam posisi kedalam ( melipat )
e. Tinggikan ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki
f. Buat rencana aktivitas untuk pasin sehingga pasien dapat beristirahat tanpa terganggu
g. Berikan posisi alih baring setiap 2 jam
h. Monitor tanda-tanda vital
i. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
5. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria hasil: pasien dapat dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan GDA dan tanda-tanda vital dalam batas normal, bunyi nafas jelas saat dilakukan auskultasi, tidak terdapat tanda distress pernafasan
Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Auskultasi bunyi pernafasan
c. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miring sesuai indikasi
d. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
e. Kaji kemampuan dan kualitas batuk
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Waspada bahwa trakeostomie mungkundilakukan bila ada indikasi
h. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
i. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif
j. Berikan O2 sesuai indikasi
k. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi
SUMBER PUSTAKA
Long C, Barbara. Perawatan Medikal Bedah. Volume 2. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran; 1996
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.Volume 3. Jakarta : EGC; 2002
Padmosantjojo, R.M, Keperawatan bedah saraf, bagian bedah saraf, FKUI, 2000
Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC, jakarta
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik proses- proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta

Read More..
 
 
 
Adsense Indonesia