ASUHAN KEPERAWATAN/ASKEP PADA LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Rabu, 11 Mei 2011

A. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).

B. Etiologi
1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

C. Fase Luka Bakar
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.

2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

D. Klasifikasi Luka Bakar
1. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan
Ketebalan partial superfisial
(tingkat I) Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Bertambah merah. Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet. Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III) Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik. Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan. Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah. Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.

2. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai maisng-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
f. Total : 100%

3. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain
b. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
c. Kedalaman luka bakar.
d. Anatomi lokasi luka bakar.
e. Umur klien.
f. Riwayat pengobatan yang lalu.
g. Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
a. Ringan – minor:
a. Tingkat II : kurang 15%
b. Tingkat III : kurang 1%
b. Sedang – moderate:
a. Tingkat II : 15 – 30%
b. Tingkat III : 1 – 10%
c. Berat – critical:
a. Tingkat II : 30% atau lebih.
b. Tingkat III : 10% atau lebih.
c. Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractur, soft tissue yang luas.

E. Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)

Bahan kimia Termis Radiasi Listrik



Biologis Psikologis


Pada Wajah Ruang tertutup Kerusakan Kulit Gangguan sirkulasi seluler

Kerusaka keracunan gas penguapan gangguan perfusi
Mukosa CO meningkat

Oedema CO mengikat peningkatan P.D laju metabolisme meningkat
Laring Hb kapiler

Obstruksi Hb tidak extravasasi cairan Glukoneogenesis
Jl nafas mampu (H2O, Elektrolit, Glukogenolisis
Mengikat O2 protein)

hipoxi otak tekanan onkotok perubahan nutrisi
Menurun

Cairan intravaskuler
Menurun


Hipovolemi dan
Hemokonsentrasi


Gangguan sirkulasi
Makro





Otak Kardio Ginjal Hepar GI Trak Neurologi Imun

Hipoxia Kebocoran Hipoxia Pelepasan Dilatasi Gangguan Daya tahan
Kapiler ginjal katekolamin lambung neurology tubuh
Sel otak menurun
mati Penurunan Fungsi Hipoxia
curah ginjal hepatik
Gagal jantung
Fungsi Gagal Gagal
sentral Gagal ginjal hepar
jantung


F. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan Mekanisme Dampak dari Mekanime Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler. Vaskuler ke insterstitial. Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar. Interstitial ke vaskuler. Hemodilusi.
Fungsi renal. Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang. Oliguri. Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat. Diuresis.
Kadar sodium/natrium. Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem. Defisit sodium. Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu). Defisit sodium.
Kadar potassium. K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang. Hiperkalemi K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar). Hipokalemi.
Kadar protein. Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas. Hipoproteinemia. Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme. Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen. Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan. Keseimbangan nitrogen negatif. Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas. Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa. Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum. Asidosis metabolik. Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme. Asidosis metabolik.
Respon stres. Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison. Aliran darah renal berkurang. Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi. Stres karena luka.
Eritrosit Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil. Luka bakar termal. Tidak terjadi pada hari-hari pertama. Hemokonsentrasi.
Lambung. Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri. Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison. Akut dilatasi dan paralise usus. Peningkatan jumlah cortison.
Jantung. MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar. Disfungsi jantung. Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic. CO menurun.
G. Indiksi Rawat Inap Luka Bakar
1. Luka bakar grade II:
a. Dewasa > 20%
b. Anak/orang tua > 15%
2. Luka bakar grade III.
Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

H. Penatalaksanaan
1. Resusitasi A, B, C.
a. Pernafasan:
Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas.
b. Sirkulasi: gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
2. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
3. Resusitasi cairan Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc 1 – 3 tahun : BB x 75 cc 3 – 5 tahun : BB x 50 cc ½ à diberikan 8 jam pertama ½ à diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua: Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin. ( 3-x) x 80 x BB gr/hr 100 (Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt. Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal. 4. Monitor urine dan CVP. 5. Topikal dan tutup luka a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik. b. Tulle. c. Silver sulfa diazin tebal. d. Tutup kassa tebal. e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor. 6. Obat – obatan: a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur. c. Analgetik : kuat (morfin, petidine) d. Antasida : kalau perlu I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Aktifitas/istirahat: Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. b. Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar). c. Integritas ego: Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. d. Eliminasi:Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. e. Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. f. Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). g. Nyeri/kenyamanan:Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. h. Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). i. Keamanan: Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). j. Pemeriksaan diagnostik: LED: mengkaji hemokonsentrasi. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap. 2. Diagnosa Keperawatan Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut : a. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterdatasan pengembangan dada. b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan. c. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher. d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi. e. Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka. f. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh luka bakar seputar ekstremitas dengan edema. g. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein. h. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. i. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam). j. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri. k. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi Daftar pustaka Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328. Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779. Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta. Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya. Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia. Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401. Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta. Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Read More..

Pengukuran Glasgow Coma Skale (GCS)

Selasa, 10 Mei 2011

Pengertan :
Glasgow Coma Skale (GCS)
Adalah suatu metode scoring untuk menilai tingkat kesadaran pasien yang mengalami gangguan kesadaran.

Aspek yang dinilai dalam GCS meliputi:

A. Buka mata (EYE)
a. Spontan………………………… 4
b. Terhadap panggilan………3
c. Terhadap nyeri…………………2
d. Nil……………………………… 1



B Respon motorik
a Sesuai perintah……6
b. Lokalizir……………………5
c. Menghindar…………………4
d. Fleksi abnormal……3
e. Extensi…………………………2
f. Nil……………………………… 1

B. Respon verbal
a. Orientasi baik………5
b. Bingung…………………………4
c. Bicara kacau……………3
d. Suara tak jelas……2
e. Nil……………………………… 1

Cara penilaian
E.. M... V…
Dari ketiga aspek tersebut diatas (respon buka mata, respon motorik, respon verbal dijumlahkan nilai totalnya

Tingkat kesadaran
GCS dapat dikelompokan menjadi 5 tingkat kesadaran
A. Compos mentis GCS…15
B. Apatis GCS……………………13-14
C. Somnolen GCS………………9-12
D. Sopor GCS…………………… 6-8
E. Coma GCS…………………………3-5

Read More..

ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK

Rabu, 04 Mei 2011


A.    Pengertian
            Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
  1. Etiologi/penyebab
Penyebab dari gagal ginjal kronis adalah:
- Tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Penyumbatan saluran kemih
- Glomerulonefritis
- Kelainan ginjal, misalnya penyakit ginjal polikista
- Diabetes melitus (kencing manis)
- Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik.
  1. Fatofisiologi
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
1. Stadium I    : Penurunan cadangan ginjal
    - Kreatinin serum dan kadar BUN normal
    - Asimptomatik
    - Tes bebab kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II   : Insufisiensi ginjal
    - Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
    - Kadar kreatinin serum meningkat
    - Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
    Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a.       Ringan , 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b.      Sedang, 15% - 40% fungsi ginjal normal
c.       Kondisi berat, 2% - 20% fungsi ginjal normal
          3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
              - kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
              - ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
              - air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
Interpretasi hasil tes klirens kreatinin
§  100 - 76 ml/menit: insufisiensi ginjal berkurang
§  75 - 26 ml/menit:   insufisiensi ginjal kronik
§  25 - 5  ml/menit:    gagal ginjal kronik
§  Kurang dari 5 ml/menit: gagal ginjal terminal
 Patofisiologi umum GGK
 Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
      “Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”
Jumlah nefron turun secara progresif
Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)
- sisa nefron mengalami hipertropi
- peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal
Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan
Jk 75% massa nefron hancur
Kecepatan filtrasi dan bebab solute bagi tiap nefron meningkat
Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan
Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute &air ↓
Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu
Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemih
BJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)
poliuri, nokturia
nefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat
terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air
  1. Tanda dan Gejala
1.      Kelainan Hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
    a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
     b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin →Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2.      Kelainan mata
3.      Kelainan kulit
  a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialiss rutin karena:
-toksik uremia yang kurang terdialisis
-peningkatan kadar kalium phosphor
-alergi bahan-bahan dalam proses HD
                  b. Kering bersisik
          Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit
                  c.  Kulit mudah memar
4.      Neuropsikiatri
5.      Kelainan selaput serosa
6.      Neurologi → kejang otot

  1. Komplikasi
-  Hipertensi
-  hiperkalemia
-  anemia
-  asidosis metabolic
-  osteodistropi ginjal
-  sepsis
-  neuropati perifer
-  hiperuremia

Read More..
 
 
 
Adsense Indonesia